11 LATAR BELAKANG
Tanah adalah produk transformasi
mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk,
iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri
bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya
(Winarso, 2005).
Tanah merupakan elemen dasar yang tidak
terpisahkan dalam dunia pertanian. Tanpa adanya tanah mustahil kita bisa
menanam padi, palawija, sayuran, buah-buahan maupun kehutanan meskipun saat ini
telah banyak dikembangkan sistim bercocok tanam tanpa tanah, misalnya
Hidroponik, Airoponik dan lain-lain, tetapi apabila usaha budidaya tanaman
dalam skala luas masih lebih ekonomis dan efisien menggunakan media tanah.
Mengingat pentingnya peranan tanah dalam usahatani, maka pengelolaan tanah
untuk usahatani haruslah dilakukan sebaik mungkin guna menjaga kesuburan
tanahnya. Tanah yang memenuhi syarat agar pertumbuhan tanaman bisa optimal
tentulah harus memiliki kandungan unsur hara yang cukup,mengandung banyak bahan
organik yang menguntungkan.
B. Tujuan
Adapun
tujuan mengenai kalambaban udara adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa bisa mengetahui bahan
pembentukan mineral tanah.
2.
Mahasiswa dapat mengetahui definisi dan peranan mineral tanah
II.
PEMBAHASAN.
2.l. Pengertian Mineral Tanah
Mineral tanah adalah mineral yang terkandung di dalam tanah
dan merupakan salah satu bahan utama penyusun tanah. Mineral dalam tanah
berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari batuan yang merupakan bahan induk
tanah, rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil pelapukan lainnya atau
pelapukan (alterasi) dari mineral primer dan sekunder yang ada.
Mineral
mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah, antara lain sebagai
indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah beserta
lingkungan pembentukannya. Jenis mineral tanah secara garis besar dapat
dibedakan atas mineral primer dan mineral sekunder.
2.2. Klasifikasi mineral Tanah.
2.2.1. Mineral Primer
Mineral primer adalah mineral tanah yang
umumnya mempunyai ukuran butir fraksi pasir (2 – 0,05 mm). Contoh dari mineral
primer yang banyak terdapat di Indonesia beserta sumbernya disajikan dalam
Tabel 1.
Analisis jenis dan jumlah mineral
primer dilakukan di laboratorium mineral dengan bantuan alat mikroskop
polarisasi. Pekerjaan analisis mineral primer dilaksanakan dalam dua tahapan,
yaitu pemisahan fraksi pasir dan identifikasi jenis mineral.
a.
Pemisahan Fraksi Pasir
Prinsip
dasar pemisahan fraksi pasir adalah menghilangkan material penyemen yang
menyelimuti atau menyemen butir-butir pasir dan memisahkan butir mineral berukuran
fraksi pasir dari fraksi debu dan liat. Material yang menyeliputi butir pasir
dalam tanah umumnya berupa bahan organik. Namun pada beberapa jenis tanah,
material penyeliput tersebut selain oleh bahan organik, juga oleh besi (pada
tanah merah) dan oleh karbonat (pada tanah kapur). Bahan organik dihilangkan
dengan hidrogen peroksida (H2O2) besi dengan sodium dithionit (Na2S2O4) dan
karbonat dengan Chlorida (HCl).
Setelah
butir mineral terlepas dilakukan pemisahan fraksi pasir dengan menggunakan ayakan
yang berukuran 1-0,05 mm. Jenis analisis mineral primer yang biasa dilaksanakan
adalah fraksi berat, fraksi ringan, dan fraksi total. Untuk analisis mineral
pasir fraksi berat, terlebih dahulu harus dipisahkan antara pasir fraksi berat
dengan fraksi ringan. Yang tergolong dalam mineral pasir fraksi berat adalah
mineral pasir yang tenggelam dalam larutan bromoform dengan BJ 2,87. Untuk
analisis mineral pasir fraksi total, hasil pengayakan bisa langsung
diperiksa. Indentifikasi mineral pasir Untuk keperluan identifikasi jenis
mineral pasir, diperlukan lempeng kaca berukuran 2,5 cm x 5 cm, cairan nitro
bensol, dan mikroskop polarisasi. Butir pasir ditebarkan di atas lempeng kaca
hingga merata kemudian ditetesi nitro bensol dan diaduk sampai tidak ada pasir
yang mengambang. Lempeng kaca di taruh di mikroskop dan mulai diamati. Dengan
mikroskop polarisasi Pengamatan dilakukan mengikuti metode ”line counting”
artinya hanya mineral pasir yang terletak pada garis horizontal pada bidang
pandang mikroskop yang dihitung. Untuk analisis rutin penghitungan dilakukan
hingga 100 butir, tapi untuk keperluan penelitian yang lebih detail,
penghitungan dapat dilakukan hingga 300 butir.
2.2.2.
Mineral Sekunder
Mineral sekunder adalah mineral yang terbentuk
dari hasil pelarutan mineral primer yang telah mengkristal kembali. Dan juga
berasal dari pelarutan sisa – sisa organisme seperti kerangka binatang
kapur,bangkai dan kotoran burung layang layang yang kemudian mengkristal
kembali bersama unsur unsur lainnya.
a.
Pemisahan
Fraksi Liat
Prinsip
dasar pemisahan fraksi liat adalah menghilangkan bahan penyeliput dan penyemen,
serta memisahkan fraksi liat dari fraksi debu dan pasir. Dalam proses pemisahan
fraksi ini dapat digunakan contoh yang sama dengan contoh yang digunakan untuk
analisis fraksi pasir, sehingga proses destruksi bahan organik, besi, dan
karbonat bisa dilakukan sekaligus.Pemisahan fraksi liat dilakukan dengan cara
yang sama seperti pemisahan fraksi untuk tekstur yaitu dengan cara pengendapan
yang didasarkan pada hukum Stoke.
b.
Identifikasi
Mineral Liat
Identifikasi
mineral liat dilakukan dengan bantuan alat difraktometer sinar X (XRD).
Terlebih dahulu dibuat preparatnya dengan mengendapkan fraksi liat pada lempeng
kramik, setelah siap, preparat tersebut dijenuhkan dengan Mg2+, Mg2+ +
glycerol, K+ dan K+ dipanaskan pada suhu 550oC selama 1 jam. Prinsip analisis
dengan XRD adalah merekam dan memvisualisasikan pantulan sinar X dari kisikisi
kristal dalam bentuk grafik. Grafik tersebut kemudian dianalisis, terdiri atas
mineral liat apa saja dan relatif komposisinya.Analisis mineral liat juga dapat
dilakukan dengan contoh berupa serbuk halus (powder). Analisis ini biasanya
dilakukan untuk menganalisis pupuk, mineral standar, atau mineral primer yang
sulit diidentifikasi dengan mikroskop.
c.
Klasifikasi
Endapan Mineral
Endapan
Mineral biasanya diperkenalkan klasifikasi endapan mineral menurut Lindgren
(1933), yang terdiri atas epitermal, mesotermal, dan hipotermal. Pembagian ini
didasarkan atas kontras suhu dan kedalaman pembentukan endapan ini. Namun, pada
perkembangan selanjutnya dua dari tiga istilah tersebut sangat jarang
digunakan, bahkan istilah hipotermal yang dulu diperuntukkan pada endapan yang
terbentuk pada lingkungan yang dalam (3-15 km) dengan suhu ~300-600oC tidak
pernah lagi digunakan. Orang lebih mudah memahami istilah sistem porfiri
dibandingkan hipotermal. Hal ini didasarkan atas karakteristik tekstur dan
proses pembentukannya. Bagimana dengan istilah mesotermal? Apakah begitu suhu
pembentukan mineral mencapai/melebihi 300oC suatu endapan bisa dikelompokkan ke
dalam mesotermal, seperti pada presentasi di IAGI November 2007 yang lalu?
Menurut Lindgren (1933), endapan mesotermal terbentuk pada kedalaman sedang
(1,2-4,5 km) dengan kisaran suhu 200-300oC. Namun, pada perkembangan modern,
istilah mesotermal lebih difokuskan pada mineralisasi yang berhubungan dengan
proses orogenesa (orogenic gold), seperti zear zone, metamorphic lode,
orogenic, atau greenstone belt. Jadi, endapan mesotermal difokuskan pada
endapan logam (emas) yang berasosiasi dengan proses pembentukan batuan
metamorfik.
Jadi kalau dilihat dari suhu
pembentukannya, memang endapan mesotermal pasti di antara 200-300oC bahkan
lebih dari 300oC. Meskipun demikian, mineralisasi yang masih berhubungan dengan
sistem porfiri, mendekati 300-an deg masih dianggap sebagai endapan epitermal,
jadi bukan termasuk mesotermal. Sebenarnya, faktor suhu ini akan berhubungan
dengan logam apa yang akan terdeposisi dan ligan apa yang akan mengantarkan
logam pada tempat pengendapannya. Penelitian terhadap suhu pembentukan saat ini
tidak menjadi pusat perhatian dalam endapan logam, tetapi lebih ditekankan
kepada mekanisme pengangkutan (jenis larutan dan ligan) dan sumber larutan
pembentuk endapan itu sendiri (isotop stabil). Bagaimana ciri-ciri endapan
mesotermal atau yang lebih dikenal dengan istilah shear zone, lode atau
orogenic? Endapan mesotermal terbentuk oleh hasil ekstraksi logam dari batuan
pembawanya, misalnya batuan pelitik (lempung, lanau) atau basalt pada proses pembentukan
pegunungan (orogenesa). Ekstraksi logam khususnya emas dikontrol oleh penyangga
karbon dioksida (diistilahkan sebagai sekresi metamorfik). Jadi, kalau kita
mendapatkan conto urat kuarsa dan dianalisis inklusi fluidanya akan diperoleh
inklusi yang kaya akan CO2.
2.2.3.
Mineral Liat Tanah
Mineral liat tanah merupakan mineral sekunder
yang sangat berperan dalam membentuk kesubuan tanah.tipe dan struktur Kristal
mineral liat tersebut sangat menentukan sifatnya dalam mempengaruhi sifat da
ciri tanah.
a.
Tipe
Mineral Liat
Pada dasarnya mineral liat dapat di bedakan atas dua
kelompok senyawa,yaitu liat selikat dan liat bukan selikat.liat selikat
kemudian di bedakan dengan tiga tipe, 1 : 1, 2 : 1 dan tipe 2 : 2 . tipe dalam
hal ini menunjukan perbandingan antara Si-tetraeder Al-oktaeder. Dengan
mengetahui tipe mineral liat dan juga
dapat menentukan tingkat kehancuran suatu tanah. Tanah yang mengandung liat 1 : 1 menunjukan suatu
tanah yang lebih tua dari pada tanah yang bertipe 2 : 1 karena Si telah habis tercuci.
b.
Struktur
Kimia dan Kristal Mineral Liat
Melalui analisa kuantitatif ahli kimia telah dapat
menentukan rumus kimia dari berbagai mineral.melihat rumus kimia yang
terkandung di dalam mineral liat,ternyata liat hanya mengandung K,Mg, dan Na.sedangkan
kita mengetahui bahwa didalam liat tersimpan sejumlah besar hara yang di butuhkan
tanaman. Akan tetapi dengan mengingat sifat mineral liat bermuatan negative
pada umumnya bermuatan positif, maka pengadaan hara dari mineral liat lebih
mudah di pahami. Adanya kation-kation dan anion-anion yang dapat di jerap dan
di pertukarkan oleh mineral liat adalah faktor penentu penyediaan hara bagi
tanaman.
c.
Sumber
Muatan Negatif
Sumber muatan negative liat yang utama adalah subsitusi
isomorfik.di samping itu juga akibat patahnya pinggiran lempeng Kristal liat, Dan
juga berasal dari permukaan koloid liat yang mempunyai gugus oksigen dan
hidroksil yang tersembul,sehingga menimbulkan titik – titik bermuatan negative.
2.3. Peranan Mineral Tanah
Ø Mineral
kalsit dan dolomit dapat di jadikan pupuk kapur atau bahan pengapuran untuk
memperbaikikesuburan tanah ber pH rendah.
Ø Sebagai
penyangga dalam tanah,karenanya reaksi tanah tidak berubah secara melonjak.
Ø Sebagai
penyerap dan mempertukarkan ion, sehingga unsur hara yang tersedia bagi tanaman
dan terhindar dari bahaya pencucian.
Ø Dan
juga berkemampuan besar dalam menahan air ,sehingga tanah tidak mudah
kehilangan air.
III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mineral
merupakan bahan anorganik tanah yang tersusun dari berbagai unsur kimia baik
yang di perlukan tanaman maupun yang tidak diperlukan.
Mineral
merupakan sumber hara tanaman yang di
peroleh melalui pelapukan dan pelarutan ,atau sumber hara setelah di jadikan
pupuk .khusus untuk mineral liat ,berperan dalam mengatur penyediaan har bagi
tanaman, lempeng Kristal liat. Juga berasal dari permukaan koloid lat yang
mempunyai gugus oksigen dan hidroksil yang tera dan air.
DAFTAR PUSTAKA
Buchman, Harry O. and Nyle C.Brady,
1969. Terjemahan Prof .Dr. Soegiman 1982. Ilmu
Tanah . Penerbit Bhratara Karya Aksara – jakarta.
Soeparti, Coeswono 1983. Sifat dan ciri Tanah. Bogor.
Berry , L.G and B.mason. 1959. Mineralogy. Concepta, Discription, Ditermination.
W. H. Freeman andco.san Francisco.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar