PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum
frutescens L.)
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Disusun Oleh :
NURUL
SHOLEHUDDIN
NIM.
2014330069
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum
frutescens L.)
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Disusun Oleh :
NURUL SHOLEHUDDIN
NIM.
2014330069
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
JUDUL : Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman
Cabai Rawit
( Capsicum frutescens L. )
NAMA :
Nurul Sholehuddin
NPM :
2014330069
PROGRAM STUDI : Agroteknologi
FAKULTAS : Pertanian
Menyetujui : Mengetahui
:
Dosen Pembimbing, Ketua Program Studi Agroteknologi,
(Ir.
Edyson Indawan, MP.) (Reza Prakoso D.J., SP. MP.)
NIP. 19630216199031004 NIDN. 0717079001
NIP. 19630216199031004 NIDN. 0717079001
Mengetahui
:
Dekan
Fakultas Pertanian,
(Dr. Ir. Amir Hamzah., MP.)
NIP. 196705272005011001
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan yang maha pengasih, atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penulisan Laporan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) ini. Dengan lancar yang Berjudul “PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)” di Kelompok Tani Anjas Moro IV
Dusun Jurangkuali Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Kegiatan
ini dapat diselesaikan atas bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Oleh karena
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Mashudi Selaku Ketua Kelompok
Tani Anjasmoro IV
2. Bapak
Ir. Edyson Indawan, MP. selaku Dosen Pembimbing
3. Orang tua yang
selalu mendukung penulis dalam berbagai hal, khususnya dalam dukungan material
dan spiritual.
4. Teman–teman
yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan laporan ini baik dalam segi penulisan maupun teknik
penyajiannya, mengingat keterbatsan kemampuan penuis. Kritik bersifat membangun
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Malang, 20 Oktober 2017
Penulis,
DAFTAR
ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i
KATA
PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1. Latar
Belakang......................................................................................... 1
1.2. Tujuan...................................................................................................... 2
1.3. Manfaat.................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
2.1. Macam-macam Hama dan Penyakit Beserta Pengendaliannya.............. 3
2.2. Taktik
dan Strategi Pengendalian Penyakit yang Efektif........................ 10
2.3. Tanaman
Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)..................................... 13
2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)........... 14
III.
METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN............................................ 16
3.1. Tempat
dan Waktu.................................................................................. 16
3.2. Metode
dan Pengumpulan Data.............................................................. 16
3.3. Partisipasi
Aktif dan Wawancara............................................................ 16
3.4. Analisis
Data............................................................................................ 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 17
4.1. Hasil......................................................................................................... 17
4.2. Pembahasan............................................................................................. 19
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 25
5.1. Kesimpulan.............................................................................................. 25
5.2. Saran........................................................................................................ 25
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................ 26
LAMPIRAN...................................................................................................... 28
DAFTAR
TABEL
Halaman
Tabel 1. Macam-macam penyakit yang menyerang dalam green
house............ 18
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Mengganti tanaman cabai rawit yang terserang penyakit
lau fusarium
di luar green house.......................................................................... 20
Gambar 2. Tanaman
cabai rawit yang
terserang penyakit embun tepung di dalam
green house..................................................................................... 22
Gambar 3. Wadah pembakaran blerang di dalam green house.......................... 23
DAFTAR
LAMPIRAN
Halaman
Dokumentasi Kegiatan ..................................................................................... 28
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Cabai rawit
(Capsicum frutescens L.) merupakan salah
satu sayuran penting di
dunia dan salah
satu komoditas unggulan
hortikultura di Indonesia. Tanaman ini ditanam
di seluruh provinsi di Indonesia
dan mendapat prioritas untuk
dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang sangat potensial.
Cabai rawit tidak hanya dimanfaatkan sebagai bumbu masak, tetapi juga meluas
sesuai dengan melebarnya cakrawala pandangan masyarakat masa kini serta
mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi seperti dijadikannya obat-obatan,
hal tersebut yang menyebabkan pemanfaatannyapun dapat beragam pula, sehingga
tanaman ini mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti, maka perlu adanya
penanganan budidaya secara intensif seperti pergiliran tanaman supaya memutus
perkembang biakan hama dan penyakit
dengan hal tersebut produktivitasnya tidak menurun (Djarwaningsih,
2005).
Berdasarkan
Data Badan Pusat Statistika (BPS) (2014), produksi cabai rawit di Indonesia
antara tahun 2012 hingga 2013 hanya naik sebesar 1,60%. Kenaikan ini disebabkan
oleh kenaikan luas lahan panen sebesar 3.30 ha
(2,48%), namun produktivitasnya mengalami penurunan sebesar 0,5
ton/ha (0,87%) dibanding 2012.
Tanaman cabai rawit
yang merupakan komoditas
unggulan hortikultura ini memiliki
produktivitas yang masih
sangat rendah. Rendahnya produktivitas tanaman
cabai tersebut disebabkan
oleh banyaknya faktor
yang mempengaruhi. Rendahnya produksi cabai di lapangan disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya adalah teknik
budidaya, kandungan hara dalam
tanah, dan serangan hama dan
penyakit. Selain hal tersebut
rendahnya produktivitas cabai di Indonesia disebabkan oleh petani melakukan penanaman
secara-terus menerus sehingga serangan OPT meningkat maka petani menggunakan
pestisida yang berlebihan. Hal tersebut
menyebabkan tingginya residu petisida pada produksi yang dihasilkan serta
mengganggu kelestraian lingkungan. Penggunaan pestisida berlebihan akan
meningkatkan berbagai masalah agar tidak terjadi timbul masalah yang baru perlu
dihindari oleh karena itu usaha budi daya cabai rawit harus dilakukan secara
benar berwawasan lingkungan (Rahman, 2010). Arifin (2012), Menyatakan bahwa
pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (HPT) dapat menjaga stabilitas ekosistem
dengan baik.
1.2. Tujuan
Mengetahui bentuk–bentuk pengendalian hama dan penyakit
tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) di Kelompok Tani Anjasmoro IV Dusun
Jurangkuali Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
1.3. Manfaat
Menambah wawasan baik secara teori
ataupun secara teknis langsung di lapang bagaimana pengendalian hama dan penyakit
pada tanaman cabai rawit agar pertumbuhan dan produksinya maksimal sesuai
dengan apa yang diharapkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Macam-macam Hama dan Penyakit
Beserta Pengendaliannya
2.1.1.
Hama
2.1.1.1.
Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Ulat merupakan jenis hama yang akan menjadi kupu-kupu yang
biasanya meletakkan telur secara berkelompok di atas daun atau tanaman. Ciri
khas dari larva (ulat) grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga
berwarna hitam dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Larva akan menjadi
pupa (kepompong) yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur
menjadi kupu-kupu berkisar antara 30 - 61 hari. Telur akan menetas menjadi ulat
(larva), mula-mula hidup berkelompok dan kemudian menyebar. Menyerang
bersama-sama dalam jumlah yang sangat banyak. Ulat ini memangsa segala jenis
tanaman, termasuk menyerang tanaman cabai rawit. Serangan ulat grayak terjadi
di malam hari, karena kupu-kupu maupun larvanya aktif di malam hari. Pada siang
hari bersembunyi di tempat yang teduh atau di permukaan daun bagian bawah. Hama
ulat grayak merusak di musim kemarau dengan cara memakan daun mulai dari bagian
tepi hingga bagian atas maupun bawah daun cabe. Serangan hama ini menyebabkan
daun-daun berlubang secara tidak beraturan; sehingga menghambat proses
fotosintesis dan akibatnya produksi buah cabe menurun. Pengendalian dilakukan
dengan menyemprot insektisida sistemik atau yang bersifat racun perut, sehingga
tidak perlu pengendalian secara khusus (Tjahjadi, 1996).
2.1.1.2.
Kutu Daun (Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun atau sering disebut Aphid
tersebar di seluruh dunia. Hama ini memakan segala jenis tanaman (polifag), lebih dari 100 jenis tanaman
inang, termasuk tanaman cabe. Kutu daun berkembang biak dengan 2 cara, yaitu
dengan perkawinan biasa dan tanpa perkawinan atau telur-telurnya dapat berkembang
menjadi anak tanpa pembuahan. Daur hidup hama ini berkisar antara 7-10 hari.
Hama ini menyerang tanaman cabe dengan cara mengisap cairan daun, pucuk,
tangkai bunga ataupun bagian tanaman lainnya. Serangan berat menyebabkan
daun-daun melengkung, keriting, belang-belang kekuningan (klorosis) dan
akhirnya rontok sehingga produksi cabe menurun. Kehadiran kutu daun di kebun
cabe, tidak hanya menjadi hama tetapi juga berfungsi sebagai penular (penyebar)
berbagai penyakit virus. Di samping itu, kutu daun mengeluarkan cairan manis
(madu) yang dapat menutupi permukaan daun. Cairan manis ini akan ditumbuhi
cendawan jelaga berwarna hitam sehingga menghambat proses fotosintesis.
Serangan kutu daun menghebat pada musim kemarau, bahwasanya untuk pengendalian
kutu daun dan tungau dilakukan penyemprotan insektisida kontak 4-5 hari sekali
(Tjahjadi, 1996).
2.1.1.3.
Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel.)
Hama ini menyebabkan buah cabe mengalami kebusukan. Buah
cabe yang diserang lalat buah akan menjadi bercak-bercak bulat, berlubang kecil
dan kemudian membusuk. Buah cabe yang terserang akan dihuni larva yang
menyebabkan semua bagian buah cabe rusak, busuk, dan berguguran (rontok).
Serangga dewasa panjangnya kurang lebih 0.5 cm, berwarna coklat-tua, dan
meletakkan telurnya di dalam buah cabe. Telur tersebut akan menetas, kemudian
merusak buah cabe. Daur hidup hama ini lamanya sekitar 4 minggu, dan
pembentukan stadium pupa terjadi di atas permukaan tanah. Pengendalian secara
terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara kultur teknik,
yaitu dengan pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang lalat buah secara
mekanis yaitu dengan memusnahkan buah cabai rawit yang terserang lalat buah,
secara kimiawi yaitu dengan pemasangan perangkap beracun "metil eugenol" atau protein
hydrolisat yang efektif terhadap serangga jantan maupun betina (Patty, 2012).
2.1.1.4.
Thrips (Thrips sp L.)
Gejala serangan yang ditimbulkan oleh thrips adalah awalnya
timbul noda-noda keperakan pada daun-daun muda, akibat adanya luka bekas
serangan thrips. Noda-noda keperakan tersebut berubah menjadi coklat. Serangan
berat dapat menyebabkan daun-daun mengeriting ke atas. Serangga ini mempunyai
tipe mulut pemarut dan pengisap. Ia memarut jaringan daun atau bunga dan
mengisap cairan yang keluar dari bagian itu. Serangan pada bunga sudah mekar
akan timbul bercak cokelat. Sedangkan pada bunga masih kuncup, thrips
menyebabkan bunga gagal mekar. Thrips memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Serangga dewasa berukuran kecil, panjang 0,8 mm – 0,9 mm, berwarna kuning
kecoklatan kehitam-hitaman. hama ini berkembang biak secara tak kawin
(partenogenesis). Telur berbentuk oval, diletakkan di dalam jaringan daun.
Nimfa berwarna putih dan sangat aktif, diikuti dengan periode sebelum pupa dan
kemudian pupa. Pupa dibentuk dalam tanah, kemudian menjadi serangga dewasa.
Daur hidup berkisar antara 7 – 12 hari di dataran rendah, dan berkembang pesat
populasinya pada musim kering (kemarau). Spesies Thrips sp L. yang sering ditemukan adalah T. tabaci yang hidupnya bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Pengendalian secara terpadu
terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, yaitu dengan
pergiliran tanaman atau mengatur rotasi tanaman yang bukan sefamili, dan
mengatur waktu tanam yang tepat, menggunakan mulsa plastik hitam perak pada
lahan tanam dan mengunakan insektisida kimia apabila populasinya diambang batas
(Meilin, 2014).
2.1.1.5.
Tungau (Tarsonemus translucens Green.)
Tungau berukuran sangat kecil, tetapi bersifat pemangsa
segala jenis tanaman (polifag). Serangga dewasa panjangnya + 1 mm,
bentuk mirip laba-laba, dan aktif di siang hari. Siklus hidup tungau berkisar
selama 14-15 hari. Tungau menyerang tanaman cabe dengan cara mengisap cairan
sel daun atau pucuk tanaman. Akibat serangannya dapat menimbulkan bintik-bintik
kuning atau keputihan. Serangan yang berat, terutama di musim kemarau, akan
menyebabkan cabe tumbuh tidak normal dan daun-daunnya keriting. Pengendalian
tungau dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan musuh alami, menggunakan
akarisida apabila daun sudah diketahui terserang tungau (Meilin, 2014).
2.1.2.
Penyakit
2.1.2.1.
Antraknosa (Colletotrichum
capsici (Syd.) Butler.)
Penyakit Antraknosa
sering kali dijumpai tanaman cabe. Penyakit ini cukup berbahaya dan cepat
menjalar, sehingga mampu menurunkan produktifitas yang signifikan. Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan bercak daun. Gejala serangan
antraknosa ialah bercak‐bercak pada buah, buah kehitaman dan busuk kering pada buah,
dan akhirnya rontok. Penyakit busuk buah kering yang disebabkan cendawan
untuk menghambat timbulnya penyakit tersebut dapat menggunakan ekstrak rimpang
kencur yaitu sebagai fungisida (Wiyatiningsih dan Wuryandari, 1998).
2.1.2.2.
Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith.)
Pada tanaman tua, layu pertama biasanya
terjadi pada daun yang terletak
pada bagian bawah
tanaman. Pada tanaman muda,
gejala layu mulai
tampak pada daun
bagian atas tanaman. Setelah
beberapa hari gejala
layu diikuti oleh layu
yang tiba-tiba dan
seluruh daun tanaman
menjadi layu permanen, sedangkan
warna daun tetap hijau, kadang-kadang sedikit
kekuningan. Jaringan vaskuler
dari batang bagian bawah
dan akar menjadi
kecoklatan. Bila batang
atau akar dipotong melintang
dan dicelupkan ke
dalam air yang
jernih, maka akan keluar
cairan keruh koloni
bakteri yang melayang dalam air
menyerupai kepulan asap.
Serangan pada buah menyebabkan warna
buah menjadi kekuningan
dan busuk. Infeksi terjadi
melalui lentisel dan
akan lebih cepat berkembang bila
ada luka mekanis. Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas
solanacearum E.F.Smiht, bakteri
ini ditularkan melalui
tanah, benih, bibit,
sisa-sisa tanaman, pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu, bakteri
ini mampu bertahan
selama bertahun-tahun di dalam
tanah dalam keadaan
tidak aktif. Pengendalian ini
dengan kultur teknis dengan
pergiliran tanaman, penggunaan benih sehat
dan sanitasi dengan
mencabut dan memusnahkan tanaman
sakit (Semangun, 1989).
2.1.2.3.
Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp Schlecht.)
Jamur
Fusarium oxysporum f.sp. Schlecht; merupakan
patogen penyebab penyakit layu fusarium pada tanaman cabai, khususnya cabai
rawit. Jamur patogen ini dapat menyerang tanaman cabai rawit mulai dari masa
perkecambahan sampai dewasa. Adanya serangan Fusarium oxysporum f.sp. Schlech, menjadi salah
satu pembatas yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi cabai. Kerugian
akibat penyakit layu fusarium pada tanaman cabai cukup besar. Menurut Mahartha et al (2013). Pemanfaatan agens hayati
untuk menekan serangan Fusarium oxysporum f.sp. Schlecht. tentu menjadi pilihan yang sangat dianjurkan. Salah
satu agens hayati yang dapat digunakan ialah dengan memanfaatkan rizobakteri.
Keberadaan rizobakteri dapat mengurangi populasi patogen tumbuhan melalui
kompetisi serta produksi senyawa antimikroba.
2.1.2.4.
Bercak Daun (Cercospora
capsici Heald et Wolf.)
Penyebab penyakit bercak daun adalah cendawan yang gejala
serangan penyakit ditandai dengan bercak-bercak bulat kecil pada daun dan
batang. Berikutnya bercak akan meluas dengan garis tengah + 0,5 cm. Di
pusat bercak nampak berwarna pucat sampai putih dan pada bagian tepinya
berwarna lebih tua. Serangan yang berat (parah) dapat menyebabkan daun
menguning dan gugur, ataupun langsung berguguran tanpa didahului menguningnya
daun. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan
kebun, dan disemprot fungisida seperti Topsin,
Velimek, dan Benlate secara berselang-seling (Tjahjadi,1996).
2.1.2.5.
Busuk Batang (Phytophthora spp
Leonian.)
Penyakit Phytophthora
spp
Leonian, dapat pula menyebabkan busuk batang, busuk buah dab busuk daun.
Gejala serangan tampak pada daun yaitu bercak-bercak kecil di bagian tepinya,
kemudian menyerang seluruh batang. Batang tanaman cabe juga dapat terserang
penyakit ini, ditandai dengan gejala perubahan warna menjadi kehitaman. Buah
cabe yang terserang menunjukkan gejala awal bercak-bercak kebasahan, kemudian
meluas, dan akhirnya buah akan terlepas dari kelopaknya karena membusuk. Untuk
mencegah timbulnya penyakit ini dapat dilakukan memilih karakter atau
menyeleksi tanaman yang ingin ditanam agar tahan terhadap penyakit seperti
dengan buah muda berwarna kuning genotype Jossy, Tidar, Wijaya dan Prentul
menunjukkan kelas ketahanan dengan kriteria sedang dan peka (Dewi et al., 2016).
2.1.2.6.
Penyakit Fisiologis
Penyakit fisiologis ini merupakan keadaan suatu tanaman
menderita sakit atau kelainan, tetapi penyebabnya bukan oleh mikroorganisme beberapa
contoh penyakit fisiologis pada tanaman cabe yang paling sering ditemukan
adalah kekurangan unsur hara Kalsium (Ca), dan terbakarnya buah cabai rawit
akibat suhu tinggi. Tanaman cabai rawit yang kekurangan unsur Ca akan
menunjukkan gejala pada buahnya terdapat bercak hijau-gelap, kemudian menjadi
lekukan bacah coklat kehitam-hitaman. Jaringan di tempat bercak menjadi rusak
sampai ke bagian dalam buah. Bentuk buah cabai rawit menjadi pipih dan berubah
warna lebih awal (sebelum waktunya). Biasanya kekurangan Ca pada stadium buah
rusak akan diikuti tumbuhnya cendawan. Usaha pencegahan kekurangan Ca dapat
dilakukan dengan cara pengapuran sewaktu mengolah tanah, diikuti pemupukan
berimbang, dan pengairan kebun secara merata, apabila tanaman cabai sedang masa
berbuah tetapi menunjukan gejala kekurangan Ca, maka dapat disemprot dengan
pupuk daun yang banyak mengandung unsur Ca (Anonim,2012).
2.1.2.7.
Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Secara Organik
Pestisida
merupakan bahan kimia yang dapat membunuh hama dan penyakit tanaman cabe, namun
disisi lain bahan kimia tersebut juga dapat mencemari buah cabe sebagai produk
pangan. Pestisida merupakan racun yang berbahaya bagi manusia, hewan
peliharaan, dan lingkungan bila salah dalam penggunaannya. Penggunaan
bahan-bahan berbahaya yang tidak diorientasikan sebagai pestisida hendaklah
tidak dilakukan seperti formalin dan lain-lain. Penggunaan pestisida harus
sesuai dosis yang dianjurkan, tepat waktu, tepat cara, tepat sasaran dan tepat
guna. Pengendalian hama dan penyakit, hal ini dilakukan jika terjadi
serangan hama dan penyakit pada pertanaman cabe rawit dengan menggunakan metode
yang ramah lingkungan atau menggunakan musuh alami dan menggunakan pestisida organik terbuat dari tanaman yang mampu aktif secara
efektif menurunkan populasi hama dan penyakit (Arifin, 2012).
Penggolongan pestisida secara
diagramatik berdasarkan senyawa kimia, pestisida alami adalah pestisida organik
namun belum tentu tergolong pestisida organik alami karena mungkin saja
pestisida organik tersebut merupakan pestisida organi sintetik. Dalam konteks
pembicaraan pertanian organik, penggunaan istilah pestisida organik kurang
tepat. Istilah yang tepat adalah pestisida organik alami atau pestisida alami,
walaupun penggunaan pestisida alami relatif aman bagi kesehatan manusia, namun
pemakaiannya tetap harus berhati-hati, penggunaan pestisida alami pada tanaman
sayuran harus dihentikan setidaknya 7 hari menjelang panen guna menghilangi resiko
kesehtan akibat residu yang ditinggalkan. Selain itu sebagaimana halnya dengan
pestisida sintetik ataupun pestisida organik, penggunaan pestisida alami secara
intensif dapat menyebabkan hama dan penyakit berkembang menjadi resisten (Zulkarnain,
2010).
2.2. Taktik dan Strategi Pengendalian Penyakit
yang Efektif
Menurut Fandicka. (2011), menjelaskan taktik dan
strategi pengendalian penyakit tanaman yang cukup baik sebagai berikut:
1. Strategi Pengendalian Secara Fisik
Pengendalian system ini murah namu pelaksanaannya tetap perlu di
landasi pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi patogen sebab setiap jenis
patogen punya batas toleransi terhadap faktor lingkungan fisik terutama suhu
dan kelembapan. Seperti perlakuan panas yaitu perendaman benih/bibit dengan air panas, pembakaran sisa-sisa tanaman atau
bagian tanaman yang sakit dan Penggunaan penghalang (barrier)
misalnya pemblongsongan buah.
2. Strategi Pengendalian Kultur Teknis
Pengendalian ini mudah dilakukan untuk tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan, dan mudah di kerjakan petani. Salahsatunya
adalah sanitasi, membersihkan lahan dari
sisa tanaman yang masih hidup, yang sudah mati, jenis tanaman lain yang dapat
menjadi inang pengganti dan bercocok tanam seperti pengaturan jarak tanam, pemangkasan tanaman,
membersihkan gulma dan memperbaiki sirkulasi udara dan pengembangan tanaman resisten penyakit.
3. Strategi Pengendalian Secara
Biologis
Usaha penanggulangan secara biologis menggunakan jasad lain
yang ditujukan terutama untuk mengurangi aktifitas patogen. Efek ini bisa
berupa biocidal (jasad yang satu mematikan jasad yang lain ) atau biostatic (jasad yang satu menghambat pertumbuhan
jasad yang lain ). Semisal,
Trichoderma lignorum dapat memarasiti cendawan.
4. Strategi Pengendalian Secara Kimia
Cara pengendalian ini tergolong
mahal namun cepat membasmi akan tetapi penggunaannya tetap harus diperhatikan
agar lingkungannya tetap terjaga sehingga penyakit tidak resisten. Sitem ini
disebut pestisida pengendalian ini adalah salah satu cara pengendalian yang
paling akhir dilakukan.
5. Strategi Pengendalian dengan
Karantina Tumbuhan
Karantina tumbuhan yaitu merupakan upaya pencegahan patogen
dengan jalan menghentikan pengiriman atau pemasukan secara resmi barang-barang
yang diduga membawa patogen potensial yang amat berbahaya bagi daerah pengimpornya, sehigga
segala tindakan yang mencegah masuknya patogen penyebab penyakit tanaman ke
suatu wilayah yang disebut ekslusi.
Prinsip-prinsip dan taktik pelaksanaan pengendalian penyakit
bertujuan mencegah berlangsungnya siklus hidup parasit dan patogen. Setiap
tindakan pengendalian penyakit harus menunjukkan prinsip-prinsip dasar, dan
setiap prinsip dasar mempengaru hi inokulum awal atau kecepatan infeksi.
Selanjutnya, tindakan pengendalian penyakit ditujukan langsung kepada penyebab
penyakit. Oleh karena itu, dasar pendekatan dalam usaha mencegah timbulnya
epidemik adalah mereduksi inokulum awal dan memperlambat kecepatan infeksi,
mereduksi atau memperlambat inokulum awal dilakukan dengan cara :
1. Eksklusif, yaitu membebaskan semua
patogen pada benih dengan cara memberikan perlakuan benih.
2. Eradikatif, yaitu menggunakan
pestisida yang dapat membunuh spora cendawan yang mengkotaminasi
permukaan benih
3. Terapi (terapeutik), yakni menggunakan pestisida alami untuk membunuh bakteri atau cendawan
yang menyerang embrio, kotiledon, atau
endosperm di bawah kulit.
4. Resistensi vertical, yakni dengan
menanam varietas tanaman yang mempunyai kekebalan lapang.
5.
Proteksi, yakni menggunakan pestisida untuk mencegah
masuknya cendawan tular tanah (soil borne)
masuk dalam batang semai.
6. Penghindaran (avoidance), yakni dengan menghindari penularan penyakit misalnya
menanam tanaman yang letaknya di bawah angin agar tidak tertulari
penyakit-penyakit yang terbawa oleh angin, menanam tanaman penghadang (barrier)
atau tanaman perangkap (trap crop)
hama yang berperan sebagai vektor penyakit.
7. Resistensi horizontal, yakni dengan
menanam varietas unggul tahan penyakit.
2.3.
Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)
Tanaman cabai
rawit (Capsicum frutescens L.)
termasuk tanaman hortikultura semusim,
berbentuk perdu atau
setengah perdu, mempunyai
sistem perakaran agak menyebar,
batang utama tumbuh tegak dan
pangkalnya berkayu. Ketinggiannya bisa
mencapai 120 cm dengan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm, daun cabai
umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap, daun cabai yang ditopang
oleh tangkai daun dan oval dengan ujung meruncing, tergantung dari jenis dan
varietasnya. Tanaman cabai mempunyai akar tunggang yang terdiri atas akar utama
dan akar lateral. Akar tanaman cabai rawit menyebar tetapi
dangkal. Akar-akar cabang
dan rambut-rambut akar
banyak terdapat dipermukaan tanah,
semakin ke dalam
akar-akar tersebut semakin berkurang ujung perkarannya dapat menembus tanah sedalam 50 cm, akar
horizontal cepat berkembang
di dalam tanah melebar sampai 45 cm. Bunga
cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga,
benang sari, dan putik merupakan bunga
berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat satu tangkai, bunganya keluar dari ketiak daun (Ripangi, 2015).
Menurut Rahman (2010), cabai
rawit (Capsicum frutescens L.) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum
frutescens L.
2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit termasuk
tanaman semusim yang
tumbuh sebagai perdu dengan
tinggi tanaman mencapai
1,5 m. Tanaman dapat ditanam
di dataran tinggi dan di dataran
rendah. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan
produksi cabai rawit. Keadaan
iklim dan tanah
merupakan dua hal
pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi penanaman
cabai rawit Tanaman cabai rawit memerlukan tanah yang memiliki tekstur lumpur berpasir atau
liat berpasir, dengan
struktur gembur. Selain
itu, tanah harus mudah
mengikat air, memiliki
solum yang dalam,
memiliki daya menahan air
yang cukup baik,
tahan terhadap erosi dan
memiliki kandungan bahan
organik tinggi. Tanaman cabai
rawit memerlukan derajat keasaman (pH) tanah antara 6-7 dan
memerlukan sinar matahari
penuh. Dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik, tanaman
cabai rawit cocok ditanam pada ketinggian 0-500 m dpl dan curah
hujan berkisar antara 1.000-3.000 mm per tahun. Kelembaban yang cocok untuk
tanaman cabai rawit adalah 70-80%. Agar dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi
tinggi, tanaman cabai rawit memerlukan suhu udara rata-rata tahunan berkisar
antara 19-300C (Rahman, 2010).
III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
3.1 Waktu Dan Tempat
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan pada 24 Januari- 24 Februari 2017 bertempat di Kelompok Tani Anjasmoro IV Dusun
Jurangkuali Desa Sumber Brantas Kota Batu.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi kondisi
lokasi, teknik pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) di Dusun Jurangkuali, dengan melihat
tanaman yang terserang hama dan penyakit berdasarkan luas sampel 100 m2 lahan
green house.
3.3. Partisipasi Aktif dan Wawancara
Pengumpulan informasi juga dilakukan
dengan keikut sertaan dalam beberapa kegiatan budidaya cabai yang lain dan
pengendalian hama penyakit di bidang tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.).
data diperoleh melalui diskusi dan wawancara. Diskusi dan wawancara bertujuan
untuk memperoleh penjelasan dan pemahaman dari kegiatan yang dilakukan petani.
3.4. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam bentuk tabel dan selanjutnya
dianalisis secara deskriptif
berdasarkan sampel tanaman terpilih pada lahan green house.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi
Penelitian
Desa Sumberbrantas merupakan Desa yang
terletak diwilayah barat daya lereng Gunung Arjuno yang merupakan daerah pegunungan
dan mempunyai hamparan lahan pertanian yang memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat Desa Sumberbrantas. Penduduk Desa Sumberbrantas hampir keseluruhannya adalah
petani yang pada umumnya menghasilkan produk pertanian sayur mayur dan
Hortikultura. Di
Desa Sumberbrantas terdapat mata air Sungai Brantas yang mengalir ke beberapa
wilayah di Jawa Timur. Luas wilayah 541,1364
ha dan Batas Wilayahnya adalah Sebelah Utara Hutan atau Kabupaten Mojokerto Sebelah Timur Hutan Gunung Arjuno Sebelah Selatan Dusun Wonorejo Desa Tulungrejo dan
Sebelah Barat Hutan atau Gunung
Anjasmoro.
Karakteristik geografis tempat
berada pada ketinggian 1.400 m dpl dengan suhu rata-rata 240C dengan banyaknya
curah hujan 200 mm/bulan. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan) jarak
dari Pemerintah Kecamatan adalah 13 km
dan jarak ke pemerintah kota 18 km yang dapat ditempuh selama 30-45 menit.
4.1.2.
Macam-macam Penyakit yang Menyerang
Organisme pengganggu tanaman (OPT)
memberikan dampak buruk terhadap pertumbuhan cabai rawit jika tidak
dikendalikan secara maksimal maka akan menyebabkan kegagalan produksi, namun
lingkungan menjadi faktor utama agar terhindar dari OPT yang menyerang sehingga
hama perkembang biakannya
tidak berkembang pesat. Berdasarkan pengamatan
selama satu bulan ditemukannya penyakit cabai rawit munculnya penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
lingkungan yang kurang dirawat dan kurangnya perawatan secara intensif,
penyakit yang menyerang pada tanaman cabai rawit selama
pengamatan dapat
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel
1. Macam-macam penyakit yang
menyerang dalam green
house.
No.
|
Jenis Penyakit
|
Keterangan
|
1.
|
Layu Fusarium (Fusarium
oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.)
|
Layu fusarium menyerang tanaman cabai rawit kapan saja terutama
pada musim hujan, jamur mudah berkembang biak sehingga menyerang tanaman
dengan mudah dan menyebabkan tanaman mati.
|
2.
|
Embun Tepung (Powdery mildew Barley.)
|
Permukaan atas daun tampak bercak
nekrotis berwarna kekuningan. Jika daun dibalik, tampaklah tepung berwarna
putih keabu-abuan. serangan dimulai dari daun tua kedaun yang muda
|
Di musim hujan tanaman terancam oleh layu fusarium sedangkan di musim kemarau, tanaman diintai penyakit embun tepung yang
dapat merusak buah, penyakit tersebut sulit dikendalikan karena apabila
sudah terserang maka tanaman akan layu kemudian mati. Pada musim penghujan serangan penyakit tanaman cabai rawit
meningkat walaupun sudah memakai green
house karena
cendawan tersebut mudah menyebar bisa melalui peralatan pertanian, tangan dan pakain petani bahkan dari udara ia bisa
bertahan selama bertahun-tahun,
Jika penyakit tersebut tidak dikendalikan secara baik, maka dapat menyebabkan
petani mengalami kerugian. Beberapa data menunjukkan bahwasanya diketahui
berbagai macam penyakit ini meningkat drastis apa bila perubahan cuaca yang tidak stabil, dengan penanaman yang
terlalu rapat juga merupakan faktor utama munculnya berbagai penyakit utama
tanaman cabai rawit (Azzamy,
2016).
Berdasarkan
Tabel 1 diatas yang paling menurunkan produktivitas tanaman cabai rawit adalah Layu Fusarium (Fusarium
oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) dimana penyakit tersebut mampu berkembangbiak
secara cepat sehingga tanaman mudah mati. Faktor yang menyebabkan
rendahnya produktivitas cabai rawit
salah satunya adalah penyakit
tanaman. Salah satu penyakit tanaman cabai rawit adalah layu fusarium
dimana ketika tanaman terserang penyakit tersebut tidak dapat diobati sehingga
kegagalan panen akan terjadi karena fusarium mampu menyerang saat kecambah
hingga dewasa (Mahartha et
al., 2013).
4.2. Pembahasan
Pengamatan dalam satu
bulan kami tidak menemukan hama karena adanya pencegahan
yaitu dikendalikan dengan penyemprotan secara kimiawi dengan berkala selain
menggunakan pestisida kimia petani mencegah dengan pemangkasan tanaman, dan
menggunakan green house dimana hal
ini mencegah lingkungan tercemar dari berbagai hama dan
penyakit sehingga dapat mengatur suhu ruangan
maka kelembaban tetap
terjaga. Berbagai pencegahan
untuk mengendalikan penyakit dilakukan namun lebih ditekankan penggunaan kimiawi secara maksimal oleh kelompok tani
Anjasmoro IV walaupun memperoleh hasil yang
baik. Hasil pengamatan
ada 2 penyakit yang paling dominasi menyerang yaitu
penyakit Layu
Fusarium (Fusarium oxysporium F.
sp. Capsici Schlecht.) dan Embun Tepung (Powdery mildew Barley.)
pada tanaman cabai di lahan green house tersebut, tetapi
peggunaan kimiawi secara terus menerus akan berdampak negatif terhadap
lingkungan dan akan menyebabkan resistensi pada hama dan penyakit. Tingkat penyakit yang menyerang pada
cabai rawit yang paling dominan adalah penyakit Layu fusarium prosentase
serangan 11% (22 tanaman cabai rawit yang terserang) dengan jumlah 200 tanaman
pada 100 m2 lahan green house
serta jarak tanam 50x100 cm. Terlihat pada Gambar 1 tanaman cabai rawit yang terserang
penyakit layu fusarium di bawah ini.
Gambar
1.
Mengganti Tanaman cabai rawit yang
terserang penyakit layu fusarium di luar green house.
|
Layu fusarium sulit dikendalikan maka salah satu strategi
penanggulan apabila sudah terjadi yang digunakan petani adalah mengganti
tanaman yang terserang dengan tanaman baru di luar green house, karena dengan cara seperti ini dapat memutus bakteri
yang berkembang pada tanaman tersebut namun, petani dalam mencegah
timbulnya penyakit tesebut yaitu pengendaliannya masih menggunakan pestisida
kimia dengan rutin setiap minggu sebagai pengendalian utama yang menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan. Pengendalian Secara fisik merupakan pengendalian paling
sederhana, seperti eradikasi yaitu membasmi atau
mengurangi jumlah inokulum patogen yang terdapat pada suatu area, tanaman atau
bagian tanaman (benih atau akar) pada saat belum terjadi ledakan penyakit
seperti memusnahkan tanaman yang terinfeksi ketika masih sering terjadi maka strategi selanjutnya
system proteksi
adalah
membuat sekat antara patogen dan tanaman inang atau tanaman yang rentan
terserang penyakit
yaitu pengendalian
dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang disebut “pestisida”. Pestisida
yang digunakan tergantung pada jenis patogen yang menyerang. Bila patogen
berasal dari golongan bakteri digunakan bakterisida bila patogen dari golongan cendawan
digunakan fungisida dan untuk mengendalikan serangga digunakan insektisida (Fandicka,
2011)
Kerugian akibat penyakit layu fusarium pada tanaman cabai cukup besar
karena menyerang tanaman dari masa perkecambahan sampai dewasa. Penyakit ini
bisa mengakibatkan kerugian yang cukup besar akan tetapi apabila ada pencegahan
secara baik maka akan membuahkan hasil yang maksimal. Azzamy (2016), mengatakan bahwa untuk mengendalikan peyakit layu
fusarium yang sudah menyerang tanaman cabai maka dengan memusnahkan tanaman cabai
yang terinfeksi dengan tanaman baru, sanitasi yang baik, pergiliran tanaman,
dan menggunakan benih tahan terhadap Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) penyakit ini sulit dimusnahkan namun mencegah dan
mengurangi penyakit lebih baik agar perkembangannya tidak berkembang pesat.
Selanjutnya
penyakit embun tepung (Powdery mildew Barley.) yang menjadi nomor
kedua setelah penyakit
layu fusarium yang sering menyerang pada tanaman cabai rawit di
desa Sumberbrantas dengan Dusun Jurangkuali prosentase sekitar 7.45% (15
tanaman yang terserang). Terlihat
pada Gambar 2
tanaman cabai rawit yang terserang embun tepung berikut ini.
Gambar 3. Tanaman cabai rawit yang
terserang penyakit embun tepung
di dalam green house.
|
Embun tepung menyebabkan gugurnya
daun-daun muda yang baru terbentuk sesudah tanaman meranggas (masa gugur daun
tahunan). Gugurnya daun-daun baru karena embun tepung sering disebut gugur daun sekunder. Jika cuaca
membantu, embun tepung dapat menyebabkan gugur daun beberapa kali. Tanaman
terpaksa membentuk daun muda berulang-ulang dengan memakai banyak cadangan pati
yang terdapat dalam batang. Penyakit ini disebabkan oleh Oidiopsis sicula Seal,
Jamur ini mempunyai miselium tidak
berwarna, yang menjalar pada permukaan epidermis daun, membentuk haustorium
yang menembus epidermis dan menghisap makanan dari sel-sel jaringan di bawahnya,
menyebarnya penyakit ini adanya angin maka secara cepat embun tepung semakin
menyebar. Selain angin percikan air hujan juga merupakan salah satu faktor yang
menimbulkan spora embun tepung muncul kemudian berkembang secara meluas (Ginting,
2014).
Petani untuk mengendalikannya menggunakan fungisida
secara rutin dengan sistem semprot setiap minggu satu kali, selain fungisida juga dengan menggunakan blerang
dibakar karena mengandung bahan aktif
kalsium oksida atau
kapur berbentuk serbuk amorf atau
biasanya dalam bentuk gumpalan berwarna
putih. Senyawa ini bersifat
sangat reaktif, sehingga petani menggunakan mengenendalikannya dengan
membakar blerang (S), namun pengendaliann sistem seperti ini kurang dimaksimalkan karena mahalnya
bahan tersebut dan banyaknya menguras tenaga kerja sehingga pembakaran ini
hanya dilakukan satu bulan sekali. Pembakaran blerang dibakar pada tempat wadah yang sudah disediakan dapat dilihat
pada Gambar
3 di bawah ini.
Gambar 3. Wadah pembakaran
blerang di dalam green house.
|
Blerang (S) merupakan
salah satu bahan pestisida tertua
yang yang sudah
dikenal manusia karena bahan
aktif blerang bersifat keratolik asap dari debu pembakaran blerang dapat
membunuh virus dan bakteri pada tana
Foto 6. Pengendalian embun tepung dengan
pembakaran blerang.
|
Selain
pembakaran blerang dan fugisida petani dalam mencegah penyakit tersebut menggunakan
kultur teknis membersihkan lingkungan dengan sistem manual seperti mencabut
rumput, membuat drainase aliran yang baik, sanitasi lahan dan taktik untuk menghindari
masuknya pathogen dalam benih petani menggunakan varietas unggul yang tahan penyakit,
apabila terdapat tanaman yang sudah terserang penyakit embun tepung maka petani
memangkas sebagian tanaman untuk mencegah penularan penyakit ke tanaman yang lain.
Menurut Fandicka, (2011) salah satu pengendalian yang efektif untuk mencegah
timbulnya penyakit embun tepung sistem pengendaliannya adalah kultur teknis, pengendalian ini bertujuan mengelola
lingkungan tanaman agar tidak atau kurang cocok bagi kehidupan perkembangbiakan
patogen sehingga dapat mengurangi laju peningkatan populasi patogen dan
kerusakan tanaman seperti memangkas tanaman yang terserang agar
penularan penyakit berkurang, selanjutnya resistensi
horizontal, yakni
dengan menanam varietas tanaman yang mempunyai ketahanan lapang penggunaan
benih unggul ini dapat mencegah masuknya pathogen yang akan menyerang karena
ketahanannya sudah diuji sesuai standar nasional.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan
ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengendalian terhadap penyakit di Desa Sumberbrantas
Dusun Jurangkuali menggunakan pestisida kimia secera terus menerus, penggunaan
seperti ini memang cepat
mencegah
penyakit untuk berkembang
akan tetapi pada tanaman
cabai rawit di dalam green house masih ada dua penyakit tanaman yang ditemukan yaitu layu fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) dan embun
tepung (Powdery mildew Barley.),
pengendalian penyakit tersebut sulit dikendalikan salah satu petani
mengendalikannya dengan kimia setiap minggu, mengganti tanaman yang
terserang, sanitasi lahan dan pembakaran blerang.
2.
Penyakit yang menyerang adalah layu fusarium dengan tingkat serangan 11% (22
tanaman yang terserang) dan embun tepung 7.5% (15 tanaman yang terserang)
dengan jumlah 200 tanaman cabai rawit pada 100 m2 lahan green house serta jarak tanam 50x100
cm, penyakit ini sulit dicegah apabila lingkungan tidak terawat maka penyakit
tersebut akan semakin meningkat cara pengendaliannya yang efektif yaitu
mengganti tanaman yang terserang agar memutus penyebaran penyakit.
5.2. Saran
Foto 8. Penyemprotan
pestisida kimia pad tanaman cabai rawit dalam green house.
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Mengenal Hama dan Penyakit
Tanaman cabe Serta Pengendaliannya.
http://www.agrotek.net/2014/01mengenal-hama-dan-penyakit-tanaman-cabe.- html/. Diakses pada tanggal 19 Mei 2017
Anonim. 2017. 10 Manfaat Blerang yang
Luar Biasa Pentingnya. http://kliping.co/manfaat-belerang/. Diakses pada
tanggal 19 Mei 2017.
Arifin, M. 2012. Pengendalian Hama Terpadu
Pendekatan dalam Mewujudkan Pertanian Organik Rasional. J. IPTEK Tanaman Pangan Vol 7 (2): 98-107.
Azzamy. 2016. Hama dan
Penyakit Utama Tanaman Cabai Saat Musim Hujan.
http://mitalom.com/hama-dan-penyakit-utama-tanaman-cabai-saat-musim-hujan/.
Diakses pada tanggal 19 Mei 2017
Badan Pusat Statistika, 2014. Produksi cabai besar,
cabai rawit, dan bawang merah tahun 2013 No.68/08/Th. XVII. 4 Agustus 2014.
Dewi, A. A.; Ainurrasjid.; D. Saptadi. 2016. Identifikasi Ketahanan Tujuh Genotip Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L.) Terhadap Phytophthora capsici (Penyebab Penyakit Busuk Batang). J. Produksi Tanaman Vol 4 (3): 174-179.
Djarwaningsih, T. 2005. Capsicum spp. (Cabai): Asal, Persebaran dan Nilai Ekonomi. J. Biodeversitas Vol 6 (4): 292-296.
Fandicka. 2011. Pengendalian Hama dan penyakit. https://fandicka.wordpress.com/2011/04/04/pengendalian-hama-dan-penyakit/. Diakses
pada tanggal 23
September
2017
Ginting, B.
B. 2014. Penyakit Penting Tanaman Cabai. http://penelitianpertanian.blogspot.co.id/2015/07/penyakit-penting-tanaman-cabai.html.
Diakses pada tanggal 19 Mei 2017
Hakim, L.; E. Surya.; A. Muis. 2016. Pengendalian
Alternatif Hama Serangga Sayuran dengan Menggunakan Perangkap Kertas. J. Agro Vol III (2) : 21-33.
Mahartha, A, K.; K. Khalimi.; G. N. A. S. Wirya.
2013. Uji Efektivitas Rizhobakteria sebagai Agen antagonis terhadap Fusarium oxysporum f.sp. capsici
penyebab Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.). J. Agroekoteknologi Tropika Vol 2 (3):
145-154.
Meilin, A. 2014. Hama dan Penyakit pada Tanaman
Cabai serta Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jambi
Patty, A. J.
2012. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap
Penangkapan Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
pada Pertanaman Cabai. J. Agrologia
Vol 1 (1): 71-75.
Rahman, S. 2010. Meraup Untung Bertanam Cabai Rawit
dengan Polybag. ANDI OFFSET. Yogyakarta.
Ripangi, A. 2015. Budidaya Cabai. Javalitera.
Yogyakarta.
Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit
Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tjahjadi.
N. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Witiyaningsih, S. dan Y. Wuryandari. 1998 Pengaruh
Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia
galanga L.) Terhadap jamur colletotrichum
capsici penyebab Penyakit Antraknosa pada Buah Cabai. J. MIP Vol VII (17): 67-71.
Zulkarnain. 2010. Dasar-dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.
LAMPIRAN
1.
Dokumentasi Kegiatan
Foto 1. Tanaman cabai rawit terserang
penyakit layu fusarium.
|
Foto 2. Pengamatan tanaman yang terserang
hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit.
|
Foto 5. Proses penyemprotan penggunakan pestisida
kimia.
|
Foto 5. Proses penyemprotan penggunakan
pestisida kimia.
|
Foto 6. Pengendalian embun tepung dengan
pembakaran blerang.
|
Foto 6. Tanaman cabai
rawit yang terserang penyakit embun tepung.
|
Foto 4. Tanaman cabai rawit terserang
penyakit embun tepung.
|
Foto 4. Tanaman cabai rawit yang
tumbuh normal.
|
Foto 3. Mengganti tanaman yang layu
disebabkan oleh fusarium.
|
Foto 7. Diskusi sekaligus pembibitan
tanaman cabai rawit.
|
Foto
8. Penyemprotan
pestisida pada tanaman cabai rawit
di dalam green
house.
|
Foto 9. Diskusi tentang materi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar