SEJARAH DAMPAK EL NINO DI INDONESIA
oleh Supari, M.Sc
Analis di Kedeputian Klimatologi BMKG
Analis di Kedeputian Klimatologi BMKG
Fenomena El-Nino
El Nino adalah suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru). Karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim.Dalam kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia (pasifik equator bagian barat) umumnya hangat dan karenanya proses penguapan mudah terjadi dan awan-awan hujan mudah terbentuk. Namun ketika fenomena el-nino terjadi, saat suhu permukaan laut di pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat, justru perairan sekitar Indonesia umumnya mengalami penurunan suhu (menyimpang dari biasanya). Akibatnya, terjadi perubahan pada peredaran masa udara yang berdampak pada berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.
Fenomena el-nino diamati dengan menganalisis data-data atmosfer dan kelautan yang terekam melalui weather buoy yaitu suatu alat perekam data atmosfer dan lautan yang bekerja otomatis dan ditempatkan di samudra. Di samudra pasifik, setidaknya saat ini terpasang lebih dari 50 buah buoy yang dipasang oleh lembaga penelitian atmosfer dan kelautan Amerika (National Oceanic and Atmospheric Administration-NOAA) sejak 1980-an. Dengan alat-alat inilah kita mendapatkan data suhu permukaan laut sehingga bisa melakukan pemantauan terhadap kemunculan fenomena el-nino.
Fenomena el-nino bukanlah kejadian yang terjadi secara tiba-tiba. Proses perubahan suhu permukaaan laut yang biasanya dingin kemudian menghangat bisa memakan waktu dalam hitungan minggu hingga bulan. Karena itu pengamatan suhu permukaan laut juga bisa bermanfaat dalam pembuatan prediksi atau prakiraan akan terjadinya el-nino, karena kita bisa menganalisis perubahan suhu muka laut dari waktu ke waktu. Di BMKG, pemantauan terhadap fenomena el-nino juga dilakukan dengan memanfaatkan data dari buoy-buoy tersebut. Pemantauan ini dilakukan dengan membuat peta perkembangan suhu lautan baik sebaran spasial (lintang-bujur) maupun irisan vertikal yaitu peta suhu laut untuk beberapa tingkat kedalaman. Produk-produk analisis ini tersedia di web resmi BMKG.
Gambar 1. Contoh produk BMKG untuk monitoring fenomena el-nino. Dapat diakses disini
Dampak El-Nino
Pusat prakiraan iklim Amerika (Climate Prediction Center) mencatat bahwa sejak tahun 1950, telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena el-nino, 6 kejadian di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988 dan 1997/1998. Intensitas el-nino secara numerik ditentukan berdasarkan besarnya penyimpangan suhu permukaan laut di samudra pasifik equator bagian tengah. Jika menghangat lebih dari 1.5 oC, maka el-nino dikategorikan kuat.Sebagian besar kejadian-kejadian el-nino itu, mulai berlangsung pada akhir musim hujan atau awal hingga pertengahan musim kemarau yaitu Bulan Mei, Juni dan Juli. El-nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah dua kejadian el-nino terhebat yang pernah terjadi di era modern dengan dampak yang dirasakan secara global. Disebut berdampak global karena pengaruhnya melanda banyak kawasan di dunia. Amerika dan Eropa misalnya, mengalami peningkatan curah hujan sehingga memicu bencana banjir besar, sedangkan Indonesia, India, Australia, Afrika mengalami pengurangan curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang.
Di Indonesia, masih jelas dalam ingatan kita, pada tahun 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan di Indonesia menjadi perhatian internasional karena asapnya menyebar ke negara-negara tetangga. Kebakaran hutan yang melanda banyak kawasan di Pulau Sumatera dan Kalimantan saat itu, memang bukan disebabkan oleh fenomena el-nino secara langsung. Namun kondisi udara kering dan sedikitnya curah hujan telah membuat api menjadi mudah berkobar dan merambat dan juga sulit dikendalikan. Di sisi lain, kekeringan dan kemarau panjang juga menyebabkan banyak wilayah sentra pertanian mengalami gagal panen karena distribusi curah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan tanaman.
Publikasi-publikasi ilmiah menunjukkan bahwa dampak el-nino terhadap iklim di Indonesia akan terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, dan akan berkurang (atau bahkan tidak terasa) jika terjadi bersamaan dengan musim penghujan. Dampak el-nino juga ternyata berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain, bergantung pada karakteristik iklim lokal. Oleh karena itu, menjadi menarik bagi para analis iklim untuk memperhatikan sebaran dampak el-nino dari bulan ke bulan (khususnya di musim kemarau) dan dari satu lokasi ke lokasi lain, berdasarkan catatan kejadian el-nino di masa lalu. Analisis semacam ini bisa dijadikan acuan dalam menyusun kebijakan terkait dampak elnino, misalnya saja dalam kebijakan tentang ketahanan pangan.
Belajar dari Masa Lalu
Tahun ini, 2014, fenomena el-nino diperkirakan kembali terjadi. Rilis terbaru dari Earth Institute - Columbia University, (salah satu rujukan dalam membuat prakiraan el-nino), menyebutkan bahwa peluang kejadian el-nino mencapai lebih dari 60 %. El-nino tahun ini diperkirakan akan terjadi hingga awal tahun depan namun intensitasnya masih menjadi perdebatan. Sebagian memperkirakan el-nino lemah namun ada pula yang berpendapat akan terjadi el-nino sedang. Untuk mengantisipasi dampak el-nino, perlu kiranya kita mempelajari bagaimana perlaku iklim ketika dulu fenomena el-nino terjadi.Analisis terhadap kejadian-kejadian el-nino masa lalu dengan menggunakan data hujan global (produk dari Global Precipitation Climatology Center - GPCC) menunjukkan bahwa dampak el-nino juga dipengaruhi oleh intensitas (kuat-lemah) dan durasi berlangsungnya el-nino. Semakin kuat dan lama el-nino terjadi, semakin kuat dampaknya terhadap iklim di Indonesia khususnya curah hujan.
Pada kasus el-nino dengan intensitas lemah-sedang, untuk Bulan Juli - Agustus, el-nino akan berdampak pada pengurangan curah hujan dengan kisaran 40 - 80 % (dibanding normalnya) terutama dirasakan di sebagian Sumatera, Jatim-Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan sebagian Papua. Sementara pada Bulan September - Oktober, dampak el-nino akan semakin parah ditandai dengan semakin luasnya area yang mengalami pengurangan curah hujan, meliputi seluruh Sumatera kecuali aceh, seluruh Jawa, Bali-NTB-NTT, sebagian besar Kalimantan, seluruh Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Papua. Pada daerah NTB, NTT dan Sulawesi Tenggara bahkan curah hujan bisa berkurang hingga 20 - 40 % dari normalnya (lihat gambar 2).
Gambar 2. Daerah terdampak jika terjadi el-nino lemah-sedang, dinyatakan dalam prosentasi hujan terhadap normalnya.
Disebut daerah terdampak jika mengalami kondisi hujan di bawah normal saat el-nino terjadi.
Kasus el-nino yang diperhitungkan adalah kejadian el-nino sejak tahun 1950. Sumber data hujan :GPCC.
Disebut daerah terdampak jika mengalami kondisi hujan di bawah normal saat el-nino terjadi.
Kasus el-nino yang diperhitungkan adalah kejadian el-nino sejak tahun 1950. Sumber data hujan :GPCC.
Sementara pada kejadian el-nino kuat, kejadian curah hujan di bawah normal melanda wilayah yang lebih luas. Wilayah-wilayah yang tidak terdampak oleh el-nino lemah-sedang seperti Sumbar, Bengkulu dan Kalbar, akan terkena pengaruh el-nino kuat. Di beberapa wilayah seperti Sumsel, Babel, Lampung, Jateng, Jatim, Bali-NTB-NTT, Kalsel, Sulsel, Sultra, Maluku dan sebagian Papua bahkan curah hujan hanya turun dalam kisaran 10-30 % dibanding normalnya, terutama pada Bulan September dan Oktober (Gambar 3).
Gambar 3. Sama dengan gambar 2 tapi untuk fenomena el-nino kuat. Sumber data hujan :GPCC.
Jelaslah kiranya, bahwa fenomena el-nino berpengaruh kuat terhadap iklim di Indonesia. Berkurangnya curah hujan dan terjadinya kemarau panjang adalah dampak langsung yang bisa memicu masalah lain pada sektor pertanian seperti gagal panen dan melemahnya ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlulah kiranya segera dibuat peta daerah rawan dampak el-nino hingga level kabupaten agar bisa disusun kebijakan-kebijakan yang tepat dalam mengantisipasi fenomena el-nino. Ingat, tahun ini el-nino diperkirakan akan terjadi mulai bulan depan, Juli 2014.
» Informasi lainnya...
Mengharap Hujan di Penghujung Kemarau [22/10/2014]
Beberapa wilayah Indonesia terutama di Sumatra bagian selatan, Jawa
hingga Nusa Tenggara dan Sulawesi bagian selatan akhir-akhir ini telah
lebih dari dua bulan berturut-turut tidak mendapat hujan. Kondisi kering
mulai dirasakan sejak pertengahan bulan September lalu. Daerah-daerah
tersebut memang relatif lebih kering dari daerah di sekitarnya. Kondisi
curah hujan rendah terus berlangsung sampai dengan sepuluh hari pertama
Oktober 2014.
Mewaspadai Musim Kemarau Di Luwu Raya [19/8/2014]
Puncak musim hujan di Luwu Raya yang terjadi antara bulan April sampai
bulan Juli telah berakhir. Dimana curah hujan rata rata 400-500 mm/bulan
dengan jumlah hari hujan 90 %. telah mendatangkan banyak keuntungan
diberbagai sektor pertanian, perkebunan maupun perikanan. Disektor lain
ada beberapa kerugian yang mungkin timbul misalnya banjir bandang, tanah
longsor dan akibat lainnya.
BMKG Online Group Discussion Ke 2 [17/7/2014]
Kesuksesan penyelenggaraan Online Group Discussion (OGD) yang pertama
Jumat, 16 Mei 2014 yang lalu, mendorong Pusat Pendidikan
menyelenggarakan Online Group Discussion ke-2 (OGD#2). Sedikit berbeda
dengan kegiatan sebelumnya yang mengambil tema di bidang meteorologi -
klimatologi, maka OGD#2 memilih tema tentang seismologi, untuk
mengakomodir permintaan dari rekan-rekan geofisika kepada Pusdiklat
BMKG, yang disampaikan dalam berbagai kesempatan.
Suhu Jakarta Turun Ekstrim hingga 9 derajat Celcius dalam sehari [16/7/2014]
Pada tanggal 13 Juli 2014 Jakarta mengalami penurunan suhu drastis
hingga mencapai suhu 23,6°C dari sekitar 31,2°C. Fenomena ini langka
terjadi, terutama di wilayah DKI Jakarta. Oleh karenanya, Pusat
Penelitian dan Pengembangan BMKG kemudian melakukan analisa pada 6
stasiun di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah (Cengkareng,
Kemayoran, Tj. Priok, Curug, Cilacap, Citeko dan Dramaga) dan memperoleh
hasil seperti pada Grafik 1.
Dukungan Informasi Cuaca untuk Pariwisata [14/7/2014]
Geliat perekonomian nasional terus didorong oleh pemerintah di berbagai
sektor, salah satunya adalah sektor pariwisata. Berdasarkan data yang
dihimpun BPS dan Pusdatin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
disebutkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara selama 5 bulan
pertama tahun 2014 (Januari-Mei) mencapai 3,7 juta orang atau tumbuh
sebesar 9,96% dibanding periode yang sama pada tahun 2013 (Kompas 2 Juli
2014). Pertumbuhan tersebut dapat ditingkatkan lagi dengan
mempromosikan daerah-daerah tujuan wisata baru yang selama ini belum
dikenal atau sudah dikenal, tapi kemudahan akses transportasi ke daerah
tersebut belum memadai. Akses transportasi ke daerah tujuan wisata baru
tersebut dapat ditingkatkan lagi dengan membuka rute penerbangan baru
dan meningkatan frekuensi penerbangannya. Saat ini sudah banyak dibuka
penerbangan ke kota-kota kecil tujuan wisata, namun belum dilayani
penerbangan regular, seperti ke Banyuwangi, Labuhan Bajo, Raja Ampat,
Wakatobi (Sultra), Silangit (Sumut), dan Kalimarau-Berau (Kaltim).
Peran Pendidikan dan Pelatihan Dalam Membentuk Agen Perubahan Di BMKG [8/7/2014]
Perubahan adalah suatu proses yang sistimatis dengan menerapkan
pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan suatu organisasi
dari kondisi saat ini (lama) menjadi kondisi yang diinginkan (baru)
menuju kearah kinerja yang lebih baik. Perubahan bukanlah satu proses
yang sederhana, melainkan sangat komplek karena menyangkut struktur,
proses, orang, pola pikir dan budaya kerja. Perubahan dalam reformasi
birokrasi mengharuskan adanya transparansi, komunikasi dan keterlibatan
semua pihak dalam proses perubahan reformasi birokrasi. Perubahan tidak
harus selalu berarti mengganti sama sekali kondisi lama, akan tetapi
juga dapat berbentuk terobosan baru, peningkatan pola lama, memberikan
nilai tambah yang lebih ekonomis, efisien atau melakukan modifikasi
dengan hasil yang lebih menguntungkan. Salah satu contoh yang
representatif adalah adanya perubahan di Website BMKG, yaitu perubahan
dari versi lama yang terkesan statis, monoton, kurang variatif dengan
materi terbatas, menjadi tampilan seperti yang saat ini , yang terlihat
lebih dinamis, variatif dan terus diperbaharui.
Menyikapi Tantangan Perubahan dalam Organisasi [7/7/2014]
Secara tidak sadar kita selalu menerima perubahan. Berjalannya waktu
selalu memberi perubahan pada kita, antara lain: umur kita berubah,
rambut berubah, keluarga berubah dan lingkungan kita juga berubah. Itu
semua berjalan secara alamiah dan kita terima sebagai keniscayaan.
Suasana kampanye pilpres tentu saja juga memberikan harapan akan ada
perubahan di negara kita. Pada lingkup yang lebih kecil seperti BMKG,
sepertinya juga sedang terjadi perubahan. Jajaran pimpinan BMKG yang
lahir pada awal-sampai pertengahan tahun 50an akan habis (pensiun) pada
akhir tahun 2014 dan digantikan oleh generasi berikutnya. Pergantian
pimpinan BMKG di berbagai level kali ini menjadi tonggak perubahan
penting karena hampir berbarengan dengan dimulainya pelaksanaan RPJMN
2015-2019 dan RENSTRA BMKG 2015-2019 serta terpilihnya presiden baru
tahun ini. Kondisi tersebut ditengarai akan mempunyai konsekuensi adanya
perubahan yang signifikan, sebagai bagian dari dinamika organisasi.
Ditambah lagi dengan adanya perubahan sistem baik secara internal maupun
eksternal yang akan memberi kontribusi besar terhadap perubahan tata
kelola organisasi.
INFORMASI PEMODELAN TSUNAMI BMKG UNTUK NEGARA NEGARA SAMUDERA HINDIA [3/7/2014]
Akibat pengaruh tektonik aktif, Indonesia menjadi wilayah berpotensi
tsunami di Samudera Hindia. Belajar dari kasus Tsunami Aceh, 26 Desember
2004 maka negara-negara sekitar samudera ini terus berbenah menghadapai
bencana tsunami lokal dan far-field.
MENGELOLA ALAM DENGAN KEARIFAN LOKAL [2/7/2014]
Kita harus meninggalkan mata air buat anak cucu kita, jangan tinggalkan
air mata. Demikian sepenggal kata bijak yang disampaikan seorang kepala
kampung dalam satu acara televisi lokal Papua beberapa bulan yang lalu.
DIKLAT sebagai Motor Penggerak, Investasi dalam Meningkatkan Kinerja BMKG [26/6/2014]
Berdasarkan pp 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
Pegawai Negeri Sipil, disebutkan dalam Bab I, pasal 1 bahwa Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut
DIKLAT adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka
meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil.
Read more: http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/lain_lain/artikel/Sejarah_Dampak_El_Nino_di_Indonesia.bmkg#ixzz48vSgCXN6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar