Selasa, 07 April 2015

Jurnal LQ RIAU



KETERKAITAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL KABUPATEN/KOTA SEBAGAI DASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI RIAU


Raden Rudi Alhempi1, Haznil Zainal2, Sri Yani Kusumastuti3
1,2 STIE Persada Bunda, 3Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
rudi.alhempi@gmail.com, sriyanik@gmail.com


Abstract

This study aims to identify and analyze the potential economic sector in the regency/city in Riau. The data used is the Gross Domestic Product of the 12 regency/city from 2006-2010. The analytical tool used is the location quotient (LQ), shift share (SS), typology Klassen, and the gravity index. The results of typology Klassen, in 2010, Bengkalis rapidly in advancing area. Siak and Rokan Hilir are advanced but depressed area because the growth rate of per capita income growth is high but economic growth is still low. Pekanbaru, Kuantan Singingi, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Pelalawan, Rokan Hulu, and Dumai which have relatively high economic growth, but the growth of per capita income is still low so it is included in the category of the fast growing areas. While Kampar and Meranti Islands that are relatively disadvantaged because of economic growth and income per capita is still low. The results of the LQ indicate that mining and quarrying sector became dominant sector in Siak, Bengkalis, Rokan Hilir and Dumai. The agricultural sector is dominant sector in Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Rokan Hulu, and Meranti Islands. Pekanbaru have trade, hotels and restaurants, manufacturing, and transportation and communications sectors as dominant sector. The results of the shift share analysis showed that there are shift in the economic growth potential of the sector in each regency/city in Riau Province. Economic growth in the regency/city is driven by the effects of provincial growth, industrial mix effect, and the effect of competitive advantage. Each regency/city has the competitive sectors of different drivers of different anyway. The results of the Gravity Index show that Bengkalis, Siak, and Pekanbaru are the center of economic growth in the province of Riau. Bengkalis will attract Dumai, Rokan Hilir, and Meranti Islands. Siak Meranti Islands will attract Pelalawan. Pekanbaru will attract Pelalawan and Kampar.
Key words: a potential sector, location quotient, shift share, index gravity, typology Klassen, Riau Province

PENDAHULUAN

Salah satu sebab tingginya ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia adalah perbedaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ketersediaan infrastruktur, dan kemampuan pembiayaan. Dengan kemampuan pembiayaan yang terbatas, maka perlu dilakukan prioritas pembangunan agar pemanfaat dana pembangunan yang terbatas bisa mendapatkan manfaat yang optimal. Untuk itu diperlukan kajian untuk mengidentifikasi sektor unggulan atau potensial di suatu wilayah.
Otonomi daerah diberlakukan dengan harapan bahwa pemerintah daerah yang mengetahui potensi daerah akan mampu mengutamakan pembiayaan pada sektor yang tepat. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengalokasikan dana pada pembiayaan yang tepat guna menyelenggarakan pembangunan efektif di daerahnya. Melalui wewenang pemerintah daerah untuk mengatur pembangunan pada sektor-sektor unggulan maka akan tercipta pembangunan yang baik. Tiap kabupaten/kota dalam suatu propinsi memiliki keunggulan sektor yang berbeda yang dipengaruhi ketersediaan sumberdaya dan kondisi infrastruktur masing-masing.
Provinsi Riau adalah propinsi kelima terbesar dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak tahun 2009. Secara umum perekonomian Propinsi Riau semakin maju. Hal ini terlihat dari total Pendapatan Domestik Regional Bruto Propinsi Riau yang meningkat dari tahun ke tahun. Pernyataan tersebut juga menunjukan bahwa kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Riau ikut memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan propinsinya. Pertumbuhan tiap-tiap kabupaten/kota akan memberi dampak terhadap pertumbuhan Propinsi Riau.
Fokus tulisan ini adalah mengidentifikasi sektor unggulan untuk penyusunan strategi pembangunan. Riset sebelumnya yang dilakukan Caska dan Riadi tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Provinsi Riau periode 2003-2005 menyimpulkan bahwa tidak terjadi ketimpangan pendapatan yang signifikan meskipun terdapat perbedaan status pembangunan di setiap kabupaten/kota. Riset ini menyarankan adanya pemerataan pembangunan lebih ditingkatkan dan perlu adanya konsolidasi antar daerah kabupaten/kota dengan provinsi agar dana pembangunan bisa dioptimalkan. Penelitian John Asnawi (2008) menyimpulkan bahwa sektor unggulan Provinsi Riau adalah sektor industri pengolahan (makanan dan minuman, bubur kertas, kimia, logam dan barang dari logam, mesin dan peralatan listrik, dll) dan sektor bangunan. Penelitian Srie Kornita (2008) dengan menggunakan analisis LQ terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Riau periode 2002-2006 menunjukkan bahwa setiap daerah memiliki basis ekonomi atau sektor ekonomi unggulan yang berbeda-beda.
Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa Kabupaten/kota di provinsi Riau mempunyai sektor unggulan yang berbeda-beda. Tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan keterkaitan antara sektor unggulan di satu daerah dengan daerah lainya. Sehingga terdapat dua alasan utama riset ini perlu dilanjutkan yaitu: (1) riset ini dapat memberikan bukti lebih baru tentang sektor unggulan dan ketimpangan di Provinsi Riau; dan (2) dapat memberikan verifikasi bukti empiris yang lebih kuat dari penelitian sebelumnya karena menggunakan alat analisis yang lebih lengkap.
Tulisan ini akan menganalisa permasalahan yang terkait dengan pemetaan sektor potensi yang dapat dioptimalkan untuk pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Riau. Tujuan untuk memperoleh informasi tentang keadaan suatu wilayah dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut sehingga dapat bermanfaat menjadi pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan. Dengan mengidentifikasi sektor potensi yang dapat dioptimalkan untuk pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Riau.

TINJAUAN TEORITIS

Struktur perekonomian daerah dapat dibedakan atas dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Teori basis ekonomi merupakan faktor penentu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah adalah sesuatu yang berhubungan langsung dengan permintaan akan barang-barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan (job creation). Model ini dapat menjelaskan struktur perekonomian yang terdiri dari: (1) Sektor basis, yaitu sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan pasar baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sebagai sektor unggulan. Dan (2), Sektor non basis, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, dimana sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Sektor basis menghasilkan barang dan jasa yang dapat dijual keluar daerah, maka secara berantai akan meningkatkan investasi yang berarti menciptakan lapangan kerja baru. Dengan dasar teori ini maka sektor basis perlu diprioritaskan untuk dikembangkan dalam rangka mengacu pertumbuhan ekonomi daerah (Arsyad, 2010).
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada didaerah yang dapat dikembangkan menjadi sumber penghidupan rakyat setempat dan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko: 2010). Strategi Pengembangan ekonomi daerah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (1) mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-masing sektor; (2) mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk dikembangkan dan mencari faktor-faktor penyebab rendahnya potensi sektor tersebut untuk dikembangkan; (3) mengidentifikasi sumber daya (faktor-faktor produksi) termasuk sumber daya manusianya yang siap digunakan untuk mendukung perkembangan setiap sektor yang bersangkutan; (4) menggunakan model pembobotan terhadap variabel-variabel kekuatan dan kelemahan untuk setiap sektor dan subsektor, selanjutnya akan ditemukannya sektor andalan yang dianggap sebagai potensi ekonomi yang dikembangkan di daerah yang bersangkutan; (5) Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-sektor andalan yang akan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh sehingga perekonomian dapat berkembang dengan sendirinya (self propelling) secara berkelanjutan (sustainable development).
Maju mundurnya suatu daerah juga bergantung pada daerah-daerah lain, khususnya daerah yang berdekatan. Kerja sama antar daerah diharapkan menjadi satu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan. Perlunya kerjasama antar daerah adalah agar berbagai masalah lintas wilayah administratif dapat terselesaikan bersama, juga agar banyak potensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.
Penelitian yang menganalisis struktur perekonomian di Provinsi Riau sudah beberapa kali dilakukan, misal oleh Caska dan Riadi (2005), Asnawi (2008), Kornita (2008). Caska dan Riadi menggunakan data tahun 2003-2005 menghitung indeks ketimpangan Williamson dan Entopi Theil dan mengkaitkannya dengan pertumbuan ekonomi. Kesimpulan mereka adalah bahwa pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, daerah yang termasuk daerah yang mengalami cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) hanya 1 (satu) daerah saja yakni Kota Pekanbaru. Daerah atau kabupaten yang dikategorikan berkembang cepat dalam arti pertumbuhan (high growth but low income) adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Kabupaten Siak. Untuk daerah atau kabupaten yang maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah pada Kabupaten Indragiri Hilir, Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar, sedangkan daerah yang pembangunan atau pertumbuhan ekonominya relatif tertinggal adalah Kabupaten Rokan Hilir, Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Selama periode pengamatan 2003-2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan menurut Indeks entropi Theil, ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan.
          Asnawi (2008) menentukan sektor unggulan Provinsi Riau dengan menggunakan analisis LQ dan Tabel Input-Output (IO). Tabel IO yang digunakan adalah Tabel I Riau tahun 2001. Hasilnya menunjukkan bahwa sektor unggulan di Provinsi Riau adalah sektor industri pengolahan dan sektor bangunan dengan derajat kepekaan lebih besar dari 1. Sektor industri pengolahan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi karena memang kontribusi sektor ini terhadap PDRB sangat besar. Industri pengolahan yang dimaksud adalah makanan minuman, bubur kertas, kimia, logam dan barang dari logam, mesin dan peralatan listrik, barang dari besi dan bahan dasar, tekstil kecuali pakaian jadi, elektronika dan komputer, serta kendaraan bermotor.
          Sedangkan Kornita (2008) dalam menentukan sektor unggulan menggunakan analisis LQ dengan data 2002-2006. Sektor unggulan yang diidentifikasi adalah sektor unggulan semua kabupaten/kota di Provinsi Riau. Hasilnya menunjukkan bahwa di Pekanbaru, potensi yang ada di daerah ini menunjukkan bahwa aktifitas yang unggul untuk dikembangkan adalah yang secara langsung berhubungan dengan sektor basis daerah terutama perdagangan dan jasa. Aktifitas ekonomi di Kabupaten Kampar di dorong sektor pertambangan dan penggalian. Prospektif pengembangan ekonomi di Kabupaten Bengkalis menunjukkan bahwa aktifitas perdagangan dan jasa memiliki keunggulan untuk dikembangkan guna mendukung aktifitas ekonomi pada sektor basis tersebut. Di Kabupaten Rokan Hilir menunjukkan bahwa sektor pertanian subsektor perkebunan, dan sektor basis berikutnya adalah perdagangan. Sektor ekonomi unggulan Kabupaten Indragiri Hilir adalah sektor pertanian. Pengembangan ekonomi di Kabupaten Indragiri Hulu adalah sektor pertanian dan industri pengolahan. Di Kabupaten Kuantan Singingi, sektor pertanian unggul untuk dikembangkan guna mendukung aktifitas ekonomi pada sektor basis tersebut. Sektor industri pengolahan masih menjadi sektor ekonomi unggulan dalam aktifitas ekonomi di Kabupaten Pelalawan. Aktifitas ekonomi di Kabupaten Siak didorong keberadaan industri pengolahan di daerah ini yang menjadi penggerak aktifitas ekonomi lainnya. Potensi yang ada di Kota Dumai menunjukkan bahwa sektor unggulan daerah terutama adalah sektor perdagangan dan jasa.
Dengan mengetahui sektor-sektor unggulan dan potensial di setiap kabupaten/kota maka akan bisa digunakan sebagai penggerak perekonomian dan dilakukan konsolidasi pembangunan antar kabupaten/kota. Sehingga anggaran pembangunan yang terbatas bisa dimanfaatka secara lebih efisien dan didapatkan hasil yang lebih optimal.
METODE PENELITIAN
Alat analisis yang digunakan dalam riset ini adalah Location Qoutient, Shift Share, Tipologi Klassen, dan Index Gravity. Penjelasan masing-masing tersaji pada bagian berikut.

Location Quotient (LQ)

LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (kabupaten/kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala propinsi atau nasional (Tarigan, 2005). Teknik ini untuk menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan untuk melihat kemampuan daya saing komoditi antar daerah atau dengan kata lain teknik ini membantu kita untuk melihat sektor unggulan pada suatu wilayah. Koefisien ini didefinisikan dengan rumusan sebagai berikut:
Dimana: LQ = Koefisien location quotient;  = Value added (nilai tambah) sektor i di tingkat kabupaten/kota;  = Total value added (PDRB) di tingkat kabupaten/kota;  = Value added (nilai tambah) sektor i di tingkat propinsi;  = Total value added (PDRB)di tingkat propinsi. Nilai koefisien Location Quotient adalah antara 0 (nol) dan tak terhingga. Kriteria penggolongannya adalah sebagai berikut: Jika LQ>1, hal itu menunjukkan bahwa sektor yang ada di daerah tersebut merupakan sektor basis yang mampu mengekspor hasil industrinya ke daerah lain. Jika LQ<1, hal itu menunjukkan bahwa sektor yang ada di daerah tersebut bukan merupakan sektor basis dan cenderung mengimpor untuk daerah lain. Jika LQ=1, hal itu menunjukkan bahwa produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis dikonsumsi oleh daerah tersebut.

Shift Share (SS)  

Analisa SS digunakan untuk menganalisis pertumbuhan wilayah wilayah, dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional (Nugroho dan Dahuri, 2012). Metode ini menggambarkan kinerja dari sektor-sektor di suatu wilayah, dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional. SS dapat menunjukkan pergeseran hasil dari pembangunan perekonomian daerah, apabila daerah tersebut memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional (Tarigan, 2005).
Analisis SS membagi pertumbuhan wilayah dalam 3 komponen yaitu pertumbuhan nasional (N), industri mix (bauran industri) (Μ), dan keunggulan kompetitif (C). Pengaruh pertumbuhan nasional disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut propotional shift atau bauran komposisi dan akhirnya pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan differential shift atau regional share.
Untuk industri atau sektor i di wilayah j:
Dij = Nij + Mij + Cij
Bila analisis ini diterapkan pada pendapatan nasional (PDRB), maka:
Nij = Yij. rn
dimana: Nij = Pertumbuhan PDRB sektor i Kabupaten/kota di Provinsi Riau di pengaruh pertumbuhan PDRB Propinsi Riau. Yij = PDRB di sektor i di wilayah kabupaten/kota j. rn = Pertumbuhan PDRB di Provinsi Riau. Persamaan ini untuk menghitung dan menganalisis keterkaitan komponen pertumbuhan PDRB Propinsi Riau terhadap pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Mij = Yij (rin - rn)
dimana: Mij =             Pertumbuhan PDRB sektor i kabupaten/kota di Provinsi Riau yang dipengaruhi oleh bauran industri Propinsi Riau; Yij = PDRB di sektor i di wilayah kabupaten/kota j di Provinsi Riau; rin = Pertumbuhan PDRB Sektor i di Propinsi Riau; rn = Pertumbuhan PDRB di Propinsi Riau. Persamaan tersebut untuk menghitung dan menganalisis keterkaitan komponen bauran industri (industri mix). Jika (rin > rn) pengaruh bauran industri sektor i akan bertambah karena PDRB Propinsi Riau masing-masing sektor i tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan PDRB keseluruhan.
Cij = Yij (rij – rin)
dimana: Cij = Perubahan PDRB sektor i kabupaten/kota di Provinsi Riau dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif sektor i di Propinsi RIAU; Yij = PDRB di sektor i di wilayah kabupaten/kota j di Provinsi Riau; rij = Pertumbuhan PDRB di sektor i di wilayah kabupaten/kota j di Provinsi Riau; rin = Pertumbuhan PDRB di sektor i di Propinsi Riau. Persamaan Cij untuk menghitung dan menganalisis keterkaitan masing-masing sektor dalam analisis shift share, untuk mengukur seberapa jauh sektor kabupaten di Provinsi Riau memiliki keunggulan komponen akibat industri mix regional.
rij, rin dan rn masing masing didefinisikan sebagai:
rij = (Yij-Yij,t-1)/Yij,t-1
rin = (Yin-Yin,t-1)/Yin,t-1
rn = (Yn-Yn,t-1)/Yn,t-1
dimana: Yin = PDRB di sektor i di tingkat propinsi, Yin,t-1 = PDRB di sektor i di tingkat propinsi tahun sebelumnya, Yn = PDRB di tingkat propinsi, Yn,t-1 = PDRB di tingkat propinsi tahun sebelumnya, Yij = PDRB di sektor i di wilayah kabupaten/kotamadya j, Yij,t-1 = PDRB di sektor i di wilayah kabupaten/kota j tahun sebelumnya.
Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional (Nij), bauran industri (Mij), dan keunggulan kompetitif (Cij) dapat ditentukan bagi sesuatu sektor i atau dijumlah untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah. Persamaan shift-share untuk sektor i di wilayah j:
DYij = Yij.rn + Yij (rin – rn) + Yij (rij – rin)
Persamaan DYij atau persamaan shift-share (S-S) ini membebankan tiap sektor wilayah dengan laju pertumbuhan yang setara dengan laju yang dicapai oleh perekonomian nasional selama kurun waktu analisis. Ini tercermin pada persamaan (Cij) yang menunjukan bahwa semua wilayah dan sektor-sektor hendaknya paling sedikit tumbuh dengan laju pertumbuhan nasional, yakni rn.
Model analisis shift-share dapat digunakan untuk mengetahui sektor-sektor mana yang berkembang di suatu wilayah, dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: (1) Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). (2) Proportional (Industri-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi. (3) Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi.
Kedua komponen shift—yaitu Sp dan Sd— memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi. Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

Tipologi Klassen

Analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah adalah Analisis Tipologi Klassen/Daerah (Tarigan, 2005). Kriteria yang digunakan terdiri dari empat; Kuadran I yakni daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high income and high growth). Kuadran II yakni daerah maju tapi tertekan (high income but low growth). Kuadran III yakni daerah berkembang cepat (high growth but low income). Kuadaran IV adalah daerah relatif tertinggal (low growth and low income).

Indeks Gravity

Model gravitasi adalah model untuk mengetahui besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada di suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Interaksi diukur dari banyaknya perjalanan dari penduduk kota A ke kota B atau sebaliknya. Faktor yang menentukan besarnya interaksi adalah jumlah penduduk, banyaknya lapangan pekerjaan, total pendapatan, jumlah/luas bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan umum, dan lain-lain. Faktor kedua adalah jarak yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk berpergian karena untuk menempuh jarak tersebut butuh waktu, tenaga, dan biaya. Makin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan seseorang untuk berpergian.
Rumus Gravitasi secara umum adalah sebagai berikut:
dimana: Iij = jumlah trip antara kota i dengan kota j, Pi = penduduk Kota i, Pj = penduduk Kota j, Wi = pendapatan per kapita wilayah i, Wj = pendapatan per kapita wilayah j, dij = jarak antara kota i dengan kota j, b = menggambarkan cepatnya trip menurun seiring dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung, tetapi apabila tidak maka yang sering digunakan adalah 2. a = sebuah bilangan konstanta berdasarkan pengalaman, juga dapat dihitung seperti b.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Analisa Location Quotient

Sektor yang memiliki keunggulan komparatif selama kurun waktu 2006-2010 di Kabupaten Kuantan Singingi, yaitu adalah sektor Pertanian; Sektor Bangunan; Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa-Jasa serta Sektor Jasa-Jasa. Dari keempat sektor tersebut sektor Pertanian memiliki nilai LQ tertinggi, dengan nilai rata-rata LQ selama tahun 2006-2010 adalah sebesar 3,154 artinya sektor pertanian masih menjadi sektor yang unggul di Kabupaten Kuantan Singingi. Subsektor pertanian yang diunggulkan adalah subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, dan perternakan dan hasil-hasilnya. Dominasi sektor pertanian terlihat pada perannya pada PDRB yang mencapai lebih dari 50 persen selama periode 2006-2010.
Selama kurun waktu 2006-2010, sektor industri pengolahan di Kabupaten Kuantan Singingi bukanlah sektor yang memiliki keunggulan komparatif, artinya selama periode tersebut proses industrialisasi di kabupaten ini berjalan lambat bahkan jika diperhatikan nilai LQ dari sektor industri pengolahan memiliki trend yang terus menurun. Perannya terhadap PDRB juga masih relatif rendah yaitu 8 persen.
Pola seperti ini dapat mengindikasikan kabupaten Kuantan Singingi masih memiliki pola yang agraris, padahal menurut teori perubahan struktural, perekonomian suatu wilayah dikatakan berkembang atau maju jika adanya pola perubahan perekonomian dari agraris ke perekonomian industri. Walaupun begitu, pada kabupaten Kuantan Singingi terlihat adanya perkembangan sektor tersier yang berkembang, hal ini dikarenakan terdapat dua sektor yang selama kurun waktu 2006-2010 memiliki nilai LQ>1 artinya kedua sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif, kedua sektor tersebut adalah sektor Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa-Jasa serta Sektor Jasa-Jasa. Untuk subsektornya dari sektor tersier terdapat dua subsektor yang dapat dijadikan subsektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu sewa bangunan dan jasa-jasa pemerintahan umum.
Kabupaten Indragiri Hulu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki iklim tropis basah. Walaupun memiliki trend nilai LQ yang cenderung menurun, namun sektor pertanian masih dapat dikatakan sebagai sektor yang paling potensial dibandingkan sektor lainnya dikabupaten Indragiri Hulu. Subsektor pertanian yang memiliki keunggulan komparatif dan dapat dijadikan subsektor unggulan yaitu subsektor kehutanan. Hasil hutan yang banyak dihasilkan adalah berbagai jenis kayu seperti Meranti, Ramin, Kulim, Kruing dan sebagainya. Komoditas ini telah diusahakan secara komersial oleh berbagai perusahaan nasional maupun oleh perusahaan asing. Perannya terhadap PDRB selama 2006-2010 rata-rata mencapai lebih dari 43 persen.

Tabel 1. Nilai Location Quation Kabupaten/Kota di Propinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2010
Kabupaten/Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kuantan Sengingi
B
NB
NB
NB
B
NB
NB
B
B
Indragiri Hulu
B
NB
B
B
B
B
B
B
B
Indragiri Hilir
B
NB
B
NB
B
B
B
B
B
Pelalawan
B
NB
B
NB
NB
NB
NB
B
NB
Siak
NB
B
B
NB
NB
NB
NB
NB
NB
Kampar
B
B
NB
NB
NB
NB
NB
NB
NB
Rokan Hulu
B
NB
B
NB
B
NB
NB
B
B
Rokan Hilir
B
B
NB
NB
NB
NB
NB
NB
NB
Bengkalis
NB
B
NB
NB
NB
NB
NB
NB
NB
Meranti
B
NB
B
NB
NB
B
NB
NB
NB
Pekanbaru
NB
NB
NB
B
B
B
B
B
B
Damai
NB
NB
B
B
B
B
B
NB
B
Keterangan:   (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas, dan Air Bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa-jasa. B = sektor basis, NB = sektor non basis
Sumber: Data diolah

Sektor lain yang juga memiliki keunggulan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran untuk semua subsektornya, sektor pengangkutan dan komunikasi untuk subsektor pengangkutan, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan subsektor lembaga keuangan tanpa bank dan sewa bangunan, dan sektor jasa-jasa subsektor pemerintahan umum. Kontribusi sektor-sektor tersebut terhadap PDRB belum terlalu tinggi dengan total mencapai 35,19 persen pada tahun 2010. Peran terkecil diberikan sektor listrik, gas, dan air bersih yang hanya mencapai kisaran 0,22 persen dari total PDRB.
Sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hulu selama kurun waktu 2006-2010 memiliki nilai LQ yang trendnya cenderung menurun, namun sektor ini masih menjadi sektor unggulan di kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini dikarenakan sektor pertanian secara rata-rata selama kurun waktu tersebut masih memiliki nilai yang hampir mencapai angka 3. Subsektor dari sektor pertanian yang dapat dikembangkan oleh investor antara lain pada subsektor tanaman bahan makanan; subsektor tanaman perkebunan dan subsektor perikanan. Hal ini dikarenakan ketiga subsektor tersebut merupakan sektor basis atau sektor yang memiliki keunggulan komparatif selama kurun waktu 2006-2010. Rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB selama 2006-2010 mencapai 46,93 persen.
Secara umum baik sektor sekunder maupun sektor tersier di kabupaten Indragiri Hilir merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif, artinya kabupaten Indragi Hilir sudah menuju daerah yang maju karena adanya perubahan pola permintaan konsumen dari produk kebutuhan pokok dan pangan ke berbagai barang dan jasa manufkatur dan jasa-jasa. Subsektor lain yang memiliki keunggulan komparatif atau menjadi subsektor basis di kabupaten Indragiri Hilir adalah subsektor industri tanpa migas; subsektor air bersih; subsektor perdagangan besar dan eceran; subsektor pengangkutan; subsektor komunikasi; subsektor lembaga keuangan tanpa bank; subsektor sewa bangunan serta subsektor pemerintahan umum.
Selain sektor pertanian, sektor industri pengolahan juga merupakan sektor unggulan di Kabupaten Pelalawan, dimana selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 nilai LQ dari sektor ini selalu berada diatas angka 2, artinya sektor ini mempunyai keunggulan untuk dapat mengekspor komoditinya ke daerah lainnya. Berkembangnya sektor industri pengolahan menunjukkan sudah berkembangnya kabupaten ini menjadi daerah yang maju dimana pola permintaan barang sudah bergeser dari produk kebutuhan pokok dan pangan ke berbagai barang dan jasa manufkatur. Keberadaan industri pengolahan di daerah ini menjadi penggerak aktifitas ekonomi lainnya, tercermin oleh sumbangan yang cukup tinggi terhadap pembentukkan PDRB Kabupaten Pelalawan yang mencapai 29,33 persen pada tahun 2010 atau rata-rata mencapai 28,15 persen selama 2006-2010. Keberadaan industri kertas di Kabupaten Pelalawan mampu mengerakkan perekonomian masyarakat secara signifikan.
   Kabupaten Siak dahulunya merupakan salah satu kecamatan pada kabupaten Bengkalis namun pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999, meningkat statusnya menjadi Kabupaten Siak. Berbeda dengan kabupaten/Kota lainnya yang memiliki beberapa sektor unggulan selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010, Kabupaten Siak hanya memiliki satu sektor saja yang unggul, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, dengan subsektor yang memliki keunggulan komparataif adalah minyak dan gas bumi. Dari hasil migas ini, Kabupaten Siak menjadi salah satu enam kabupten terkaya di Indonesia, dengan PDB per kapita Rp156,35 juta. Tidak ada perusahaan yang menonjol di daerah tersebut, meski potensi unggulan daerah ini adalah sektor pertambangan minyak bumi. Ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pertambangan minyak juga terlihat pada kontribusinya terhadap PDRB yang mencapai 72,25 persen pada tahun 2010 atau rata-rata mencapai 77,41 persen selama 2006-2010. Tingginya penerimaan dari dana bagi hasil seharusnya bisa digunakan untuk mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang lain dengan pembangunan infrastruktur dan fasilitas lainnya. Sehingga ketergantungan terhadap minyak sedikit demi sedikit bisa dikurangi mempunyai sumber penerimaan asli daerah yang bisa ditingkatkan.
Selain sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan juga memiliki keunggulan selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 dengan subsektor yang dapat dikembangkan adalah industri tanpa migas. Di kabupaten Siak komoditas yang dapat dikembangkan adalah komoditi kertas dan barang dari kertas dimana potensi komoditas tersebut sangat besar untuk dijadikan komoditas unggulan. Selain itu sektor industri pengolahan yang berkembang menjadi sektor yang memiliki keunggulan komparatif mengindikasikan daerah ini sudah menuju kearah perekonomian yang maju. Hal ini sejalan dengan temuan Prawira dan Hamidi (2013), bahwa selama periode 2001-2010, Sektor  ekonomi Unggulan Kabupaten Siak hanya sektor Industri pengolahan.
Selama kurun waktu 2006-2010 perekonomian kabupaten Kampar disokong oleh sektor-sektor primer yaitu sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Analisis LQ menunjukkan kedua sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif dibanding ketujuh sektor lainnya, artinya kedua sektor tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di Kabupaten Kampar maupun kebutuhan daerah lainnya. Dari kedua sektor yang  memiliki keunggulan komparatif tersebut, sektor pertanian dapat dikatakan sebagai sektor yang potensial atau unggul selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 dengan subsektor yang dapatan dikembangkan adalah subsektor tanaman bahan makanan; subsektor tanaman perkebunan serta subsektor peternakan dan hasil-hasilnya. Sedangkan subsektor yang dapat dikembangkan dari sektor pertambangan dan penggalian adalah subsektor penggalian. Komoditas yang dapat dikembangkan dari subsektor penggalian adalah komoditas yang berkaitan dengan bahan bangunan seperti pasir kuarsa, kerikil, tanah timbunan, dan batuan alam lainnya. Kedua sektor unggulan ini rata-rata mempunyai kontribusi terhadap PDRB sebesar lebih dari 80 persen, yaitu 53,64 persen untuk sektor pertambangan dan penggalian dan 28,49 persen untuk sektor pertanian.
Kabupaten Rokan Hulu selama kurun waktu 2006-2010, perekonomiannya masih didominasi oleh sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki nilai LQ terbesar dibandingkan sektor lainnya. Sangat disayangkan pada kabupaten ini terjadi penurunan jumlah sektor yang memiliki keunggulan komparatif, dimana selain sektor pertanian hanya terdapat empat sektor lainnya yang memiliki keunggulan komparatif yaitu sektor industri pengolahan; sektor bangunan; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Jika melihat berdasarkan subsektornya, subsektor yang memiliki keunggulan komparatif antara lain adalah subsektor tanaman bahan makanan; subsektor tanaman perkebunan; subsektor peternakan dan hasi-hasilnya; subsektor penggalian, subsektor industri tanpa migas; subsektor air bersih; subsektor bangunan; subsektor restoran; subsektor pengangkutan; subsektor sewa bangunan serta subsektor pemerintahan umum. Sektor pertanian sebagai sektor unggulan memberikan kontribusi terhadap PDRB pada tahun 2010 sebesar 52,66 persen atau rata-rata mencapai 52,95 persen selama periode 2006-2010. Kontribusi sektor industri pengolahan mencapai 18,51 persen atau rata-rata mencapai 18,24 persen. Sedangkan tiga sektor unggulan lain memberikan kontribusi 15,50 persen pada tahun 2010. Hal ini juga mengindikasikan bahwa perekonomian kabupaten Rokan Hulu masih dalam tahap awal untuk beralih dari sektor primer ke sektor sekunder dan tertier.
Sektor unggulan di kabupaten Bengkalis selama periode 2006-2010 adalah sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan ke delapan sektor lainnya merupakan sektor non basis. Artinya Kabupaten Bengkalis masih belum dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri, sehingga memungkinkan daerah Bengkalis untuk melakukan impor atau mendatangkan akan kebutuhan yang berasal dari ke delapan sektor tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa perekonomian Kabupaten Bengkalis lebih banyak mengandalkan sektor primer dalam menggerakkan perekonomiannya dan belum mampu mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang lainnya. Ketergantungan pada satu sektor yaitu pertambangan dan penggalian subsektor migas juga terlihat pada tingginya kontribusi sektor ini pada PDRB yang mencapai 84,85 persen pada tahun 2010 atau rata-rata mencapai 85,09 persen selama periode 2006-2010.
Selama kurun waktu 2006-2010, sektor yang menjadi primadona di kabupaten Rokan Hilir adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan subsektor unggulannya adalah sektor Minyak dan Gas Bumi. Kinerja sektor pertambangan dan penggalian cukup baik dimana nilai LQ yang dimiliki oleh sektor ini terus memiliki trend yang meningkat, sehingga dapat dikatakan sektor yang mendorong atau menyokong perekonomian kabupaten Rokan Hilir adalah sektor pertambangan dan penggalian. Kontribusi sektor ini terhadap PDRB mencapai 64,03 persen pada tahun 2010 atau rata-rata mencapai 68,08 persen selama periode 2006-2010. Seperti halnya kabupaten lain yang mengandalkan sektor pertambangan dan penggalian terutama migas, kabupaten inipun belum mampu memanfaatkan sektor migas untuk mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lain. Akibatnya, meskipun pendapatan per kapita masyarakat tinggi, pertumbuhan ekonomi kabupaten ini tergolong rendah.
Kinerja sektor pertanian menunjukan peningkatan yang cukup berarti, dimana mulai tahun 2008 sampai dengan 2010 sektor tersebut sudah menjadi sektor basis atau sektor yang memiliki keunggulan komparatif di kabupaten Rokan Hilir. Keunggulan komparatif yang dimiliki oleh sektor pertanian di kabupaten Rokan Hilir menunjukkan sektor ini sudah dapat memenuhi kebutuhan akan permintaan barang di daerahnya, selain itu sektor pertanian juga sudah dapat melakukan kegiatan impor untuk memenuhi kebutuhan daerah lainnya. Kontribusi sektor ini terus mengalami kenaikan dari 16,15 persen pada tahun 2006 menjadi 19,23 persen pada tahun 2010 atau rata-rata mencapai 17,47 persen.
Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten di provinsi Riau yang pada awalnya adalah bagian dari Kabupaten Bengkalis. Selama kurun waktu 2006-2008 terdapat dua sektor yang memiliki keunggulan komparatif yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada dasarnya sektor lain di kabupaten Kepulauan Meranti menunjukkan kinerja LQ yang semakin meningkat walaupun nilai LQ dari semua sektor tersebut masih kurang dari 1. Hal ini cukup wajar mengingkat kabupaten ini masih baru berdiri di tahun 2008. Dari kedua sektor yang memiliki keunggulan komparatif tersebut, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang dapat dijadikan unggulan di kabupaten Kepulauan Meranti, dengan subsektor unggulannya adalah subsektor perdagangan besar dan eceran. Kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai 20,05 persen pada tahun 2010 naik dari 15,30 persen pada tahun 2006 atau rata-rata mencapai 17,22 persen. Sedangkan sektor pertanian mempunyai kontribusi naik dari 20,24 persen menjadi 23,57 persen atau dengan rata-rata 21,43 persen pada periode yang sama.
Sebenarnya sektor pertambangan dan penggalian mempunyai kontribusi yang lebih tinggi dibanding kedua sektor unggulan ini, yaitu 47,17 persen pada tahun 2006 turun menjadi 33,61 persen pada tahun 2010 atau dengan rata-rata 41,83 persen. Tetapi sektor ini tidak menjadi sektor unggulan relatif jika dibandingkan sektor pertambangan dan penggalian di tingkat propinsi.
Kota Pekanbaru merupakan Ibukota provinsi Riau, dimana selama kurun waktu 2006-2010 sektor yang berkembang atau sektor yang memiliki keunggulan komparatif antara lain sektor yang tergolong kedalam sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif tersebut antara lain adalah sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa serta sektor jasa-jasa. Dari kesemua sektor tersebut, sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor primadona. Hasil ini menunjukkan bahwa kota Pekanbaru sudah menjadi kota modern yang mengandalkan sektor tertier sebagai sektor penggerak ekonomi. Sebagai ibukota dan sebagai pintu masuk propinsi Riau, kota ini memang memberikan keleluasaan untuk berkembangnya sektor jasa. Kontribusi sektor jasa-jasa ini rata-rata mencapai 88 persen dari PDRB selama periode 2006-2010. Sisanya adalah peran sektor primer dan sekunder.
 Selama kurun waktu 2007-2010, subsektor pengolahan tidak lagi menjadi subsektor basis atau subsektor yang memiliki keunggulan komparatif dimana selama kurun waktu tersebut sektor pengolahan memiliki trend nilai LQ yang semakin menurun sampai pada tahun 2007-2010 nilai LQ<1. Artinya sektor pengolahan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan daerahnya bahkan cenderung membutuhkan daerah lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Sama halnya dengan Kota Pekanbaru, di Kota Dumai selama kurun waktu 2006-2010, sektor yang berkembang atau sektor yang memiliki keunggulan komparatif antara lain sektor yang tergolong ke dalam sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif tersebut antara lain adalah industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa serta sektor jasa-jasa. Dari kesemua sektor tersebut, sektor industri pengolahan merupakan sektor primadona atau sektor paling unggul karena memiliki nilai LQ>1 dan nilai LQ terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya, dengan subsektor unggulannya dari sektor tersebut adalah subsektor industri migas. Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB mencapai 53,99 persen pada tahun 2006 dan turun menjadi 46,67 persen pada tahun 2010 atau rata-rata mencapai 50,85 persen. Sedangkan kontribusi sektor tertier (jasa-jasa) mencapai 49,06 persen pada tahun 2010 naik dari 41,68 persen pada tahun 2006 atau rata-rata mencapai 44,89 persen selama 2006-2010. Hasil ini juga menunjukkan adanya perubahan struktual di Kota Dumai dimana pada periode 2000-2005 sektor yang paling unggul adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (Rubiati, 2008).

Analisa Shift Share

Dalam analisis shift-share (S-S), perubahan atau pergeseran perekonomian dapat dilihat ketiga efek pembentuknya. Ketiga efek tersebut antara lain adalah efek pertumbuhan nasional, efek bauran industri dan efek keunggulan kompetitif.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Kuantan Singingi di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor pertanian. Pada sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp352.974 Juta dibandingkan tahun 2006. Peningkatan nilai PDRB seluruh sektor yang terdapat pada kabupaten Kuantan Singingi, lebih banyak disokong oleh kebijakan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk memajukan sektor tersebut seperti yang tercermin oleh kontribusi yang diberikan oleh efek pertumbuhan provinsi yang positif di seluruh sektor. Hal yang sama juga terlihat dari efek bauran industri, dimana hampir seluruh sektor di Kabupaten Kuantan Singingi memiliki nilai yang positif, kecuali pada sektor pertambangan. Artinya seluruh sektor kecuali sektor pertambangan dan penggalian sudah memiliki industri yang secara regional provinsi berkembang pesat dan struktur industri tersebut sudah cocok berada di Kabupaten Kuantan Singingi. Pada kurun waktu 2006-2010, kontribusi dari efek keunggulan kompetitif yang diberikan sudah mengalami peningkatan dibandingkan kurun waktu 2001-2006, dimana sudah terdapat beberapa sektor di kabupaten Kuantan Singingi memiliki daya saing, antara lain sektor pertanian; pertambangan dan pengolahan; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Indragiri Hulu di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan. Pada sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp243.986 Juta dibandingkan tahun 2006, sektor pertambangan dan penggalian terjadi peningkatan sebesar Rp6.956 Juta, sektor industri pengolahan terjadi peningkatan sebesar Rp346.815 Juta, sektor listrik; gas dan air bersih terjadi peningkatan sebesar Rp1.996 Juta, sektor bangunan terjadi peningkatan sebesar Rp63.015 Juta, sektor perdagangan, hotel dan restoran terjadi peningkatan sebesar Rp132.550 Juta, sektor pengangkutan dan komunikasi terjadi peningkatan sebesar Rp56.163 Juta, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terjadi peningkatan sebesar Rp19.382 Juta dan terjadi peningkatan nilai PDRB pada tahun 2010 di sektor jasa-jasa sebesar Rp103.733 Juta dibandingkan tahun 2006.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Indragiri Hilir di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor pertanian. Pada sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp599.121 Juta dibandingkan tahun 2006. Analisis S-S menunjukkan bahwa seluruh sektor mengalami peningkatan nilai output atau peningkatan nilai PDRB. Sektor yang menjadi unggulan di kabupaten Indragiri Hilir adalah sektor pertanian, dimana sektor tersebut mengalami peningkatan nilai PDRB tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Penetapan sektor pertanian sebagai sektor yang unggul di kabupaten Indragiri Hilir juga dikarenakan sektor tersebut memiliki kontribusi yang positif baik pada efek pertumbuhan provinsi, efek bauran industri dan efek keunggulan kompetitif. Artinya sektor pertanian di kabupaten Indragiri Hilir disokong oleh kebijakan pemerintah pusat dan provinsi untuk meningkatkan outputnya dan industri yang berada pada sektor tersebut berkembang pesat dan struktur industri tersebut cocok berada di kabupaten Indragiri Hilir serta industri yang berada pada sektor pertanian memiliki daya saing.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Pelalawan di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor pertanian. Pada sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp296.648 Juta dibandingkan tahun 2006. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan nilai PDRB sektor pertambangan dan penggalian di kabupaten Pelalawan dibandingkan tahun 2006, dimana peningkatan nilai PDRB tersebut disebabkan oleh kontribusi yang positif dari efek pertumbuhan provinsi dan efek keunggulan provinsi, sedangkan efek bauran industri memberikan kontribusi yang negatif terhadap pembentukan PDRB sektor pertambangan dan penggalian di kabupaten Pelalawan.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Siak di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan mengalami peningkatan sebesar Rp475.283 Juta. Di tahun 2010 terjadi penurunan yang cukup signifikan nilai PDRB di sektor pertambangan dan penggalian, penyebab penurunan nilai PDRB tersebut dikarenakan kontribusi yang negatif dari efek bauran industri dan efek keunggulan kompetitif, sehingga pembentukkan output sektor tersebut hanya disokong oleh efek pertumbuhan provinsi. Prawira dan Hamidi (2013) juga menyatakan bahwa struktur  perekonomian  Siak  bergeser  dari  sektor  primer menuju  ke  sektor  sekunder  dan  tersier,  walaupun   tingkat  pergeserannya  relatif kecil dari tahun ke tahun.
Di kabupaten Kampar selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Kampar diseluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor pertanian. Pada sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp560.942 Juta dibandingkan tahun 2006. Peningkatan nilai PDRB sebenarnya terjadi di semua sektor, hal ini dikarenakan adanya kontribusi yang positif dari efek bauran industri. Sedangkan efek bauran industri selama periode tersebut hampir seluruh sektor memberikan kontribusi yang positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian, artinya industri yang tergabung dalam sektor tersebut secara provinsi belum berkembang pesat dan industri tersebut tidak cocok berada pada kabupaten Kampar. Sektor yang memiliki daya saing pada periode 2006-2010 yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, serta sektor bangunan. Sehingga sektor yang dapat dijadikan sektor unggulan adalah sektor pertanian, selain karena pertambahan output tersebesar dibandingkan sektor yang lain di tahun 2010, sektor tersebut juga didorong oleh kebijakan pemerintah pusat maupun provinsi, memiliki spesialisasi serta memiliki daya saing, seperti yang ditunjukkan oleh kontribusi yang positif di ketiga efeknya.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Rokan Hulu diseluruh sektor dibandingkan tahun 2006, kecuali pada sektor pertambangan dan penggalian terjadi penurunan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 2001 dengan peningkatan terbesar tetap terjadi pada sektor pertanian. Pada sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp282.478 Juta dibandingkan tahun 2006. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di kabupaten Rokan Hulu, hal ini dikarenakan selama periode tersebut sektor pertanian memiliki peningkatan nilai PDRB tertinggi. Sektor pertanian menjadi unggulan dikarenakan ketiga efek yang membetuk nilai PDRB sektor pertanian memberikan kontribusi positif, sehingga selain ada kebijakan yang mampu mendorong, kemampuan berspesialisasi, sektor tersebut juga memiliki daya saing.
Di kabupaten Bengkalis perekonomian di seluruh sektor mengalami peningkatan, dimana selama periode 2006-2010. Secara agregat di tahun 2010, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang paling besar peningkatan nilai PDRB nya dengan nilai penigkatan pada tahun 2010 sebesar Rp3.680.407 Juta dibandingkan tahun 2006. Besarnya perubahan nilai PDRB sektor tersebut lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan provinsi serta efek keunggulan kompetitif yang memberikan kontribusi yang positf, sedangkan efek bauran industri memberikan kontribusi yang negatif terhadap pembentukan nilai PDRB sektor tersebut. Hal ini memberikan pengertian bahwa peningkatan output sektor pertambangan dan penggalian lebih banyak didorong oleh kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi serta sektor tersebut memiliki daya saing, walaupun industri-industri yang berada pada sektor pertambangan dan penggalian pada tingkat provinsi belum berkembang pesat.
Selama periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian kabupaten Rokan Hilir di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar tetap terjadi pada sektor pertanian. Sektor pertanian mengalami peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp480.958 Juta dibandingkan tahun 2006. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki perubahan struktur perekonomian yang tertinggi, jika dilihat dari ketiga efek dalam membentuk nilai PDRB sektor pertanian seluruhnya memberikan kontribusi yang positif. Secara umum semua sektor di kabupaten Rokan Hilir selama periode 2006-2010 didorong oleh kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, dan hanya terdapat 2 sektor yang memiliki daya saing yang konsisten selama periode tersebut antara lain adalah sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, serta hampir seluruh sektor diperiode tersebut yang secara konsisten memiliki spesialisasi di kabupaten Rokan Hilir, antara lain adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan iar bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
Di kabupaten Meranti terjadi pergeseran peningkatan perekonomian di seluruh sektor mengalami, kecuali pada sektor pertambangan dan penggalian, dimana selama periode 2006 sampai dengan 2010 secara agregat di tahun 2010 sektor pertanian terjadi peningkatan angka PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp92.604 Juta dibandingkan tahun 2006. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang paling besar penurunan nilai PDRB nya dengan nilai penurunan pada tahun 2010 sebesar Rp239.858 Juta dibandingkan tahun 2006. Perubahan nilai PDRB terbesar terjadi di sektor perdagangan, hotel dan restoran, jika dilihat berdasarkan komponen pembentuk nilai PDRB tersebut, efek pertumbuhan provinsi dan efek bauran industri memberikan kontribusi yang positif namun efek keungulan kompetitif memberikan kontribusi yang negatif. Hal ini berarti peningkatan output pada sektor perdagangan, hotel dan restoran lebih banyak didorong oleh kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi serta industri yang bergerak pada sektor tersebut secara provinsi sudah berkembang pesat dan sudah tepat berlokasi pada kabupaten kepulauan Meranti walaupun sektor ini tidak memiliki daya saing. Terdapat beberapa sektor yang memiliki nilai positif untuk diketiga efek pembentuk outputnya, sektor tersebut antara lain adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor jasa-jasa. Hal ini memberikan pengertian kelima sektor tersebut didukung oleh kebijakan pemerinta, memiliki daya saing serta sudah cocok berlokasi di kabupaten Kepulauan Meranti atau sudah mampu berspesialisasi.
Pada periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian Kota Pekanbaru di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran. Peningkatan nilai PDRB pada sektor tersebut disebabkan karena kontribusi yang positif dari ketiga efek pembentuknya. Hal ini berarti sektor perdagangan, hotel dan restoran sudah didukung oleh kebijakan pemerintah, mampu berspesialisasi serta memiliki daya saing. Sehingga dapat disimpulkan sektor yang paling potensial di Kota Pekanbaru berdasarkan metode S-S adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain sektor perdagangan, hotel dan restoran terdapat sektor lainnya yang secara konsisten memiliki nilai positif di ketiga efek, sektor tersebut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, sedangkan sektor lainnya memiliki nilai efek bauran industri dan efek keunggulan kompetitif yang bervariasi, walaupun begitu sektor lainnya tersebut sudah didukung atau didorong oleh kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk meningkatka outputnya seperti yang ditunjukkan oleh nilai efek pertumbuhan provinsi yang positif.
Pada periode 2006-2010, secara agregat di tahun 2010 terjadi perubahan atau pergeseran perekonomian Kota Dumai di seluruh sektor dibandingkan tahun 2006, dengan peningkatan terbesar tetap berasa pada sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sama halnya Kota Pekanbaru, Kota Dumai memiliki sektor dengan perubahan struktur tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Peningkatan nilai PDRB pada sektor tersebut dikarenakan kontribusi yang positif dari efek pertumbuhan provinsi, efek bauran industri serta efek keunggulan kompetitif. Secara umum, seluruh sektor yang berada pada Kota Dumai lebih banyak didorong oleh kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, seperti yang ditunjukkan oleh nilai dari efek pertumbuhan provinsi yang positif disemua sektor. Sedangkan untuk efek bauran industri dan efek keunggulan kompetitif memberikan kontribusi yang bervariasi. Selama kurun waktu 2006-2010, sektor yang secara konsisten mampu berspesialisasi adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan dan persewaan serta sektor jasa-jasa. Artinya kesemua sektor tersebut pada tingkat provinsi sudah mampu berkembang dan sudah tepat berlokasi pada Kota Dumai.

Analisa Tipologi Klassen

Setelah melihat sektor basis, sektor potensial propinsi dan sektor potensial daerah kabupaten/kota di Propinsi Riau dilanjutkan dengan melihat kondisi masing-masing kabupaten/kota berdasarkan tipologi klassen dari tahun ke tahun. Analisa Tipologi Klassen membandingkan pertumbuhan masing-masing kabupaten/kota dengan pertumbuhan Propinsi Riau dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Kondisi pertumbuhan daerah berbeda dari tahun ke tahun. Kabupaten Bengkalis termasuk kabupaten yang mampu mencapai daerah cepat maju dan cepat tumbuh pada tahun 2010, setelah sejak 2006 berada pada yang relatif tertekan karena tidak mampu tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan rata propinsi meskipun mempunyai pendapatan per kapita yang tinggi. Kabupaten Bengkalis menjadi satu-satunya kabupaten di Propinsi Riau yang berada pada posisi ini. Bengkalis didukung oleh sektor pertambangan terutama minyak bumi sebagai motor penggerak utama perekonomiannya sehingga mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi propinsi.
Hal yang sama belum terjadi pada Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hilir yang sejak 2006 sudah berada pada daerah maju tapi tertekan karena penduduknya mempunyai pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi tetapi tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonominya. Kedua kabupaten ini juga menumpukan pertumbuhan ekonominya pada sektor pertambangan subsektor minyak bumi dan gas.
Berkaca pada tiga kabupaten, Bengkalis, Siak, dan Rokan Hilir, sektor pertambangan terutama migas masih menjadi sektor unggulan pendorong pertumbuhan. Penerimaan yang diperoleh dari sektor migas dalam bentuk dana bagi hasil sumber daya alam migas menjadikan daerah-daerah ini menjadi daerah yang kaya. Masalahnya adalah apakah pemerintah daerah memanfaatkan dana tersebut untuk mendorong sektor-sektor produktif atau tidak, misal penyediaan sarana infrastruktur jalan, listrik, dan sebagainya. Sehingga daerah ini tidak terlalu tergantung lagi pada penerimaan migas di masa datang karena minyak bumi adalah sumber daya alam ini bisa habis dan tidak bisa diperbarui.
Selama periode 2006-2010, terdapat 6 kabupaten/kota yang berada pada kuadran pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi pertumbuhan pendapatan per kapita masih lebih rendah dari propinsi termasuk daerah yang berkembang. Kabupaten/kota tersebut adalah Pekanbaru, Kauntan Singingi, Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, Rokan Hulu. Pekanbaru mengandalkan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Pekanbaru adalah ibu kota dan kota terbesar di provinsi Riau, Indonesia. Kota ini merupakan kota perdagangan dan jasa, termasuk sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi. Kota ini menjadi tujuan penduduk sekitar untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi. Tetapi sebagian besar dari mereka berada di sektor informal yang belum mampu memberikan pendapatan yang tinggi pada sebagian besar penduduknya. Pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat, dan sebagian besarnya masih menerima pendapatan yang rendah.
Sedangkan Kuantan Singingi, Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Rokan Hulu semuanya mengandalkan sektor pertanian. Tingginya pertumbuhan yang ditopang sektor pertanian ternyata belum mampu mensejahterakan masyarakatnya. Harga jual produk pertanian tidak stabil. Saat panen melimpah harga jual produk cenderung mengalami penurunan. Subsektor perkebunan terutama kelapa sawit menjadi andalan di Kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hilir, dan Rokan Hulu. Sedangkan subsektor kehutanan menjadi pendorong pertumbuhan di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu.
Kabupaten Kampar dan Kota Dumai selama 2006-2010 mengalami pergeseran kuadran dari daerah berkembang ke daerah relatif tertinggal atau sebaliknya dengan pertumbuhan pendapatan per kapita rendah, pertumbuhan ekonomi bergeser dari pertumbuhan ekonomi rendah ke pertumbuhan ekonomi tinggi dan sebaliknya. Kabupaten Kampar sebenarnya mengandalkan sektor pertambangan dan penggalian, terutama penggalian sebagai sektor andalan. Mayoritas penggalian yang ada adalah galian C. Dan ternyata sektor ini belum mampu memberikan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat pada khususnya dan pertumbuhan ekonomi pada umumnya.

Tabel 2. Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Propinsi Riau

Perdapatan per kapita rendah
Pendapatan per kapita tinggi
2006
Laju Pertumbuhan Tinggi
Daerah berkembang cepat
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh
Pekanbaru, Kauntan Singingi, Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, Rokan Hulu

Laju Pertumbuhan Rendah
Daerah relatif tertinggal
Daerah maju tapi tertekan
Dumai, Kampar
Siak, Bengkalis, Rokan Hilir
2007
Laju Pertumbuhan Tinggi
Daerah berkembang cepat
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh
Pekanbaru, Kauntan Singingi, Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Dumai

Laju Pertumbuhan Rendah
Daerah relatif tertinggal
Daerah maju tapi tertekan
Kampar
Siak, Bengkalis, Rokan Hilir
2008
Laju Pertumbuhan Tinggi
Daerah berkembang cepat
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh
Pekanbaru, Kauntan Singingi, Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, Rokan Hulu

Laju Pertumbuhan Rendah
Daerah relatif tertinggal
Daerah maju tapi tertekan
Kampar, Dumai
Siak, Bengkalis, Rokan Hilir
2009
Laju Pertumbuhan Tinggi
Daerah berkembang cepat
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh
Pekanbaru, Kauntan Singingi, Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Kampar

Laju Pertumbuhan Rendah
Daerah relatif tertinggal
Daerah maju tapi tertekan
Dumai, Kepulauan Meranti
Siak, Bengkalis, Rokan Hilir
2010
Laju Pertumbuhan Tinggi
Daerah berkembang cepat
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh
Pekanbaru, Kauntan Singingi
Indragiri Hilir, Pelalawan
Indragiri Hulu, Rokan Hulu
Dumai
Bengkalis
Laju Pertumbuhan Rendah
Daerah relatif tertinggal
Daerah maju tapi tertekan
Kampar, Kepulauan Meranti
Siak, Rokan Hilir
Sumber: BPS diolah

Sedangkan Kota Dumai juga mempunyai pertumbuhan pendapatan per kapita yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang bergeser antara tinggi dan rendah. Sektor yang menjadi penyumbang terbesar PDRB adalah sektor industri pengolahan terutama industri pengilangan minyak bumi. Pertumbuhan ekonomi tinggi yang diperoleh dari industri minyak belum banyak berimbas pada pertumbuhan pendapatan per kapita masyarakat.
Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai daerah pemekaran baru masih masuk kategori daerah tertinggal dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan per kapita yang masih rendah. Sektor pertambangan terutama minyak dan gas dan sektor pertanian berpotensi sebagai sektor pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Hingga kini potensi perkebunan hanya diperdagangkan dalam bentuk bahan baku keluar daerah Riau dan belum dimaksimalkan menjadi industri hilir, sehingga belum membawa nilai tambah yang mendampak luas bagi kesejahteraan masyarakat lokal.

Analisa Gravity

Provinsi Riau terdiri dari 12 Kabupaten/Kota, antara lain adalah Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Berikut ini adalah analisis LQ untuk ke 12 Kabupaten/Kota di provinsi Riau selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010.

Gambar 1. Pola Interaksi antar kota/kabupaten di Propinsi Riau berdasarkan angka indeks gravity tertinggi dari setiap kota/kabupaten

Mencari daerah yang memiliki interaksi yang kuat antar kabupaten/kota di Propinsi Riau dilakukan dengan indeks gravity. Jarak yang digunakan dalam indeks gravity adalah jarak antar ibukota kabupaten/kota di Propinsi Riau. Berdasarkan indeks gravity yang paling tinggi di setiap kabupaten/kota terlihat pola interaksi seperti pada Gambar 1. Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, dan Kota Pekanbaru bisa menjadi pusat pertumbuhan di Propinsi Riau. Siak mempunyai saling interaksi yang kuat dengan Kepulauan Meranti. Sebagai kabupaten terluar, Kepulauan Meranti dan Siak bisa menjadi pintu gerbang bagi arus barang dan orang di Propinsi Riau. Dua kabupaten yang terkait kuat dengan Kabupaten Siak adalah Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan.
Pembangunan di Kabupaten Bengkalis akan bisa menjadi daya tarik bagi Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir. Sedangkan Kabupaten Rokan Hulu lebih terkait dengan Kabupaten Kampar. Kabupaten Kampar sendiri mempunyai saling keterkaitan yang kuat dengan Kota Pekanbaru. Dan Kabupaten Kuantan Singingi mempunyai keterikatan kuat dengan Kota Pekanbaru.
Dua kabupaten yang terlepas tetapi saling terkait kuat adalah Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir. Sebagai dua kabupaten yang berbatasan dengan Propinsi Jambi, kemungkinan keduanya tidak terkait kuat dengan kabupaten/kota yang ada di Propinsi Riau. Kedua kabupaten ini mempunyai sektor unggulan yang sama yaitu sektor pertanian subsektor perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir dan subsektor kehutanan di Kabupaten Indragiri Hulu, serta sektor industri pengolahan nonmigas.

Gambar 2.     Pola interaksi terkuat antar kota/kabupaten di Propinsi Riau berdasar 10 angka indeks tertinggi

Apabila yang dijadikan dasar penentuan interaksi adalah angka indek gravity tertinggi maka akan didapatkan pola interaksi seperti terlihat pada Gambar 2. Terdapat tiga kota yang bisa menjadi pusat pertumbuhan di Propinsi Riau, yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kota Pekanbaru. Kabupaten Bengkalis sebapai pusat pertumbuhan mengandalkan sektor pertambangan dan penggalian subsektor migas. Kabupaten Siak bertumpu pada sektor pertambangan dan penggalian subsektor migas dan sektor industri pengolahan. Sedangkan kota Pekanbaru lebih pengandalkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Untuk strategi pembangunan ekonomi di Provinsi Riau bisa dipusatkan di pusat pertumbuhan dengan dana perolehan migas untuk membangun sektor-sektor ekonomi lainnya sehingga bisa menarik pembangunan sektor lain dan daerah-dearah lain yang saling terkait. Dengan mengembangkan sektor-sektor yang jadi unggulan dan berdaya saing wilayah ini akan bisa menarik wilayah lain untuk berkembang. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sari dan Pujiyono (2013) yang menyatakan bahwa salah satu sektor unggulan di Provinsi Riau adalah sektor pertanian, selain sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertanian memang menjadi unggulan di beberapa kabupaten tetapi kabupaten tersebut belum bisa menjadi pusat pertumbuhan yang mampu menarik wilayah lain.

Terdapat 5 kabupaten/kota yang terkait saling terkait erat dengan Kabupaten Bengkalis, yaitu Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kepulauan Meranti. Terdapat 4 kabupaten/kota terkait erat dengan Kabupaten Siak, yaitu Kabupaten Bengkalis, Kota Pekanbaru, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Dan terdapat 4 kabupaten/kota yang terkait erat dengan kota Pekanbaru, yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, dan Kabupaten Pelalawan. Sedangkan Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kabupaten Indragiri Hilir masih belum mempunyai keterkaitan erat dengan 3 pusat pertumbuhan yang ada.

SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi potensial yang menjadi basis pembangunan ekonomi di kabupaten/kota yang terletak di Provinsi Riau dan menganalisis keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi potensial kabupaten/kota yang dapat dijadikan perencanaan strategis pembangunan ekonomi daerah Provinsi Riau. Data yang akan digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto setiap Kabupaten/Kota yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Bappeda setempat. Jumlah kabupaten/kota yang akan digunakan sebanyak 12 kabupaten/kota. Periode pengamatannya adalah 5 tahun dari 2006-2010. Alat analisis yang digunakan adalah location quotient, shift share, tipologi Klassen, dan index gravity.
Kesimpulan penelitian ini antara lain adalah:
1.        Hasil penelitian LQ menunjukan bahwa sektor-sektor ekonomi potensial di seluruh Kabupaten/kota di Provinsi Riau. Sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor unggulan di Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, dan Dumai. Sektor pertanian menjadi unggulan di Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Rokan Hulu, dan Kepulauan Meranti. Sedangkan Kota Pekanbaru lebih mengandalkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, dn sektor pengakutan dan komunikasi. Sektor-sektor ini diharapkan dapat dapat memenuhi kebutuhan dalam maupun luar daerah. Pengembangan kabupaten/kota di Provinsi Riau selanjutnya diarahkan untuk lebih meningkatkan keterkaitan antar daerah.
2.        Hasil shift-share menunjukan sektor potensi bagi setiap kabupaten/kota di Propinsi Riau. Pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota didorong oleh efek pertumbuhan propinsi, efek bauran industri, dan efek keunggulan kompetitif. Setiap kabupaten/kota mempunyai sektor yang berdaya saing yang berbeda-beda dengan faktor pendorong yang berbeda-beda pula.
3.        Berdasar hasil tipologi Klassen, pada tahun 2010, Bengkalis masuk kategori daerah yang cepat maju. Siak dan Rokan Hilir termasuk daerah maju tapi tertekan karena tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita tumbuh tinggi tetapi pertumbuhan ekonominya masih rendah. Sebaliknya Pekanbaru, Kuantan Singingi, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Pelalawan, Rokan Hulu, dan Dumai yang mempunyai pertumbuhan ekonomi relatif tinggi tetapi pertumbuhan pendapatan per kapitanya masih rendah sehingga termasuk dalam kategori daerah yang berkembang cepat. Sedangkan Kampar dan Kepulauan Meranti tergolong daerah yang relatif tertinggal karena pertumbuhan ekonominya dan pendapatan per kapitanya masih rendah.
4.        Dari hasil Indeks Gravity dapat disimpulkan bahwa Bengkalis, Siak, dan Pekanbaru mempunyai keterkaitan yang erat sehingga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Propinsi Riau. Bengkalis bisa menarik Dumai, Rokan Hilir, dan Kepulauan Meranti. Siak selain menarik Kepulauan Meranti, juga menarik Pelalawan. Pekanbaru akan menarik Pelalawan dan Kampar.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, kebijakkan ekonomi yang variatif dan aplikatif  harus  diwujudkan  agar  semua  sektor  memiliki  kesempatan  yang  sama untuk berkembang, tidak hanya terfokus pada satu sektor tertentu saja mengingat potensi sektor-sektor  ekonomi  lainnya  seperti  pertanian,  perdagangan,  bangunan dan jasa-jasa belum berada pada peran yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln (2010). Ekonomi Pembangunan. Edisi keempat. Lembaga Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta
Asnawi, John (2008). ”Sektor Unggulan Perekonomian Riau”. Jurnal Teroka Riau. 8:104-. 107
Aswandi, H dan Kuncoro, Mudrajad (2002). ”Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris Di Kalimantan Selatan 1993-1999”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 1, 2002, 27 - 45
Caska dan RM. Riadi (2005), ”Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau” Jurnal Pembangunan Ekonomi Daerah (diunduh dari http://www.scribd.com/doc/52587519/Jurnal-Pembangunan-Ekonomi-Daerah tgl 15 September 2011)
Kornita, Srie (2008). ”Analisis Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Riau,” Warta ISEI, Edisi 08 Tahun II Maret-April 2008. Pekanbaru.
Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri (2012). Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES
Prawira, Yudha dan Wahyu Hamidi (2013), “Transformasi Struktur Ekonomi Kabupaten Siak Tahun 2001-2010” Jurnal Ekonomi, Vol 21(1): 1-21
Rubiati (2008). “Analisa Pengembangan Ekonomi Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2005” Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI).
Sari, Norma Rita; Arif Pujiyono (2013). “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Provinsi di Indonesia Tahun 2004-2010” Diponegoro Journal of Economics, Vol. 2 (3): 1-15.
Suparmoko, M. (2010), Ekonomi Publik: untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi Pertama, Yogyakarta: Andy.

Tarigan, Robinson (2005). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Todaro, Michael P., Stephen C. Smith (2013). Perkembangan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1, Edisi 11, Jakarta: Erlangga.



Tidak ada komentar: