Pendahuluan
Persoalan Kalam Allah merupakan salah satu persoalan dari
tema pembicaraan Ilmu Kalam klasik. Persoalan ini berpijak di atas dua aksioma,
yaitu bahwa Allah sebagai Dzat Maha Ber-Kalam, dan Dzat Yang Maha Awal (Qadim)
dan Maha Akhir (Abadi, eternal). Kedua keadaan (Asy’ariyah: sifat) tersebut
telah melahirkan polemik berkepanjangan dalam sejarah pemikiran Kalam di Dunia
Islam.
Secara sintetik, kedua sifat tersebut melahirkan sifat lain, yaitu bahwa Kalam Allah tentunya bersifat Qadim dan Abadi, Eternal. Dalam bahasa yang lebih sederhana, bahwa Allah senantiasa berkalam. Namun demikian, dari sini muncul persoalan, apakah dalam berkalam bisa mengalami suatu proses yang sistematik dan tersetruktur, dalam konteks ruang-waktu. Konteks ruang waktu, muncul dari kemestian adanya objek yang jadi sasaran interaksi dan kemestian adanya urutan (struktur dan sistematika) pembicaraan. Cara berpikir demikian mendapat validasi dari metode dan tradisi berpikir rasional yang sistematik dan empirik (Aristotelian). Suatu cara berpikir yang menarik dan mengidentifikasi wujud dan keadaan serta keberadaan Tuhan dalam konteks sifat-sifat alamiah dan dalam konteks manusia.
Cara berpikir tersebut, dalam sejarah perjalanan tradisi Kalam selanjutnya (setelah masuknya tradisi filsafat Yunani pada abad ke-9 M) , menemukan pengesahan dari cara berpikir dialektis Socratik dan induktifnya Aristotelian. Suatu cara berpikir yang menghadapkan secara dialektis fakta-fakta empirik dengan doktrin-doktrin agama. Setelah sejumlah aksioma terakumulasi, baru kemudian berkembang pola berpikir deduktif (platonian), yang secara umum dikembangkan oleh para filosof muslim. Pengaruh aktivitas para filosof muslim tersebut selanjutnya diadopsi pula oleh para ahli Kalam. Maka sejak itulah ilmu Kalam menjadi pengetahuan teoritis, deduktif. Namun demikian, bukan berarti cara berpikir induktif hilang sama sekali. Sejak itu pulalah muncul dua kecenderungan pemikiran Kalam Islam klasik, “tajsim” atau “mu’atillah” dan “tasybih”. Kelompok mujasimah merupakan kelompok yang mempertahanakan secara radikal (ekstrim) adanya sifat-sifat bagi Tuhan (musbit al-sifat). Sedangakan kelompok tasbih atau mu’atillah, adalah kelompok yang menolak sifat-sifat bagi Tuhan (nafy al-sifat). Dalam konteks ini terdapat perbedaan yang sangat mendasar dalam mengartikan dan mendefinisikan tentang sifat.
Pembahasan ini merupakan pembahasan
yang wajib diketahui oleh setiap muslim, yaitu tentang ilmu tauhid sebagaimana
wajibnya seorang muslim untuk mengenal Tuhannya, Allah swt. Pembahasan ini
merupakan pengantar dari kajian Ilmu Tauhid (Keesaan Allah swt.). Diharapkan
dengan menguasai kajian ini seorang hamba dapat lebih mengenal dirinya sebagai
hamba dan bagaimana seharusnya bersikap sebagai hamba, dan juga lebih mengenal
Tuhannya, Allah swt., sehingga mengetahui bagaimana ia bersikap di hadapan
Tuhannya serta beribadah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya menurut apa
yang disukai-Nya.
BAB I
ISI
Pada masa Rasulullah SAW. masih
hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok
tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlussunah wal Jama’ah
adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.
Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan
telebih dahulu:
إن بني
إسرائيل تفترق على ثنتين وسبعين ملة وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في
النار إلا ملة واحدة، قالوا من هي يارسول الله: قال ما انا عليه وأصحابي.
Artinya : Rasulullah SAW
bersabda: “ Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan
ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu
golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah
SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan Shahabatku berada. Hadits inilah
yang sering digunakan oleh orang-orang NU sebagai salah satu dalil atau dasar tentang
Ahlussunah wal Jamaah.
Arti Ahli sunnah wal
jamaah adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada
alqur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak ada dasar hukum pada alqur`an dan hadis
Inilah kemudian kita sampai pada
pengertian Aswaja. Pertama kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama
merasionalkan dan memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak
menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai
kelompok aliran yang bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir
keagamaan yang mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi
menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahlussunah wal Jama’ah ini tidak mengecam
Jabariyah, Qodariyah maupun Mu’tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah
dengan mengembalikan pada ma anna alaihi wa ashabihi.Nah itulah latar belakang
sosial dan latar belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul
tiba-tiba tetapi karena ada sebab, ada ekstrim mutazilah yang serba akal, ada ekstrim
jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai
aliran pemikiran (manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa
Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun 40
H.]
Ahli sunnah wal jamaah
pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari dan hukum fiqihnyanya menggunakan
imam madzhab sehingga golongan aswaja inilah golongan yang sifatnya luas.
A. Aswaja pada massa
Tabiin
Secara
historis, para imam Aswaja dibidang akidah telah ada sejak zaman para sahabat
Nabi SAW sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu
diantaranya adalah ‘Ali bin Abi Thalib RA, karena jasanya menentang pendapat
Khawarij tentang al-Wa’du wa al-Wa’id dan pendapat Qodariyah tentang
kehendak Allah dan daya manusia. Dimasa tabi’in ada beberapa imam, mereka
bahkan menulis beberapa kitab untuk mejelaskan tentang paham Aswaja, seperti
‘Umar bin ‘Abd al-Aziz dengan karyanya “Risalah Balighah fi Raddi ‘ala
al-Qodariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya
teologi untuk menentang paham-paham diluar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan
kitabnya “Al-Fiqhu al-Akbar”, Imam Syafi’i dengan kitabnya “Fi
Tashihi al-Nubuwwah wa al-Raddi ‘ala al-Barohimah”.
B. AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA’AH
Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al-Anbiyaa : 92).
Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka belum pernah berhasil.Telah berkata kaum munafiq.
“Artinya : Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah,supaya mereka bubar”. Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha.Mereka termasuk sebagai ulama tabi’in dan pengikut para tabi’in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka.Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.
Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan.Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran.Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat.Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.
Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu ‘anhum bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau.
“Artinya : Mereka yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini2). 3)
BA
Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al-Anbiyaa : 92).
Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka belum pernah berhasil.Telah berkata kaum munafiq.
“Artinya : Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah,supaya mereka bubar”. Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha.Mereka termasuk sebagai ulama tabi’in dan pengikut para tabi’in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka.Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.
Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan.Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran.Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat.Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.
Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu ‘anhum bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau.
“Artinya : Mereka yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini2). 3)
BA
Generasi
Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan
al-Asy’ari (260 H – 324 H), lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham
Mu’tazilah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara
substantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi SAW. Artinya paham Aswaja
tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam al-Asy’ari, tetapi beliau adalah
salah satu diantara imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang
doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah
Aswaja.
Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian
dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah
atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar al-Haytami berkata: Jika Ahlussunnah wal
jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang di gagas
oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam
fiqh adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalam tasawuf
adalah Imam al-Ghozali, Abu Yazid al-Bisthomi, Imam al-Junaydi dan ulama-ulama
lain yang sepaham. Semuanya menjadi diskursus Islam paham Ahlussunnah wal
jama’ah
Secara
teks, ada beberapa dalil Hadits yang dapat dijadikan dalil tentang paham
Aswaja, sebagai paham yang menyelamatkan umat dari kesesatan, dan juga dapat
dijadikan pedoman secara substantif. Diantara teks-teks Hadits Aswaja adalah:
افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتْ
النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَ سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي
عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً
قَالُوا : مَنْ هم يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدوَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ
“Dari Abi Hurayrah
RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Terpecah umat Yahudi menjadi 71
golongan. Dan terpecah umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah
umatku menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu. Berkata para
sahabat: “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Mereka
adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”. HR.
Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.
Jadi
inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti yang tertera dalam teks
Hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan petunjuk
para sahabatnya
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah di uraikan pada makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa: aswaja
atau ahlussunnah wal jamaah adalah suatu
golongan yang menganut pada syariat islam yang berdasarkan pada al qur`an dan
al hadis dan menggunakan ijtihad sebagai solusi yang terakhir, adapun ijtihad
yang digunakan adalah ijtihad agama, ijtihad hukum, ijtihad tassawuf, ijtihad
hukum dan bernegara, sehingga banyak kalangan umat islam yang mengatakan bahwa
golongan aswaja adalah golongan yang banyak melakukan subhat. Dilihat dari
sinilah aswaja adalah sikapnya meluas dan fleksibel yaitu dengan berdasarkan
tekstual dan kontekstual.
Penutup
Demikian makalah yang kami susun semoga apa yang kita rumuskan, kita
pelajari mendapatkan anugrah dan inayah dari allah serta bermanfaat bagi kita
semua. Dengan semangat belajar yang tinggi pula insyaallah dapat menegakkan
tiang agama dan mendapatkan tempat yang mulia kelak di hari akhir amin ya
robbal alamin.
JUDUL MAKALAH : FAHAM – FAHAM ILMU
KALAM
JL- SIMPANG TIGA SUMBER GENTHONG
LARANGAN PERRENG PRAGAAN SUMENEP -
JATIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar