BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Indonesia telah dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII,
namun kesadaran nasional sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX.
Kesadaran itu muncul sebagai akibat dari sistem pendidikan yang dikembangkan
oleh pemerintah kolonial. Karena, melalui pendidikanlah muncul kelompok
terpelajar atau intelektual yang menjadi motor penggerak nasionalisme
Indonesia. Melalui tangan merekalah, perjuangan bangsa Indonesia di dalam
membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat memasuki
babak baru. Inilah yang kemudian dikenal dengan periode pergerakan nasional.
Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan bersenjata tetapi dengan
menggunakan organisasi modern.
Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa untuk
bersatu, bebas, dan merdeka dari penjajahan. Meskipun begitu, harus diakui
bahwa munculnya kesadaran berbangsa itu juga merupakan dampak tidak langsung
dari perluasan kolonialisme. Oleh karena itu, para mahasiswa yang menjadi
penggerak utama nasionalisme Indonesia bisa disebut sebagai tokoh penggerak
dari masyarakat.
Sedang faktor yang berasal dari luar negeri antara lain
kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1905 yang mampu mengangkat rasa
percaya diri bahwa bangsa berwarna bisa mengalahkan bangsa kulit putih,
lahirnya nasionalisme di kawasan Asia dan Afrika yang berhasil membentuk
negara-negara baru, serta beberapa prinsip dari Woodrow Wilson yang termuat
dalam Wilson 14 points. Semua nilai-nilai yang berasal dari luar itu berhasil
diserap oleh para tokoh pelajar intelektual kita yang sedang belajar di luar
negeri.
- Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan
nasionalisme yang ada di Indonesia?
2. Bagaimanakah prasyarat integrasi,
derivasi, paham kebangsaan, dan desentralisasi nasionalisme yang ada di
Indonesia?
- Tujuan
1. Dapat mengetahui perkembangan
nasionalisme yang ada di Indonesia.
2. Dapat mengetahui prasyarat,
derivasi, paham kebangsaan, dan desentralisasi nasionalisme yang ada di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
- Nasionalisme
1.
Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat
suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan
cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut
merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Arti lain
dari Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Menurut Ernest Gellner (1983)
nasionalisme adalah prinsip politik, yang berarti bahwa satuan nation harus
sejalan dengan satuan politik.
Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme.
Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama
bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit
bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di
atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut:
- Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
b. Nasionalisme ialah suatu keinginan
akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa.
c. Nasionalisme ialah suatu kebaktian
mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati
yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada
bagian-bagiannya.
d. Nasionalisme adalah dogma yang
mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu
sendiri.
Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20
dengan kekuatan-kekuatan berikut: :
- Keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;
- Perluasan kekuasan negara kebangsaan;
- Pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan
- Konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.
Kini nasionalisme mengacu ke kesatuan, keseragam-an,
keserasian, kemandirian dan agresivitas. (Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168). Spanyol
sebagian besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang kuat,
sedangkan di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas
dasar-dasar nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya
politis juga. Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk
yang paling jelas untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam
wujud revolusi besar Perancis dan Amerika Utara.
Integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan
pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Lagi
pula Wertheim juga menegaskan bahwa faktor-faktor seperti perubahan ekonomi,
perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika
kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan
kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada reaksi aktif
nasionalisme Indonesia. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan secara panjang
lebar dalam bab-bab buku karangannya yang berjudul : Indonesian Society in
Transision: A Study of Social Change(1956).
Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya
pada derajat integrasi tertentu. Nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan
nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya yaitu bangsa Indonesia tetap
mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru yang disepakati
bersama. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan
kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan
terhadap pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam
masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku,
agama, maupun ras.
Hal-hal yang mendorong munculnya
faham nasionalisme , antara lain:
1. Adanya campur tangan bangsa lain
misalnya penjajahan dalam wilayahnya.
- Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan absolut, agar manusia mendapatkan hak – haknya secara wajar sebagai warga negara.
3. Adanya ikatan rasa senasib dan
seperjuangan.
4. Bertempat tinggal dalam suatu
wilayah.
Sejarah munculnya faham nasionalisme
di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang kemerdekaan Amerika Serikat
terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di Inggris. Melalui
revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia antara lain
:
a. Hasrat untuk mencapai kesatuan
b. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
c. Hasrat untuk mencapai keaslian
d. Hasrat untuk mencapai kehormatan
bangsa.
Elemen-elemen nasionalisme yang
paling penting adalah:
a. Suatu proses pembentukan, atau
pertumbuhan bangsa-bangsa.
b. Suatu sentimen atau kesadaran memiliki
bangsa bersangkutan.
c. Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.
d. Suatu gerakan sosial dan politik
demi bangsa bersangkutan.
e. Suatu doktrin dan/atau ideologi
bangsa, baik yang umum maupun yang khusus.
2.
Fase Pertumbuhan Nasonalisme di Indonesia
1. Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia dalam dinamika sejarah diawali
oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran
Stovia, sekolahan anak para priyayi Jawa, di sekolah yang disediakan Belanda di
Jakarta.
2. Kebangkitan nasionalisme tahun 1928, yakni 20 tahun pasca
kebangkitan nasional, di mana kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan
bahasa ke dalam satu negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh
para pemuda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi kedaerahan
seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan lain sebagainya, kemudian
diwujudkan secara nyata dengan menyelenggarakan Sumpah Pemoeda di tahun 1928.
3. Masa revolusi fisik kemerdekaan. Peranan nyata para pemuda pada masa
revolusi fisik kemerdekaan, nampak ketika mereka menyandra Soekarno-Hatta ke
Rengas-Dengklok agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Mereka
sangat bersemangat untuk mewujudkan nation state yang berdaulat dalam
kerangka kemerdekaan.Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya sifat
keturunan seperti warna kulit, ras dan sebagainya.
4. Perkembangan nasionalisme tahun 1966 yang menandai tatanan baru dalam
kepemerintahan Indonesia. Selama 20 tahun pasca kemerdekaan, terjadi huru-hara
pemberontakan Gestapu dan eksesnya. Tampaknya tanpa peran besar mahasiswa dan
organisasi pemuda serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966,
Soeharto dan para tentara sulit bisa memperoleh kekuasaan dari penguasa orde-lama
Soekarno.Tetapi sayang, penguasa Orde Baru mencampakan para pemuda dan
mahasiswa yang telah menjadi motor utama pendorong terbentuknya NKRI tersebut
dideskriditkan, dan bahkan sejak akhir tahun 1970-an para mahasiswa dibatasi
geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus.
Nasionalisme
agama Adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi
politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis
adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.
5. Perkembangan nasionalisme masa reformasi. Nasionalisme tidak selesai
sebatas masa pemerintahan soeharto, melainkan terus bergulir ketika reformasi
menjadi sumber inspirasi perjuangan bangsa meskipun melalui perjalanan sejarah
yang cukup panjang.
Pemberantasan korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan
penegakan hukum dan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana strategis
untuk membangkitkan semangat cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa,
tetapi semuanya tampak bohong belaka. Ini membuat generasi sekarang
menjadi gamang terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Sehingga di berbagai
daerah muncul gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan daerahnya
terhadap negara Indonesia.
Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun
terasa semakin hilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh jadi,
penyebab dari memudarnya rasa nasionalisme ini juga disebabkan oleh
karena paradigma tentang bangsa dan nasionalisme yang kita anut, berjalan
di tempat. Nasionalisme Indonesia hanya akan muncul di saat adanya intervensi
dari negara lain, seperti Malaysia yang mengaku kebudayaan Indonesia, sementara
itu di luar masalah Malaysia tersebut nasionalisme masyarakat Indonesia masih
sangat kecil.
- Nasionalisme Indonesia Sebagai Prasyarat Integrasi Nasional
1.
Integrasi Nasional di Indonesia
Persatuan dan kesatuan terasa begitu sangat indah. Dilihat
dari kata-katanya saja kita bisa membayangkan kehidupan di dalamnya akan sangat
penuh dengan kebahagian, ketenangan dan saling bersatu. Inilah yang selalu di
dambakan dan diimpikan oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini.
Integrasi nasional yang dimaksud disini adalah kesatuan dan
persatuan negara. Melihat keadaan dan kondisi dari Indonesia dewasa ini,
integrasi nasional tidak bisa diwujudkan dengan mudah atau seperti membalikkan
telapak tangan, ini semua disebabkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
Di dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia sekarang
ini, rasa persatuan dan kesatuan Indonesia bisa dikatakan tidak ada, kita lebih
mementingkan kepentingan individu dari pada kepentingan bersama sebagai wujud
bahwa kita negara yang benar-benar bersatu.
Contohnya bahwa persatuan dan kesatuan itu tidak ada dapat
kita lihat di dalam masyarakat. Paratai-partai politik yang terdapat di
Indonesia sangatlah banyak, partai-partai itu saling berebut untuk mendapatkan
posisi yang paling tinggi dengan cara apapun, dari sini bisa memicu suatu
perkelahian massa yang sangat banyak. Misalnya satu partai melaksanakan
kampanye disuatu daerah, kemudian di daerah tersebut pendukung partai ini bisa
dikatakan hanya sepertiga dari masyarakat di daerah itu, maka bila ada
pendukung partai itu melakukan suatu kegiatan yang dipandang oleh masyarakat
sangat tidak menyenangkan maka akan terjadi perkelahian massa yang akan
menimbulkan korban.
Tidak hanya itu saja sifat kedaerahan yang kita anut juga
sebenarnya adalah penyebab dari tidak terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan
sebagai satu bangsa di dalam diri kita. Kita hanya selalu membanggakan daerah
kita masing-masing, selalu hanya membela daerah kita apabila ada masalah, tapi
apabila negara kita dalam masalah kita hanya bisa mengatakan bahwa itu urusan
pemerintah, ini yang salah pada diri kita, urusan negara bukan hanya urusan
pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab kita sebagai masyarakat bangsa
Indonesia.
Dari
uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme yang baik, akan
mewujudkan integrasi nasional yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
2.
Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi Nasional
a.
Meningkatkan nasionalisme.
Meningkatkan nasionalisme dengan antisipasi pengaruh negatif
globalisasi terhadap nilai nasionalisme. Langkah- langkah untuk mengantisipasi
dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain
yaitu:
- Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
- Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
- Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
- Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
- Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
b.
Meningkatkan integrasi nasional
secara vertical (pemerintah dengan masyarakat).
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
- Menerapkan rezim terbaik bagi Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 32),
Yaitu rezim yang sebagaiman terdapat dalam UUD 1945 dan
Pancasila. Dimana dalam UUD 1945 dinyatakan 4 tujuan negara yaitu: melindungi
seluruh golongan masyarakat dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan ikut serta menciptakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian abadi, dan
Pancasila sebagai sumber filsafat negara yaitu: Ketuhanann Yang Mahaesa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmah ebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
- Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan
sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia
yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada
mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak
boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan bukan
hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan “The minority has its say, the
majority has its way” harus kita pahami secara arif dan kontekstual.
- Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret
Tegas dan tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan
bangsa, yang mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan
otonomi daerah, desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris
mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minoritas, permberdayaan putra daerah,
dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain
undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan
sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA
tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.
- Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional
Dalam hal, memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.
Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal maupun informal, harus memilikim
kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina
dan memantapkan integrasi nasional. Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara
tentang kondisi objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini,
serta setelah itu “bermimpi” tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi
kita kurang tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita
lakukan. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor
penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan
integrasi nasional.
c.
Meningkatkan integrasi nasional secara horizontal antar
masyarakat Indonesia yang plural.
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
a. Membangun dan menghidupkan terus
komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa
Indonesia untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908,
Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas
pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan
alam pikiran bangsa Indonesia.
b.
Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat yang
berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa
tidak memandang perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan
perbedaan-perbedaan lainnya yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi
juga kultural. Pranata di masyarakat kelak harus mampu membangun mekanisme
peleraian konflikk (conflict management) guna mencegah kecenderungan
langkah-langkah yang represif untuk menyelesaikan konflik.
c.
Meningkatkan
integrasi bangsa Ramlan Surbakti (1999: 52), adalah penyatuan berbagai kelompok
sosial budaya dalam satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional.
Diandaikan, masyarakat itu berupa masyarakat majemuk yang meliputi berbagi suku
bangsa, ras, dan agama. Di Indoonesia integrasi bangsa diwujudkan dengan a)
penghapusan sifat kultural utama dari kelompok minoritas dengan mengembangkan
semacam kebudayaan nasional biasanya kebudayaan suku bangsa yang dominan, atau
b) dengan pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok
kecil. Negara Indonesia menempuh cara b ini, yakni menangani masalah integrasi
bangsa dengan kebudayaan nasional yang dilukiskan sebagai puncak-puncak (hal
yang terbaik) dari kebudayaan daerah, tetapi tanpa menghilangkan (bahkan
mengembangkan) kebudayaan daerah.
d.
Mengembangkan perilaku integratif di Indonesia Ramlan
Surbakti (1999: 55), dengan upaya bekerja sama dalam organisasi dan
berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu pencapaian tujuan
organisasi. Kemampuan individu, kekhasan kelompok, dan perbedaaan pendapat
bahkan persaingan sekalipun tidak perlu dipertentangkan dengan kesediaan
bekerja sama yang baik. Perilaku integrative dapat diwujudkan dengan mental
menghargai akan perbedaan, saling tenggang rasa, gotong royong, kebersamaan,
dan lain-lain.
e.
Meningkatkan integrasi nilai di antara masyarakat. Integrasi
nilai Ramlan Surbakti (1999: 54), adalah persetujuan bersama mengenai
tujuan-tujuan dalam prinsip dasar politik, dan prosedur-prosedur lainnya,
dengan kata lain integrasi nilai adalah penciptaan suatu system nilai (ideology
nasional) yang dipandang ideal, baik dan adil dengan berbagi kelompk
masyarakat. Integrasi nilai Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai
system nilai bersama.
- Deriasi Konsep Nasilonalisme Indonesia
Negara-bangsa Menurut pasal 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa
negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Republik
merupakan bentuk negara kesatuan Indonesia yaitu :suatu bentuk pemerintahan
yang bersifat antihesis monarki dan kepala seorang raja dan dengan system
pemilihan umum untuk menduduki jabatan politiknya.
Selain bentuk dan kedaulatan negara konstitusi UUD 1945 juga
memuat ketentuan-ketentuan tentang kelengkapan negara yang terdiri dari dasar
lembaga legislatif, ksekutif dan yudikatif pemerintah daerah.
Warga Negara UUD 1945 menentukan bahwa yang menjadi warga
negara Indonesia adalah orang-orangIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain
disahkan dengan UU sebagai warga negara. Ada perbedaan konsepsi antar warga
negara dan penduduk yaitu : bahwa penduduk adalah warganegara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Dasar Negara Pancasila, setelah Indonesia merdeka terjadi
perdebatan serius tentang dasar negara Indonesia. Perdebatan ini terjadi
tentang dasar negara antar kelompok Islam yang mengehndaki Islam sebagai dasar
negara dan golongan nasionalis. Perbedatan akhirnya menghasilkan sebuahkompromi
yakni BPUPKI, bersepakat menghasilkan sebuah mukadimah. Pada tanggal 22Juni
1945 kesepakatan ini ditandatangani sehingga dokumen tersebut dikenal dengan
PiagamJakarta (Jakarta Charter) setelah kemerdekaan kesepakatan ini
dipersoalkan bahwa orang-orang Kristen yang sebagian besar berada di wilayah
Timur menyatakan tidak bersedia bergabung dengan RI kecuali jika beberapa unsur
dalam Piagam Jakarta di hapuskan, akhirnya dasar idology dan konstitusi negara
akhirnya kelompok Islam sepakat menghapuskan unsur-unsur Islam yang telah
mereka rumuskan dalam Piagam Jakarta. Sejak diterimanya usul tersebut dan
ditetapkan UUD 1945 sebagai UUD negara RI. Sejak peristiwaitu maka dasar negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat adalah Pancasila dan kelimasilanya.
- Paham Nasionalisme Atau Paham Kebangsaan
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama
manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Hal ini dimulai
dari timbulnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri. Bangsa-bangsa yang
tertindas kolonialisme, misalnya Indonesia, lahir semangat untuk mandiri dan
bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan
kemerdekaan dan tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat
keikutsertaan semua orang atas nama bangsa. Dasar pembenaran tersebut,
selanjutnya mengkristal dalam konteks paham ideology kebangsaan yangbiasa
disebut dengan nasionalisme. Dari sinilah kemudian lahir konsep-konsep lain
seperti bangsa(nation), negara(state), dan gabungan keduanya yang menjadi konep
negara bangsa(nation-state) sebagai komponen-komponen yang membentuk Identitas
Nasional atau kebangsaan.
Paham nasionalisme atau paham kebangsaan terbukti sangat
efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman
kolonial. Semangat nasionalisme dipakai sebagai metode perlawanan secara
efektif oleh para penganutnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Larry Diamond
dan Mars F. Planttner, bahwa para penganut nasionalisme dunia ketiga secara
khas menggunakan retronika antikolonialisme dan antiimperialis. para penganut
nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki
dapat diwujudkn dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam
bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation)..
Nasionalisme adalah paham yang pada mulanya merupakan
unsur-unsur pokok nasionalisme yang terdiri atas keturunan, suku bangsa, tempat
tinggal, agama, bahasa, dan budaya, kemudian berubah dengan masuknya 2 unsur
yaitu persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang persamaan dalam
masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan.
Aspek mendasar timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah.
Melalui aspek sejarah, suatu bangsa memiliki rasa senasib sepenanggungan serta
harapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Dengan demikian
nasionalisme adalah sikap politik dan sikap social suatu kelompok masyarakat
yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, tujuan, dan cita-cita.
Nasionalisme sebagai suatu peristiwa sejarah, selalu
bersifat kontekstual, sehingga nasionalisme di suatu daerah dengan daerah lain
atau antarzaman tidaklah sama. Gerakan nasionalisme yang mulanya lebih
menekankan pada kesetiaan dan menjaga keutuhan negara, dapat berkembang menjadi
sikap yang untuk menguasai wilayah lain.
Munculnya paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan
dari situasi politik decade pertama abad ke-20. Pada waktu itu, semangat
menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita
bersama untuk kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh
pergerakan nasional. Soekarno mengungkapkan keyakinan watak nasionalisme yang
penuh nilai-nilai kebangsaan, juga meyakinkan pihak-pihak yang berseberangan
pndangan bahwa kelompok nasional dapat bekerja sama dengan kelompok manapun,
baik kelompok islam maupun marxis.
- Integrasi Nasionalisme dan Hubungannya Dengan Otoda (Desentralisasi)
1.
Pengantar
Dalam era Otonomi Daerah yang mulai dilaksanakan oleh daerah-daerah
di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia, tampaknya nasionalisme menjadi
urgen untuk diperbincangkan kembali. Mengapa? Apakah semangat nasionalisme
bangsa Indonesia mulai diragukan makna dan hakekatnya? Apakah semangat
nasionalisme bangsa Indonesia sudah luntur? Apakah memang perlu mendengungkan
kembali dan mendarahdagingkan kembali semangat nasionalisme untuk kepentingan
nasional atau kepentingan daerah? Banyak pertanyaan yang meletup dalam hati
kita, bahwa kondisi sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, dan hankam bangsa
Indonesia yang sedang “sakit” ini, membutuhkan kearifan berpikir, bertindak,
dan berbangsa dalam koridor keutuhan bangsa Indonesia.
Segala sesuatu yang terjadi pada akhir-akhir ini, merupakan
sebuah paradoks yang luar biasa dalam kehidupan bangsa. Berlakunya UU Otonomi
Daerah tidak bisa dilepaskan dengan konteksnya. Ketidakadilan antara Pusat dan
Daerah dan tuntutan Daerah untuk bisa mengelola assetnya sendiri merupakan
kenyataan kontemporer bangsa Indonesia saat ini. Sementara itu, bangsa dan negara Indonesia
yang masih mengalami krisis multisegi yang berkepanjangan ini, masih harus
menghadapi berbagai gejolak dan goncangan pergolakan sosial dalam bentuk
kerusuhan dan kekerasan masyarakat yang cenderung menjurus ke arah terjadinya
disorganisasi sosial dan disintegrasi masyarakat dan bangsa Indonesia yang
majemuk ini. Tantangan disorganisasi sosial dan disintegrasi bangsa semakin
terasa ketika situasi konflik semakin meningkat dalam bentuk benturan sosial
dengan aksi kekerasan yang bersifat brutal dan destruktif disertai isu-isu
konflik bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).
Sementara itu, dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah.
Otonomi daerah ternyata banyak menimbulkan masalah dan gesekan-gesekan berbagai
kepentingan baik kepentingan daerah itu sendiri, antar daerah, maupun
antaradaerah dengan pusat. Masalahnya menjadi kompleks dan tidak bisa
diselesaikan secara sembarangan pula. Otonomiitu sendiri sebenarnya bukan
merupakan barang baru, namun masih juga dipahami secara berbeda-beda oleh
berbagai kalangan.
Hal ini menunjukkan bahwa Otonomi Daerah merupakan hal yang
selalu manarik dan aktual di Indonesia. Mengapa? Pertama, Indonesia
adalah Negara Kesatuan, sehingga sebagai Negara Kesatuan, bangsa Indonesia harus
terus menerus berupaya memperkokoh integrasi nasional. Dari sudut ini,
perbincangan tentang Otonomi Daerah akan memperlihatkan adanya dua mainstream
di dalam masyarakat. Pada satu pihak menganggap bahwa Otonomi Daerah merupakan
ancaman terhadap integrasi nasional dan pada pihak lain justru berpendapat
sebaliknya. Kedua, negara Indonesia masih berada pada tahap membangun
(negaraberkembang) yang potensi sumber daya alam dan manusianya belum terkelola
secara optimal. Padahal, keotonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh sumber
dana dan kemampuan manajerial daerah tersebut. Sumber dana sangat bergantung
pada SDA dan kemampuan manajerial sangat bergantung pada SDM. Ketiga, negara
Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dari segi geografis mempunyai kepadatan
penduduk dan SDA yang berbeda-beda pula. Selain itu masalah hubungan antar
elite politik secara horisontal maupun vertikal, masalah pengelolaan sumber
daya daerah, masalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan
masalah penataan organisasi pemerintah daerah merupakan hal yang akan muncul
secara terus menerus dan membutuhkan kesiapan daerah untuk memanajnya. Jadi,
sampai sekarang pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia masih menjadi masalah
nasional.
Berbagai perdebatan sekitar otonomi daerah pun banyak
bermunculan. Antara otonomi atau federasi merupakan perdebatan tajam tentang
usaha menata kembali negara Indonesia setelah reformasi ini. Namun demikian,
terlepas dari perdebatan tersebut, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah telah disahkan dan telah diberlakukan. Ini berarti, menjadi hal yang
kurang bijak apabila kita selalu mempertajam debat tentang “otonomi atau
federasi”. Yang lebih penting adalah bagaimana menyikapi UU tersebut dalam
konteks perkembangan Negara sekarang ini agar dalam pelaksanaannya tidak
memunculkan permasalahan yang ujung-ujungnya justru memperkuat disintegrasi
bangsa Indonesia. Salah satu upaya untuk mengaplikasikan Pemerintahan Daerah
sekarang adalah dengan menyadari pentingnya dan melaksanakan nasionalisme.
2.
Tinjauan Historis Pembangunan Daerah / Otonomi Daerah
Sebenarnya, otonomi daerah merupakan sebuah kenyataan
sejarah yang sejak dahulu telah ada pada bangsa Indonesia. Semasa Kerajaan
Mataram misalnya, dalam konsep kekuasaan Jawa (Moedjanto, 1987), pemerintahan
raja sebenarnya merupakan hubungan yang hirarkis antara satuan-satuan kekuasaan
yang berdiri sendiri, sangat otonom, dan dapat mencukupi kebutuhan sendiri,
yang secara vertikal dihubungkan oleh ikatan-ikatan perorangan di antara
beberapa pemegang kekuasaan/ bupati
Pada masa kolonial, pemikiran tentang otonomi pun dipandang
penting untuk melangsungkan eksploitasi kolonial. Politik Kolonial Belanda yang
bertolak dari anggapan bahwa desa adalah tulang punggung ketentraman dan
ketertiban hendak mempertahankan otonomi desa dengan segala konsekuensinya.
Pada prinsipnya, fungsi-fungsi yang bersifat nasional berada di tangan
Pemerintah Pusat antara lain fungsi keamanan,moneter, hubungan luar negeri.
Fungsi-sungsi yang bersifat lokal diserahkan kepada daerah.
Pemerintah Orde Baru membakukan pendekatannya terhadap
realisasi otonomi daerah melalui UU No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di
Daerah dengan menyebut bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban daripada hak,
sehingga kontrol Pemerintah Pusat terhadap daerah menjadi amat ketat. Proses
desentralisasi dalam rangka otonomi kenyataannya justru mengalami kemandegan
sejak diberlakukannya UU No.4 tahun 1974 itu. Pelaksanaan dekonsentrasi menjadi
dominan dan hampir semua pembangunan direncanakan oleh Pemerintah Pusat dengan
Bappenasnya, pembiayaan ditentukan oleh Pusat, pelaksananya Kepala Daerah yang
sekaligus menjabat sebagai Gubernur, Bupati/ Walikota sebagai penguasa tunggal
di daerahnya.
3.
Nasionalisme dalam Konteks Negara Bangsa
Munurut Hans Kohn (1984), nasionalisme adalah suatu paham
yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada
Negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan
tanah tumpah darahnya, dengan tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi di
daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.
Akan tetapi baru pada akhir abad XVIII, nasionalisme menjadi suatu perasaan
yang diakui secara umum. Nasionalisme itu makin lama makin kuat peranannya
dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun yang
bersifat pribadi.
Dalam perkembangannya nasionalisme itu tidak lepas dari
konteks sejarahnya. Oleh karena itu ingatan kolektif suatu bangsa yang berasal
dari ingatan kolektif lokal sangat berperan dalam membentuk nasionalisme. Bagi
bangsa Indonesia, nasionalisme yang berkembang mempunyai dua sifat kesamaan,
yaitu faktor solidaritas atas persatuan Indonesia yang menjembatani berbagai
macam perbedaan daerah dan mempunyai unsur konflik (penentangan) terhadap
kelompok-kelompok sosial tertentu yang dirasakan asing dan aneh. Kaum
nasionalis menggerakkan kekuatannya terhadap dua hal, yaitu terhadap dominasi
kekuasaan kolonial dan terhadap penguasa tradisional yang sangat feodalistis.
Sementara itu, dalam perkembangan sebuah bangsa,
nasionalisme menjadi dasar dan kekuatan suatu bangsa dalam membangun negara dan
bangsanya. Istilah ini sering disebut sebagai Nation Building.
Nation building pada prinsipnya merupakan sebuah proses terus-menerus
menuju terciptanya sebuah negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas dasar
ideologinya. Dengan kata lain, nation buildingmerupakan proses pembentukan
kesatuan bangsa yang utuh. Sementara itu, nation sendiri menunjuk pada suatu
komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsur yang
berbeda dalam aspek etnik, kelas atau golongan sosial, aliran kepercayaan,
kebudayaan, linguistik, dan sebagainya. Kesemuanya terintegrasikan dalam
perkembangan historis sebagai kesatuan sistem politik berdasarkan solidaritas
yang ditopang oleh kemauan bersama. Heterogenitas dalam berbagai segi
kehidupan, unsur-unsurnya digembleng menjadi suatu homogenitas politik dan
lazimnya terwujud sebagai negara nasional. Negara nasional itu sendiri menjadi
wahana yang berfungsi untuk adaptasi, mempertahankan kesatuannya, memperkokoh
proses integrasinya serta mencapai tujuan eksistensinya.
Kedaulatan Indonesia, proses nation building bergulir untuk
terus menerus menciptakan Indonesia yang utuh. Penolakan terhadap federasi,
pertentangan ideologi Pancasila versus Komunisme dan kemudian masalah posisi
militer dalam kehidupan negara merupakan bagian dari proses nation building
tersebut. Itulah sebabnya dalam proses tersebut haruslah tidak boleh melupakan,
apalagi meninggalkan unsur-unsur dinamika lokal.
Di Indonesia, nasionalisme berkembang melalui Pergerakan
Nasional atau gerakan sosial yang mampu menciptakan arena politik selaku medium
komunikasi bagi kaum terpelajar. Fungsi utamanya adalah mengintegrasikan kaum
elite politik. Itulah sebabnya sebagian warga kota, massa rakyat kecil di
kota-kota dan pedesan berjalan lambat, sehingga sampai kini proses
demokratisasi terus menerus perlu diusahakan. Dengan demikian nasionalisme
masih perlu dilembagakan di kalangan rakyat melalui segala macam wahana sistem
politik negara nasional sehingga mampu menciptakan kultur politik beserta
demokrasinya sesuai dengan ideologi nasional Pancasila.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Ciri-ciri nasionalisme dapat ditangkap dalam beberapa
definisi nasionalisme sebagaiberikut:
1.Nasionalisme
ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2.Nasionalisme
ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise
bangsa.
3.Nasionalisme
ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang
kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4.Nasionalisme
adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan
bangsa demi bangsa itu sendiri.
- Saran
Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus
melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme pada hakekatnya adalah
untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang
segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu orang per orang,
kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak
membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras. Oleh karena itu, dengan adanya
makalah ini diharapkan dapat membantu kita terkhususnya pemakalah agar tetap
berjiwa nasionalisme.
- Daftar Pustaka
Pancasila.weebly.com/pengertian-nasionalisme.html
Ariveny.blogspot.com/2014/11/26/nasionalisme-indonesia-sebagai.html
Ariveny.blospot.com/2014/11/26/derivasi-konsep-nasionalisme-indonesia.html
Scazda.wordpress.com/2014/11/26/paham-nasionalisme-atau-kebangsaan/
Eprints.undip.ac.id/2014/11/26/nasmOtda.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar