HAK ORANG MUSLIM KEPADA ORANG YANG
MMENINGGAL DUNIA
MEMANDIKAN
Adapun dalil yang menerangkan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam
sebuah hadist Rasulullah SAW :
عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم قا ل: فى ا لذ ي
سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر - رواه ا لبخرو مسلم
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang
yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun
bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
2. Syarat Memandikan Jenazah
Beberapa syarat wajib memandikan jenazah yaitu :
a. Mayat itu beragama Islam,
b. Lengkap tubuhnya atau ada bahagian tubuh lainnya walaupun sedikit,
c. Jenazah tersebut tidak dalam keadaan mati syahid
(mati dalam peperangan membela agama Allah).
3. Hukum Memandikan Jenazah
Jumhur Ulama atau lapisan terbesar dari ulama memfatwakan bahwa
memandikan mayat muslim, hukumnya ialah fardhu kifayah, artinya jika
telah dilaksanakan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban semua mukallaf.
MEMANDIKAN
MAYIT
Batas
minimal memandikan mayit adalah :
1. menghilangkan najis yang ada pada tubuh
mayyit
2. mengguyurkan air secara merata ke seluruh
tubuh mayit termasuk juga farjinya tsayyib (kemaluan wanita yang sudah tidak
perawan) yang tampak ketika duduk atau bagian dalam alat kelamin laki-laki yang
belum dikhitan (kulup)[1]
Keterangan:
Kusus mengenai anak laki-laki yang belum
dikhitan (berkelopak kulit) jika air tidak bisa sampai kebawahnya maka hukumnya
diperinci sebagai berikut :
a.Jika di bawah kelopak kulitnya suci, maka
sebagai ganti membasuh adalah di tayammumi
b.Jika dibawah kelopak kulitnya najis yang tidak
bisa dihilangkan kecuali dipotong. Maka haram memotongnya.
Mengenai penanganan laki-laki ini terjadi
perbedaan pendapat dikalangan ulama’ :
Menurut imam romli : cukup dikafani dan dikubur
tanpa disholati
Menurut imam ibnu hajar : ditayammumi kemudian
disholati dan dikubur. Pendapat ibnu hajar ini mendapat dukungan dari syeikh al
fadani, sebab mengubur mayit dengan tanpa disholati menandakan kurang adanya
penghormatan.[2]
Sedangkan cara mentayammumi mayit yang praktis
sebagai berikut :
Kedua tangan orang yang tayammum diletakkan pada
debu
Tangan kanannya diusapkan pada wajah mayit,
seraya niat : نويت
التيمم عن تحت القلفة هذاالميت لله
Tangan kiri diusapkan pada tangan kanan mayit
Tangan kanan diletakkan pada debu lagi untuk
diusapkan pada tangan kiri mayit.
Cara memandikan yang lebih sempurna, sebagai
berikut :
tempat memandikan sepi, tertutup dan tidak ada
orang masuk kecuali orang yang bertugas.
Ditaburi wewangian, semisal dengan membakar
dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit, selain juga
karena ada ulama yang berpendapat supaya malaikat turun memberikan rahmatnya
(mahfudz at-tarmasi juz 3 hal. 399-402)
Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang
agak tinggi, seperti di atas dipan atau dipangku oleh tiga atau empat orang.
Hal ini dilakukan guna mencegah mayit supaya tidak terkena percikan air
Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua
anggota tubuhnya, jika tidak memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup
auratnya saja yang ditutup yaitu antara pusar sampai lutu
Orang yang memandikan wajib memakai alas tangan
ketika menyentuh auratnya (antara pusar sampai lutut). Dan sunah beralas tangan
ketika menyentuh bagian tubuh selain aurat.
Perut mayit diurut dengan tangan kiri secara
perlahan oleh orang yang memandikan secara berulang-ulang agar kotoran yang ada
di perut mayit dapat keluar.
Membersihkan dua lobang kemaluan dengan
menggunakan tangan kiri yang wajib dibungkus dengan kain.
Membersihkan gigi mayit dan kedua lubang
hidungnya dengan jari telunjuk tangan kiri yang beralaskan kain basah dan jika
terkena kotoran maka harus disucikan terlebih dahulu.
Mewudhukan mayyit persis seperti wudlunya orang
yang hidup, baik rukun maupun sunnahnya, niatnya mewudlukan mayyit adalah : نويت
الوضوء لهذا الميت “saya niat
mewudlukan pada mayit ini”
Membasuh mayyit mulai kepala hingga telapak kaki
dengan air sabun, sampo atau daun bidara dengan cara :
@Mengguyurkan air ke kepala mayyit
@ Mengguyur sebelah kanan bagian depan anggota
tubuh mayit dimulai dari leher sampai telapak kaki mayit
@ Mengguyur sebelah kanan bagian belakang
anggota tubuh mayit dengan agak memiringkan posisinya, mulai leher sampai kaki.
Kemudian sebelah kiri juga dimulai dari bagian leher sampai kaki.
Keterangan :
@Untuk basuhan nomer 8 ini, belum dihitung
basuhan yang wajib dalam memandikan mayit, sebab air yang digunakan bukan air
yang thohir muthohir.
Mengguyur seluruh tubuh mayit mulai kepala
sampai kaki dengan air yang murni (tidak tercampur dengan sabun atau daun widara)
untuk membilas sisa-sisa daun bidara, sabun atau sesuatu yang ada pada tubuh
mayit, dengan posisi mayit dimiringkan.
Keterangan :
Basuhan ini juga tidak bisa dihukumi basuhan
yang wajib sebab air tersebut (meski air murni) namun akhirnya akan berubah
(thahir goiru muthohir) sebab terkena bekas sabun, sampo, daun bidara yang
berada pada tubuh mayit
Mengguyur seluruh tubuh mayit yang ketiga
kalinya dengan memakai air yang dicampur sedikit kapur barus, yang tidak sampai
merubah kemutlakan air atau bisa dengan cara diguyur dengan air bersih murni
(tanpa kapur barus) sampai rata keseluruh tubuh mayit, lalu tubuh mayit
diperciki dengan air kapur barus
Keterangan :
Basuhan ini merupakan basuhan yang wajib dalam
memandikan mayit. Pada saat basuhan terakhir ini disunahkan untuk membaca niat
:
نويت الغسل لاستباحة الصلاة عليه \
نويت الغسل عن هذه الميت
"saya niat memandikan mayyyit ini / saya
niat memandikan untuk memperbolehkan menyolatinya"
Menyisir rambut dan jenggot mayit yang tebal
dengan perlahan (jika rambutnya acak acakan) memakai sisir yang longgar agar
tidak ada rambut yang rontok. Jika ada rambut yang rontok maka harus diambil
dan dikembalikan, namun kesunnahannya dibungkus dengan kain kafan kemudian
dikebumikan bersama mayit.
Hal ini jika mughtasil (orang yang memandikan)
menghendaki membasuh sebanyak tiga kali, apabila menghendaki yang lebih
sempurna lagi maka mayit bisa dimandikan dengan 5/7 basuhan.
@untuk lima kalli basuhan maka dengan urutan
sebagai berikut :
1.Air sabun/daun widara
2.Air pembilas (muzilah)
3. Basuhan ke 3,4 dan 5 memakai air bersih yang
di campur sedikit kapur barus atau sejenisnya
@ untuk 7 kali basuhan maka dengan urutan
sebagai berikut :
1. Air sabun/daun widara
2. Air pembilas (muzilah)
3. Air sabun/daun widara
4. Air pembilas (muzilah)
5. Basuhan ke 5,6 dan 7 air bersih yang dicampur
sedikit kapur barus dan sejenisnya
Tambahan :
Paling sempurna memandikan mayit adalah Sembilan
basuhan, berbeda dengan pendapat al-muksyi yang mengatakan bahwa tujuh basuhan
adalah batas maksimal kesempurnaan memandikan mayit, lebih dari itu hukumnya
makruh karena termasuk Isrof(berlebihan)
Haram menelungkupkan mayit pada saat memandikan
sebab hal tersebut menandakan penghinaan kepada mayit.
SYARAT ORANG YANG MEMANDIKAN
Harus sejenis atau ada hubungan mahrom atau ada
ikatan suami istri, atau mayit adalah seorang anak kecil yang belum menimbulkan
potensi syahwat. Jika tidak di temukan, maka mayit cukup ditayammumi dengan
ditutupi semua anggota badannya selain anggota tayammum. Dan orang yang
menayammumi harus beralas tangan (Ibrahim al-bajuri juz 1 hal. 246)
Memiliki keahlian dalam memandikan mayit
Orang yang memandikan dan orang yang membantunya
harus memiliki sifat amanah (dapat di percaya), dalam artian : seandainya dia
memberitahukan suatu kondisi menggemvirakan yang Nampak dari mayit, maka
beritanya dapat dipercayai kebenarannya. Sebaliknya, jika melihat hal-hal yang
tidak menggembirakan, maka ia mampu untuk merahasiakannya (Ibrahim al-bajuri
juz 1 hal. 24
SHOLAT JENAZAH
Sholat jenazah
hukumnya fardhu kifayah. Nabi telah memerintahkan yang demikian, seperti yang
tersebut dalam riwayat dari Abu Hurairah, suatu ketika ada orang yang meninggal
lalu di bawah ke hadapan Nabi, sedangkan si mayit tersebut masih mempunyai
hutang,lalu Nbi bertanya; ‘’Apakah ia meninggalkan harta untuk membayar
hutangnya ?”jika dikatakan kepada beliau ada harta peninggalannya maka beliau
mensholatinya, namun jika tidak ada maka beliau berkata kepada kaum
muslimin (para sahabat) solatilah teman/ saudara kalian! ‘’ ( Hr Bukhari :
1251, An Nasa’I : 1960 )
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani , ada seseorang sahabat Nabi meninggal
pada perang Khaibar, lalu di kabarkan kepada Rasulullah, maka beliau bersabda,
‘’Solatilah teman kalian! ‘’ mendengar sabda tersebut para sahabat menjadi hera
dan wajah-wajah mereka berubah ‘’ kemudian Nabi bersabda:
إنّ صاحبكم غلّ
فى سبيل
الله
“sesungguhnya teman kalian itu telah berbuat
curang di jalan Allah ‘’. (Hr Malik, Abu Daud :2710, An Nasa’I; 464).
Kemudian kami memeriksa
barang bawaannya dan kami dapatkan perhiasan dari perhiasan Yahudi yang
harganya tidak lebih dari 2 dirham ( Hadist ini dinyatakan sohih oleh Al-Al
Bani)
-
Hadist Aisyah, dari Nabi, beliau bersabda:
ما من ميّت يصلّى
عليه أمّة من المسلمين يبلغون مائة كلّهم
يشفعون له إلاّ شفّعوا
فيه
“Tidaklah seorang meninggal lalu disholati
oleh seratus orang muslim, kemudian semuanya meminta syafa’at untuk jenazah
itu, kecuali Allah akan memberikan syafa’at pada jenazah itu.”(Hr Muslim : 947)
Dengan memperhatikan ketiga hadist diatas,
maka kita dapat mengetahui bahwa :
a. Betapa
besarnya pahala orang yg hadir untuk melakukan sholat jenazah, terlebih lagi
jika dia ikut serta sampai selesai pemakaman jenazah itu.
b. Semakin
banyak orang yg melakukan sholat jenazah, maka akan semakin baik dan
bermanfa’at bagi jenazah itu.
c. Besar
dan pentingnya kedudukan tauhid, sehingga do’a para ahli tauhid dikabulkan oleh
Allah.
d. Dianjurkan
untuk yg hadir melakukan sholat jenazah adalah para muwahidun (ahli tauhid).
e. Dianjurkan
membuat tiga shof dibelakang imam, sebagaimana hal ini ditunjukan oleh
hadisst-hadist shohih yg lainnya.(lihat riwayatnya dalam Sunan Abu Daud : 3150,
Tirmidzi : 1033, Ibnu Majah : 1490
Tanda
baik dan buruknya mayyit :
Tanda-tanda mayyit yang baik :
1. Keningnya berkeringat
2. Kedua matanya mengeluarkan air mata
3. Janur hidungnya mengembang
4. Wajahnya ceria
Tanda- tanda mayit jelek :
1. Wajahnya kelihatan sedih dan takut.
2. Ruhnya sulit keluar, bahkan sampai seminggu
3. Kedua sudut bibirnya berbusa.
Tanda-tanda diatas bisa kelihatan semua, atau
hanya sebagiannya saja.[7]
Keterangan
Apabila ada tanda yang baik maka sunnah untuk
disiarkan kecuali jika mayyit dhohirnya ahli maksiat atau orang fasik, maka
tidak boleh di siarkan, agar perilaku jeleknya tidak ditiru orang lain.
Bila ada tanda yang jelek maka wajib
dirahasiakan, kecuali dhohirnya mayit adalah orang yang ahli maksiat atau orang
fasik, maka boleh untuk diberitahukan orang lain agar perilaku jeleknya tidak
diikuti orang lain
Kesunnahan Setelah Ruh Dicabut
1. Memejamkan kedua matanya dengan mengusap
wajahnya sambil membaca :
بسم الله وعلى ملة رسول
الله صلى الله عليه وسلم
bila belum berhasil maka tariklah kedua lengan dan
ibu jari kakinya secara bersamaan.
2. Kedua rahangnya hingga kepala bagian atas
diikat dengan kain yang lebar agar mulut tidak terbuka.
3. Sendi-sendi tulang dilemaskan dengan cara
melekukkan tangan pada lengan, betis pada paha, paha pada perut agar mudah
didalam memandikan dan mengkafaninya
4. Pakaian mayit dilepas dengan pelan, lalu
mayit ditutupi dengan kain yang tipis, ujungnya diselipkan dibawah kepala dan
kedua kaki.
Keterangan;
a. Untuk mayit laki-laki yang dalam keadaan
ihrom maka kepalanya harus terbuka (tidak boleh ditutupi)
b. Untuk mayit perempuan yang sedang ihrom maka
wajahnya tidak boleh ditutupi.
5. Mayit diletakkan ditempat yang agak tinggi,
sekira tidak menyentuh tanah, seperti di atas dipan (amben), agar tanah yang
basah tidak mengenainya (supaya tidak segera membusuk)
6. Membakar dupa atau menaburkan wewangian
disekitar mayit, agar bau yang tak sedap menjadi hilang
7. Meletakkan sesuatu (selain mushaf) yang agak
berat di perut mayit, dengan cara benda tersebut di bujurkan dan diikat agar
perutnya tidak mengembang. Untuk beratnya kira-kira 54,3 gram atau 0,5 ons
8. Segera melunasi hutang dan melaksanakan
wasiatnya
Tajhizul mayit artinya merawat atau mengurus
seseorang yang telah meninggal. Hukum tajhiz adalah fardlu kifayah bagi setiap
orang mukallaf yang mengetahui atau menyangka atas kematian seseorang.
TATA CARA PEMAKAMAN
Mengubur jenazah di pekuburan lebih utama
daripada di tempat khusus. Dalam membawa jenazah ke pekuburan disunnahkan
menaruh posisi kepala di arah depan walaupun bukan arah kiblat.[1]
Sedangkan lubang kubur, minimal harus memenuhi
beberapa persyaratan diantaranya:
1. Bisa menutupi dari bau busuknya mayit dan
bisa melindungi mayit dari binatang buas (tidak bisa digali dan dimakan
binatang buas)
2. Berupa galian, tidak cukup jika berupa
bangunan di atas tanah sekalipun bisa melindungi dari binatang buas.
Sedangkan yang paling utama yaitu membuat galian
yang luas dan dalam setinggi orang normal berdiri dengan mengangkat tangannya
ke atas atau sekitar 4 ½ dzira’ atau 2,25 M Galian ini bisa berbentuk dua macam
yaitu :
Lahd, yaitu melubangi bagian bawah dari lubang
kubur pada sisi arah kiblat setelah menggali sedalam 2,25 M. Ini lebih utama
(afdol) di daerah dengan struktur tanah yang keras.
Syaq, yaitu membuat galian di tengah-tengah
lubang kubur seperti galian sungai. Ini lebih utama(afdol) di daerah dengan
struktur tanah yang gembur dan lunak.
Tata cara penguburan mayit yang paling sempurna
dan sesuai dengan kesunahan adalah sebagai berikut :
Meletakkan jenazah sebelum dimasukkan ke liang
kubur di posisi kaki kubur (sebelah selatan liang lahat).
Mengangkat jenazah, lalu diturunkan ke liang
kubur dengan posisi kaki terlebih dahulu.
Dikubur tanpa memakai alas, bantal atau peti.
Hukum menggunakan ini semua makruh kecuali dalam keadaan darurat seperti ketika
lahatnya berair.
Orang yang masuk ke dalam liang lahat
disunnahkan ganjil, afdolnya tiga orang.
Menutup liang kubur dengan kain ketika prosesi
pemakaman supaya tidak terlihat aurat mayit jika terbuka.
Mayit diletakkan berbaring miring dan sisi tubuh
bagian kanan (lempeng kanan) menempel di tanah, makruh bila menggunakan sisi
tubuh bagian kiri. Adapun menghadapkan ke kiblat hukumnya wajib.
Sunnah bagi yang menguburkan mengucapkan :
“بسم الله وَعَلَى
مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وآله وسلم “
Melepas ikatan kafan mayit pada kepala mayit dan
membuka kafan yang menutupi pipi mayit lalu menempelkannya ke tanah.
Meletakkan bantalan dari tanah (biasanya
berbentuk bulat) pada bagian belakang tubuh mayit seperti belakang kepala dan
punggung, kemudian menekuk sedikit bagian tubuh mayit ke arah depan supaya
tidak mudah untuk terbalik atau menjadi terlentang.
Adzan dan iqomah dengan lirih, lalu menutup
liang dengan papan sebelum ditutup dengan tanah dengan menaikkan sedikit urukan
tanah setinggi jengkal.
Setelah proses penguburan selesai, berdiam
sebentar untuk dibacakan talqin serta memperbanyak istighfar bagi mayit.
TALQIN MAYIT
Telah umum dalam masyarakat kita, selesai
jenazah dimakamkan salah seorang dari pihak keluarga mayit duduk disamping
makam lalu mulai melafadzkan bacaan talqin[i] bagi mayit. Namun dewasa ini, ada
satu kelompok yang mengklaim dirinya paling mengikuti al-Qur’an dan sunnah
dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in menyatakan bahwa talqin mayit adalah
bid’ah karena tidak memiliki landasan dalam syari’at serta tidak bermanfaat
bagi si mayit. Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik dalam masyarakat,
benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan syari’at padahal telah dilakukan
oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Oleh karena itu, kami akan membahas tentang
dalil-dalil yang menjadi landasan talqin mayit agar bisa memberikan kejelasan
pada masyarakat.
Dasar hukum talqin mayit
Salah satu dasar hukum mengenai talqin adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :
لقنوا موتاكم لا إله إلا
الله
“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله “
Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa yang
dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits diatas
orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits
tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan
lafadz tersebut dengan arti aslinya yaitu orang yang telah mati. karena menurut
kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna majasnya
diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau keadaan yang
menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah makna majasnya
bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah mayit kalian
sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah yang
mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat ini bukan
makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna majasnya (orang yang
hampir mati).
Sedangkan dalam hadits tersebut tidak
diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم
kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna
aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah
yang dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy
Syaukany, dan Ulama lainya.
Selain hadits di atas, masih ada hadits lain
yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan, yaitu :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ
إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ
عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن
فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن
فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ:
اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا
اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ
رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا،
فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ،
وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ،
فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن
حَوَّاءَ. رواه الطبراني
“Jika salah satu diantara kalian mati, maka
ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian
berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan (sebutkan nama
orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab
dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian berkata lagi :
“wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu
orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian berkata lagi : “wahai
fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang
yang mati, pent)” sebab dia akan berkata : “berilah kami petunjuk –semoga Allah
merahmatimu-“ dan kalian tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata :
“ sebutlah sesuatu yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa
tiada Tuhan kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan utusan Nya, dan sesungguhnya
kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al Quran menjadi
imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan berkata : “mari
kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) di sisi orang yang telah
ditalqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah menjadi hajiij (yang
mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya bukan Mungkar dan Nakir”.
Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya : wahai Rasulullah ! Jika dia tidak
tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah menjawab : nisbatkan kepada Hawa, wahai
fulan bin Hawa”(H.R. Thabrani) (2).
Berdasarkan hadits ini ulama Syafi`iyah,
sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian ulama Hanafiyah serta Malikiyah
menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah mustahab (sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk hadist yang dhaif
(lemah), akan tetapi ulama sepakat bahwa hadits dhaifmasih bisa dijadikan
pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan anjuran untuk beramal,
selama tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat (hadits shohih dan
hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk
(ditinggalkan)(4).
Jadi
tidak mengapa kita mengamalkannya.
Selain itu, hadist ini juga diperkuat oleh
hadist-hadits shohih seperti :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ
عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ،
فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ أَبُو
دَاوُد ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .
“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan
mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan berkata : mintalah kalian ampunan
untuk saudara kalian dan mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan
Mungkar dan Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :
وعن عمرو بن العاص – رضي
الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ
مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ،
وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم
Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau
berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di
sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan dibagi dagingnya sampai
aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya jawab
apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini menunjukkan bahwa talqin mayit
memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar apa yang
dikatakan pentalqin dan merasa terhibur dengannya.
Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas
adalah firman Allah SWT :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ
الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “
Ayat ini memerintah kita untuk memberi
peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih hidup. Karena
mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga dikatakan
peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan mayit
kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang mayit di
dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut(7). Jadi ucapan pentalqin
bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti bermanfaat bagi
orang-orang mukmin.
Kemudian beliau menyebutkan keterangan dari Imamnya, disebutkan oleh al-Hasan
bin Ziyad dari Abu Hanifah, beliau mengatakan,
Hukum
ta'ziyah adalah sunah
Sabda Rosulullah sholallahu
alaihiwasalam..
مَنْ
عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ
Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya
pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut.
DALIL QUR’AN MENGUBUR MAYIT
óOs9r& È@yèøgwU uÚöF{$# $·?$xÿÏ. ÇËÎÈ [ä!$uômr& $Y?ºuqøBr&ur ÇËÏÈ
25. Bukankah Kami
menjadikan bumi (tempat) berkumpul,
26. orang-orang hidup
dan orang-orang mati [1541]?
[1541] Maksudnya:
bumi mengumpulkan orang-orang hidup dipermukaannya dan orang-orang mati dalam
perutnya
MENGAKAFANI
Yang wajib dari kafan adalah yang menutup
seluruh tubuhnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di dalam
hadits Jabir Radhiyallahu a'nhu :
إِذَا
كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ
Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah
memperbagus kafannya. [HR Muslim].
Ulama berkata: "Yang dimaksud dengan memperbagus kafannya, yaitu yang
bersih, tebal, menutupi (tubuh jenazah) dan yang sederhana. Yang dimaksud
bukanlah yang mewah, mahal dan yang indah." [Ahkamul Janaiz, 58].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar