BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infiltrasi
adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang umumnya (tetapi tidak mesti)
melaliu permukaan dan secara vertical (Arsyad, 2010). Jika cukup air, maka air
infiltrasi akan bergerak terus kebawah yaitu kedalam profil tanah. Gerakan air
kebawah di dalam profil tanah disebut perkolasi.
Infiltrasi
adalah proses meresapnya air atau proses meresapnya air dari permukaan tanah
melalui pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan yang
jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan
mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Sedangkan yang
dimaksud dengan daya infiltrasi (Fp) adalah laju infiltrasi maksimum yang
dimungkinkan, ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari
tanah. Besarnya daya infiltrasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju
infiltrasi (Fa) adalah laju infiltrasi yang sesungguhnya terjadi yang
dipengaruhi oleh intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi.
Laju infiltrasi adalah banyaknya air
persatuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah dinyatakan dalam mm jam-1
atau cm jam-1. Pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi
cenderung tinggi. Setelah tanah menjadi
jenuh air, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Kondisi
permukaan, seperti sifat pori dan kadar air tanah, sangat menentukan jumlah air
hujan yang diinfiltrasikan dan jumlah runoff (Hakim, et al, 1986).
1.4 Rumusan Masalah
1.
Apa itu infiltrasi?
2.
Bagaimana pengaruh tanaman terhadap infiltrasi?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian infiltrasi
2. Untuk
mengetahui pengaruh tanaman terhadap infiltrasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air
(umumnya berasal dari curah hujan) masuk kedalam tanah. Perkolasi merupakan
proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih
dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (speege). Laju maksimal
gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas
infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam
menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari
pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.
Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam).
Air infiltrasi yang tidak kembali
lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk
seterusnya mengalir ke sungai disekitar. Salah satu proses yang berkaitan
dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi adalah infiltrasi.
Infiltrasi adalah proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke
dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah
meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Pada kondisi kapasitas lapang air
yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih rendah energi
potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan
aliran bawah permukaan lainnya (base flow).
Air yang berada pada lapisan air
tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan
gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam
tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada
suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat
tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut
laju perkolasi.
Ketika air hujan jatuh diatas
permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisikpermukaan tanah, sebagian atau
seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk kedalam tanah melalui pori-pori
permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujankedalam tanah disebabkan oleh
tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi
air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat
mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, kebawah, dan kearah horizontal
(lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relative
kecil.
Mekanisme
infiltrasi melibatkan 3 proses yang tidak saling mempengaruhi :
a.
proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah
b.
tertampungnya air hujan tersebut didalam tanah
c.
proses mengalirnya air tersebut ketempat lain (bawah, samping, atas)
2.2 Pengaruh Tanaman Terhadap
Infiltrasi
A.
Tanaman Biasa
Banyaknya
tanaman yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau menaikkan kapasitas
infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tanaman penutup, air hujan tidak dapat
memampatkan tanah, dan juga akan terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi
sarang/tempat hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang
dan lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi sangat permeabel.
Kapasitas infiltrasi bisa jauh lebih besar daripada tanah yang tanpa penutup
tanaman walaupun infiltrasi tersebut tidak maksimal.
Air yang
tertahan oleh lapisan kedap air (misalnya batu) membentuk air tanah. Pengaruh
tumbuh-tumbuhan terhadap daya serap sukar ditentukan, karena tumbuh-tumbuhan
juga mempengaruhi intersepsi. Meskipun demikian, tumbuh-tumbuhan penutup seperti
diatas meningkatkan infiltrasi jika dibandingkan dengan tanah terbuka, sebab :
ü
Tumbuhan
penutup menghambat aliran permukaan, sehingga memberikan waktu tambahan pada
air untuk memasuki tanah
ü
Sistem
akarnya membuat tanah lebih mudah dimasuki daun-daunnya melindungi tanah dari
tumbukan oleh tetes air hujan yang jatuh dan mengurangi muatan air hujan
dipermukaan tanah.
ü
Sifat-sifat
yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah struktur tanah yang
sebagian ditentukan oleh tekstur dan kandungan air. Unsur struktur tanah yang
terpenting adalah ukuran pori dan kemantapan pori.
A. Tanaman Hutan
Hutan juga menahan air hujan yang
jatuh dengan infiltrasi yang paling tinggi, air hujan yang jatuh tertahan oleh
tajuk (intersepsi), air intersepsi menguap kembali ke udara. Pada hujan yang
tidak lebat seluruh air hujan dapat diintersepsi., makin besar tajuk dan
biomassa makin banyak air hujan yang diintersepsi. Banyaknya hujan yang
dintersepsi bervariasi 10-40 % (Soemarwoto, 1991). Setelah tajuk hutan jenuh
air, baru air hujan jatuh atau menetes dari tajuk sebagai air lolosan.
Sebagian hujan mengalir melalui daun
lalu ke batang (aliran batang) dan selanjutnya mengalir ke tanah. Aliran batang
dan air lolosan akhirnya sampai lantai hutan sebagai curahan atau presipitasi.
Air di lantai hutan diserap serasah dan humus (intersepsi serasah). Setelah
serasah jenuh dengan air, sebagian air akan mengalir di atas permukaan tanah
sebagai air larian. Sebagian air meresap ke tanah mengisi lengas tanah menjadi
air simpanan, pengisian air simpanan disebut suplesi. Suplesi
diperbesar/dipermudah kalau ada serasah (ada intersepsi oleh serasah) karena
tanah menjadi gembur akibat aktivitas makhluk hidup tanah. Makin besar suplesi,
maka makin kecil, baik air larian maupun aliran air sungai. Pembuangan serasah
dapat meningkatkan air larian sebesar 4 % (Soemarwoto, 1991).
Air simpanan adalah sumber untuk
aliran air dalam jangka panjang, sebagian keluar melalui mata air dan menambah
aliran air. Hutan dapat pula mengurangi air simpanan melalui evapotranspirasi,
sehingga hutan mempunyai dua pengaruh yang berlawanan terhadap besarnya aliran
dasar. Hutan dapat meningkatkan suplesi air, tetapi hutan juga mengurangi air
simpanan karena evapotranspirasi, hal ini sangat terasa pada musim kemarau.
Di AS, konversi hutan campuran
berdaun lebar menjadi hutan Pinus telah menyebabkan penurunan aliran air, yaitu
pada umur 23 tahun Hutan tersebut menurunkan aliran air 20 – 25 cm atau 20 %
aliran air sebelum konversi (Soemarwoto, 1991). Umumnya pembangunan hutan
menambah aliran air pada waktu hutan masih muda, setelah dewasa pengaruh
tersebut menurun. Konversi hutan untuk pemukiman dan industri serta jalan mengakibatkan
peresapan (suplesi) air menurun, sehingga air larian dan aliran air meningkat,
sehingga volume air simpanan menurun, kapasitas mata air menurun dan aliran
dasar akan menurun (bahkan mengering) akibatnya sungai dari parennial (mengalir
tahunan) menjadi sungai periodik (musiman). Sumur pun tidak dapat diandalkan
terutama musim kemarau.
Pada reboisasi dan penghijauan lahan
kritis menjadi hutan yang berhasil, maka laju evapotranspirasi dan suplesi air
simpanan akan meningkat. Reboisasi dan penghijauan yang berhasil akan menaikkan
peresapan air, sehingga air simpanan naik untuk memasok mata air dan sumur,
walaupun sebenarnya aliran air total berkurang karena naiknya laju intersepsi
dan evapotranspirasi. Jika pembangunan hutan menggunakan dengan jenis yang
mempunyai evapotranspirasi yang tidak cocok tidak akan meningkatkan air
simpanan karena air simpanan habis terpakai oleh evapotranspirasi. Transpirasi
selain tergantung pada jenis tumbuhan juga tergantung pada tingkat kesuburan
tanah, semakin subur tanah semakin tinggi laju transpirasi.
Dalam suatu DAS, indikasi DAS yang
rusak adalah jika aliran maksimumnya (Qmaks) besar dan aliran minimumnya (Qmin)
kecil, sehingga nisbah Qmaks/Qmin besar. Sebagai contoh Soemarwoto (1991)
melaporkan DAS Citanduy mempunyai nisbah Qmaks/Qmin dari 813:1 tahun 1968
menjadi 27:1 tahun 1983, jadi reboisasi berhasil, tetapi aliran air tahunan
turun drastis dari 9.300 juta m3 tahun 1968 menjadi 3.500 m3
tahun 1983. DAS Citarum tahun 1919-1923 rata-rata 47 % CH nya menjadi aliran
air dan pada 1970-1975 meningkat menjadi 52 %, aliran air naik karena luas
hutan menurun sekitar 33 % tahun 1960.
2.3 Macam-macam Tanaman Penutup Tanah Untuk
Infitrasi
A.
Tanaman penutup tanah rendah
Tanaman penutup tanah rendah terdiri
dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat atau menjalar:
- Dipakai dalam pola pertanaman rapat: Calopogonium muconoides Desv, Centrosema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.
- Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.
B.
Tanaman Penutup Tanah sedang (perdu)
- Dipakai dalam pola pertanaman teratur di antara baris tanaman pokok: Clibadium surinamense var asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
- Digunakan dalam pola pertanaman pagar: Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan). Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandiflora PERS (turi), Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel), Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde) dan Indigofera arrecta Hooscht.
C.
Tanaman penutup tanah tinggi atau
tanaman pelindung
- Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
. Infiltrasi adalah proses masuk
atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan
meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai
kapasitas lapang. infiltrasi akan semakin meningkat apa bila banyaknya
tanaman sebagai penutup tanah dimana tanaman mampu mengendalikan air yang cukup
deras sehingga serapannya disimpan dalam tanah dengan cepat, dan tanaman hutanlah
yang masuk katagori efektif dalam infiltrasi.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini semoga
para penbaca dapat memahami lebih luas lagi. Apabila ada sesuatu yang tidak
sesuai ritme dalam penulisan dan keselarasan bahasa mohon untuk memberikan
masukan dan komentar karena manusia tak luput dengan yang namanya salah.
DAFTAR
PUSTAKA
Kodoatie,
R.J. dan Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: Andi.
Linsley
Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,
Jakarta.
Maidment,
RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York Sastrodarsono Suyono
dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramitha.
Bandung
Todd,
(1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York. Viessmann, W.,
Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology. Harper Collins
Pub., New York.
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi
Tanah dan Air. Insitut Pertanian Bogor Press. Bogor
D. Juanda, dkk. 2003. Kajian
Laju Infiltrasi Dan Beberapa Sifat Fisik Tanah Pada Tiga Jenis Tanaman Pagar
Dalam Sistem Budidaya Lorong. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 4 (1) :
25-31
Hasurllah. 2011. Studi
Pengaruh Infiltrasi Air Hujan Terhadap Kestabilan Lereng. Jurnal Ilmu-Ilmu
Tekhnik-Sistem, Vol 5 No 2: 1-13
Hakim, Nurhajati, dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung
Siradz, Syamsul., Bambang DK dan Suci Handayani. 2007. Peranan Uji In Situ Laju Infiltrasi dalam
Pengelolaan DAS Grindulu-Pacitan. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7
No. 2 : 122-126
Siswanto dan Joleha. 2001. System Drainase Untuk Meningkatkan Pengisisn (Recharge) Air Tanah.
Jurnal Natur Indonesia III (2) : 129-137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar