Reinterpretasi dan Sosialisasi Nilai-nilai
Pancasila dalam Perspektif Sosial Politik
§ Tataran normatif
ü Dalam Pancasila terendap prinsip yang sangat penting bagi usaha menjaga kehidupan
berbangsa dan bernegara: “persatuan dalam keanekaragaman dijiwai ketuhanan”.
ü Relasi sosial yang diwarnai
oleh
loyalitas daerah, kinship, etnis, agama, ideologi dikembangkan menjadi relasi sosial penuh
trust, reciprocal relationships, networking dan komitmen dengan spirit manusia sebagai mahluk Tuhan.
ü Prinsip tersebut diderivasi menjadi sikap dan tindakan yang mengedapankan: monoteisme, kemanusiaan, gotong-royong, pemerataan dan keadilan sosial. Sikap dan tindakan tersebut diyakini mampu mengatasi segala bentuk penindasan.
§ Bagaimana dalam kehidupan nyata?
ü Konsep Pancasila secara normatif tidak berubah
ü Tetapi konstruksi
dari waktu-waktu Pancasila berubah,
dan nampak beragam, mengikuti
perubahan politik dan struktur kekuasaan.
ü Sosialisasi Pancasila bervariasi, mengikuti kepentingan politik rejim. Era Soekarno berbeda dengan era Soeharto, dan berbeda
pula dengan era pasca-Soeharto.
§ Tantangan sosialisasi Pancasila dan kebutuhan kedepan
ü Tidak dalam ruang vacuum, berpapasan dg kepentingan politik dan struktur kekuasaan
ü Globalisasi, kapitalisme dan praktek-praktek transnational (pasar bebas,
eksploitasi
sumberdaya alam, keputusan strategis) dan fundamentalisme/ radikalisme agama
ü Dibutuhkan konstruksi sesuai
dengan spirit hidup berbangsa dan bernegara NKRI
ü Dibutuhkan keperpihakan akademik (critical notes) à seperti apa?
§ Pergeseran/perubahan konstruksi
Pancasila (kehidupan nyata)
§ Rasionalitas instrumental (Castells)
§ Legitimasi kekuasaan rejim/penguasa
Konstruksi
Era Soekarno
Interpretasi dan
sosialisasi Pancasila
Konstruksi
Era
Soeharto
• Pancasila tidak berada
dalam ruang
vacuum
• Interpretasi dan
sosialisasi Pancasila
terkait dengan kepentingan politik
dan struktur kekuasaan
Konstruksi
Pasca Soeharto
Lahir konstruksi-konstruksi
baru bersamaan dengan kehadiran rejim politik
Konteks politik
(platform)
§ Nation and
character
building,
politik sebagai panglima, anti Barat
§ Tarik-menarik ideologi negara:
Pancasila, Islam dan
komunisme
§ Pancasila sebagai instrumen politik
membangun integrasi sosial
§ Kultur politik polyarchy
(mengakui ada beberapa pusat
kekuasaan), dialog
§ Mengakomodasi perbedaan
§ Demokrasi elitis (pimpinan), musyawarah mufakat
(gagal?)
§ Stabilitas rendah, pemerintah
jatuh-bangun
1
Interpretasi dan
sosialisasi nilai- nilai Pancasila
era Soekarno
§ Rumusan Pancasila
sederhana, mudah
dicerna (Soekarno: bukan menciptakan, tetapi digali dari
bumi Indonesia)
§ Agen: komunitas politik
§ Arena masyarakat
sipil, pengetahuan lokal
Kultur politik Strategi sosialisasi
Konteks politik
(platform)
§ Pertumbuhan ekonomi, membuka
investasi, pro-Barat
§ Komunisme dihabisi, nasionlisme direduksi
(de-Soekarnoisasi), Islam dikooptasi,
§ Pancasila sebagai instrumen
pembenar,
memperkuat legitimasi rejim
§ Kultur politik olektivisme (hanya ada
satu
pusat kekuasaan):
§ Alergi/tabu dengan perbedaan,
monoloyalitas, keseragaman
§ Meliteristik, dwifungsi, carrot and stick, sentralisasi, clientelism
§ Stabilitas tinggi (32 tahun berkuasa)
2
Interpretasi dan
sosialisasi nilai- nilai Pancasila
era Soeharto
§ Rumusan Pancasila rumit, sulit
dicerna, menjemukan
§ Agen: client rejim Soeharto
§ Arena: negara, indoktrinasi
§ Terjadi monopoli dan manipulasi interpretasi Pancasila
Kultur politik Strategi
sosialisasi
Struktur kekuasaan
era Soeharto (clientelism)
The Ruling Class
•Rejim Soeharto
•Didukung meliter
•Didukug lembaga
donor
internasional/asing
•Birokrat client
•Monoloyalitas
•Bagian dari ABG
•Pelaku bisnis client (KKN)
•Media client,
corong
•Intelektual client (tukang, pengetahuan pembenar/proyek)
•Komunitas politik client
(Golkar) à bagian ABG
•LSM “plat merah”
Misal: Inpres
• Rakyat, posisi sangat
lemah
•Bukan warga
negara
tetapi
client politik (dieksploitasi)
•Sebagai obyek pembangunan,
mobilisasi, tidak ada partisipasi
•Pelaku bisnis, media,
intelektual, komunitas politik, LSM marginal,
terpuruk, dihancurkan secara sistematis
•Berkembang selama 32 tahun
•Pragamtisme mengalahkan idealisme
•Materialisme mengabaikan ideologi
Tantangan reinterpreasi dan soialisasi Pancasila: Globalisasi/Neo Kolonialisme & Imperialisme
Neo kolonialisme dan imperialisme
üJargon: globalisasi
üPasar bebas,
liberalisasi perdagangan
üTransnational practices
•Penguasaan pasar
•Komoditas hiburan, kuasai media
•Menjauhkan generasi muda dari
akar budaya,
1 local knowledge/wisdom (lepas dari akar
budaya)
•Memandulkan kesadaran berbangsa
dan
bernegara, hedonisme
à internasionalisasi?
•Kehancuran kemandirian ekonomi dan
kepribadian secara sistematis
2 •Eksploitasi sumberdaya alam (energi
terbarukan
dan tak terbarukan) à investor justru diundang?
•Menciptakan ketergantuangan ekonomi,
teknologi dan keahlian à kolonialisasi melalui pengetahuan
•Degradasi lingkungan à climate change
Ø Disandera kepentingan
kapitalisme global
dan transnational practices
Ø Kehancuran identitas politik
Ø Dimanakah
Pancasila? Untuk apakah Pancasila?
•Intervensi kebijakan dan keputusan strategis
(menguasai hajad
orang banyak) à kesehatan,
3 pendidikan
•Jasa lembaga riset,
lembaga donor/
perbankan/jaringan NGO internasional
•Kehancuran kedaulatan politik secara sistimatis
Semakin canggih dengan ICT
Implikasi
struktur kekuasaan
•Reijim (penguasa)
•Transnational practices
•Kekuatan kapitalis global
Sub-elite: birokrat
meliter, partai politik
The Ruling
Class
•Pelaku bisnis, media,
Persekongkolan
•Pelaku bisnis, media,
intelektual, komunitas
politik dan LSM nasional
terpinggirkan, hancur
intelektual, komunitas,
dan
LSM kategori “hitam”
•Tidak memiliki komitmen
• Rakyat, posisi semakin lemah (pembiaran)
•Bukan warga negara konsumen
•Kehancuran kemandirian ekonomi, kedaulatan
politik, dan kepribadian
•Apa mereka masih
membutuhkan Pancasila?
•Legitimasi negara declining
•Resistensi identitas dan ideologi
Tantangan reinterpreasi
dan soialisasi Pancasila: Fundamentalisme
•Rentang gerakan
keagamaan
•Bukan hanya Islam,
tetapi juga agama-agama lain
üBassam Tibi: a political
ideology based on the politicizing
of
religion for sociopolitical and
economic goals in the pursuit of
establising a divine orde
Jargon: gerakan
moral
Jargon: gerakan negara
agama
Humanity‟s
rules
Sekularistik
Refleksi hubungan
agama-negara
Simbiotik
Integralistik
God‟s rule
•Agama ranah
privat
• Agama terpisah dari
negara
•Negara lebih domin
(menguasai agama)
•Sekularisme • Negara „digarami‟ dengan agama
• Agama dan negara
bertemu, tetapi tidak lebur/menyatu (tetap memiliki identitas)
•Toleransi, pluralisme
• Agama dan negara
tidak terpisah
• Agama lebih dominan
(menguasai negara)
• Fundamentalisme
Tantangan reinterpreasi dan soialisasi Pancasila:
an ethnification of the state and nation (Michael
Jacobsen)
Habibie:
•Pemilu langsung
•Sistem multi-partai
•Keterbukaan pers
An ethnification of
state and
nation
ü Mengelola administrasi,
fiskal, pemimpin
üIkatan etnis (himpit dengan
wilayah kab/kota)
üMengelola sumberdaya alam
üKerjasama internasional
• Bertahan dari serangan globalisasi
• Bertahan dari intervensi
pemerintah pusat
• Jaringan internasional LSM
• Teknologi informasi dan
komunikasi
Era
Soeharto
üStabilitas
üCarrot
and stick, meliteristik
üSetor
ke pusat, dikelola pusat
üMengikuti sistem juklak/juknis
Bonding Bridging
•Semu?
•Versi Orde Baru
Catatan penutup
q Pembahasan dalam diskusi ini
bereferensi pada tradisi pikir social constructionism, menempatkan intrepretasi dan sosialisasi Pancasila sebagai kegiatan yang dipengaruhi oleh sejarah, proses
politik, institusi, nilai dan norma sosial, serta pengetahuan yang menjadi bagian dari politik rejim
(knowledge, emperical and normative).
q Social constructionism berkembang dalam sosiologi berkat jasa Berger and Luckmann (The Social Construction of Reality, 1966), ketika itu membahas masalah sosiologi pengetahuan. Kemudian memperoleh bentuk-bentuk metodologi yang semakin kompleks (antara lain: Gergen,1985; Spector and Kitsuse,1987; Woolgar,1988).
q Tantangan reinterpretasi dan sosialisasi Pancasila kedepan adalah: (1) globalisasi yang amat memanjakan kapitalis transnational-practices, (2) fundamentalisme agama-agama, dan (3) an ethnification of state and nation yang diperkirakan semakin menguat bersama desentralisasi.
q Tantangan-tantangan tersebut perlu menjadi agenda penelitian UGM (misal: 5 tahun), dengan mengembangkan multi-diciplinary approach (pendekatan multi-disipliner), hindari salah kaprah
dengan istilah “multi-disiplin”. Hasil penelitian tersebut menjadi input bagi kebijakan strategik melakukan reinterpretasi dan sosialisasi Pancasila.
q Persiapan untuk mencanangkan agenda penelitian tersebut antara lain bisa dilakukan dengan
cara: (1) mengembangkan teori dan metodologi yang relevan, supaya terhindar dari
“otak-atik-
gatuk”, (2) sumberdaya manusia yang cerdas dan memiliki komitmen yang kuat, (3) anggaran
yang
memadai, dan (4) mengembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai kalangan yang peduli Pancasila.
Terimakasih atas perhatian anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar