Rabu, 25 Maret 2015

Dasar Ilmu Tanah


I. PENDAHULUAN
11  LATAR BELAKANG
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Tanah merupakan elemen dasar yang tidak terpisahkan dalam dunia pertanian. Tanpa adanya tanah mustahil kita bisa menanam padi, palawija, sayuran, buah-buahan maupun kehutanan meskipun saat ini telah banyak dikembangkan sistim bercocok tanam tanpa tanah, misalnya Hidroponik, Airoponik dan lain-lain, tetapi apabila usaha budidaya tanaman dalam skala luas masih lebih ekonomis dan efisien menggunakan media tanah. Mengingat pentingnya peranan tanah dalam usahatani, maka pengelolaan tanah untuk usahatani haruslah dilakukan sebaik mungkin guna menjaga kesuburan tanahnya. Tanah yang memenuhi syarat agar pertumbuhan tanaman bisa optimal tentulah harus memiliki kandungan unsur hara yang cukup,mengandung banyak bahan organik yang menguntungkan.
B. Tujuan
Adapun tujuan  mengenai kalambaban udara adalah sebagai berikut:
1.  Mahasiswa bisa mengetahui bahan pembentukan  mineral tanah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dan peranan mineral tanah
II. PEMBAHASAN.
2.l. Pengertian Mineral Tanah
Mineral tanah adalah mineral yang terkandung di dalam tanah dan merupakan salah satu bahan utama penyusun tanah. Mineral dalam tanah berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari batuan yang merupakan bahan induk tanah, rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil pelapukan lainnya atau pelapukan (alterasi) dari mineral primer dan sekunder yang ada.
Mineral mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah, antara lain sebagai indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah beserta lingkungan pembentukannya. Jenis mineral tanah secara garis besar dapat dibedakan atas mineral primer dan mineral sekunder. 
2.2. Klasifikasi mineral Tanah.
2.2.1. Mineral Primer
 Mineral primer adalah mineral tanah yang umumnya mempunyai ukuran butir fraksi pasir (2 – 0,05 mm). Contoh dari mineral primer yang banyak terdapat di Indonesia beserta sumbernya disajikan dalam Tabel 1.
Analisis jenis dan jumlah mineral primer dilakukan di laboratorium mineral dengan bantuan alat mikroskop polarisasi. Pekerjaan analisis mineral primer dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu pemisahan fraksi pasir dan identifikasi jenis mineral.
a.    Pemisahan Fraksi Pasir 
Prinsip dasar pemisahan fraksi pasir adalah menghilangkan material penyemen yang menyelimuti atau menyemen butir-butir pasir dan memisahkan butir mineral berukuran fraksi pasir dari fraksi debu dan liat. Material yang menyeliputi butir pasir dalam tanah umumnya berupa bahan organik. Namun pada beberapa jenis tanah, material penyeliput tersebut selain oleh bahan organik, juga oleh besi (pada tanah merah) dan oleh karbonat (pada tanah kapur). Bahan organik dihilangkan dengan hidrogen peroksida (H2O2) besi dengan sodium dithionit (Na2S2O4) dan karbonat dengan Chlorida (HCl). 
Setelah butir mineral terlepas dilakukan pemisahan fraksi pasir dengan menggunakan ayakan yang berukuran 1-0,05 mm. Jenis analisis mineral primer yang biasa dilaksanakan adalah fraksi berat, fraksi ringan, dan fraksi total. Untuk analisis mineral pasir fraksi berat, terlebih dahulu harus dipisahkan antara pasir fraksi berat dengan fraksi ringan. Yang tergolong dalam mineral pasir fraksi berat adalah mineral pasir yang tenggelam dalam larutan bromoform dengan BJ 2,87. Untuk analisis mineral pasir fraksi total, hasil pengayakan bisa langsung diperiksa. Indentifikasi mineral pasir Untuk keperluan identifikasi jenis mineral pasir, diperlukan lempeng kaca berukuran 2,5 cm x 5 cm, cairan nitro bensol, dan mikroskop polarisasi. Butir pasir ditebarkan di atas lempeng kaca hingga merata kemudian ditetesi nitro bensol dan diaduk sampai tidak ada pasir yang mengambang. Lempeng kaca di taruh di mikroskop dan mulai diamati. Dengan mikroskop polarisasi Pengamatan dilakukan mengikuti metode ”line counting” artinya hanya mineral pasir yang terletak pada garis horizontal pada bidang pandang mikroskop yang dihitung. Untuk analisis rutin penghitungan dilakukan hingga 100 butir, tapi untuk keperluan penelitian yang lebih detail, penghitungan dapat dilakukan hingga 300 butir.
2.2.2. Mineral Sekunder
 Mineral sekunder adalah mineral yang terbentuk dari hasil pelarutan mineral primer yang telah mengkristal kembali. Dan juga berasal dari pelarutan sisa – sisa organisme seperti kerangka binatang kapur,bangkai dan kotoran burung layang layang yang kemudian mengkristal kembali bersama unsur unsur lainnya.
a.         Pemisahan Fraksi Liat 
Prinsip dasar pemisahan fraksi liat adalah menghilangkan bahan penyeliput dan penyemen, serta memisahkan fraksi liat dari fraksi debu dan pasir. Dalam proses pemisahan fraksi ini dapat digunakan contoh yang sama dengan contoh yang digunakan untuk analisis fraksi pasir, sehingga proses destruksi bahan organik, besi, dan karbonat bisa dilakukan sekaligus.Pemisahan fraksi liat dilakukan dengan cara yang sama seperti pemisahan fraksi untuk tekstur yaitu dengan cara pengendapan yang didasarkan pada hukum Stoke. 
b.        Identifikasi Mineral Liat 
Identifikasi mineral liat dilakukan dengan bantuan alat difraktometer sinar X (XRD). Terlebih dahulu dibuat preparatnya dengan mengendapkan fraksi liat pada lempeng kramik, setelah siap, preparat tersebut dijenuhkan dengan Mg2+, Mg2+ + glycerol, K+ dan K+ dipanaskan pada suhu 550oC selama 1 jam. Prinsip analisis dengan XRD adalah merekam dan memvisualisasikan pantulan sinar X dari kisikisi kristal dalam bentuk grafik. Grafik tersebut kemudian dianalisis, terdiri atas mineral liat apa saja dan relatif komposisinya.Analisis mineral liat juga dapat dilakukan dengan contoh berupa serbuk halus (powder). Analisis ini biasanya dilakukan untuk menganalisis pupuk, mineral standar, atau mineral primer yang sulit diidentifikasi dengan mikroskop. 
c.         Klasifikasi Endapan Mineral
Endapan Mineral biasanya diperkenalkan klasifikasi endapan mineral menurut Lindgren (1933), yang terdiri atas epitermal, mesotermal, dan hipotermal. Pembagian ini didasarkan atas kontras suhu dan kedalaman pembentukan endapan ini. Namun, pada perkembangan selanjutnya dua dari tiga istilah tersebut sangat jarang digunakan, bahkan istilah hipotermal yang dulu diperuntukkan pada endapan yang terbentuk pada lingkungan yang dalam (3-15 km) dengan suhu ~300-600oC tidak pernah lagi digunakan. Orang lebih mudah memahami istilah sistem porfiri dibandingkan hipotermal. Hal ini didasarkan atas karakteristik tekstur dan proses pembentukannya. Bagimana dengan istilah mesotermal? Apakah begitu suhu pembentukan mineral mencapai/melebihi 300oC suatu endapan bisa dikelompokkan ke dalam mesotermal, seperti pada presentasi di IAGI November 2007 yang lalu? Menurut Lindgren (1933), endapan mesotermal terbentuk pada kedalaman sedang (1,2-4,5 km) dengan kisaran suhu 200-300oC. Namun, pada perkembangan modern, istilah mesotermal lebih difokuskan pada mineralisasi yang berhubungan dengan proses orogenesa (orogenic gold), seperti zear zone, metamorphic lode, orogenic, atau greenstone belt. Jadi, endapan mesotermal difokuskan pada endapan logam (emas) yang berasosiasi dengan proses pembentukan batuan metamorfik.
Jadi kalau dilihat dari suhu pembentukannya, memang endapan mesotermal pasti di antara 200-300oC bahkan lebih dari 300oC. Meskipun demikian, mineralisasi yang masih berhubungan dengan sistem porfiri, mendekati 300-an deg masih dianggap sebagai endapan epitermal, jadi bukan termasuk mesotermal. Sebenarnya, faktor suhu ini akan berhubungan dengan logam apa yang akan terdeposisi dan ligan apa yang akan mengantarkan logam pada tempat pengendapannya. Penelitian terhadap suhu pembentukan saat ini tidak menjadi pusat perhatian dalam endapan logam, tetapi lebih ditekankan kepada mekanisme pengangkutan (jenis larutan dan ligan) dan sumber larutan pembentuk endapan itu sendiri (isotop stabil). Bagaimana ciri-ciri endapan mesotermal atau yang lebih dikenal dengan istilah shear zone, lode atau orogenic? Endapan mesotermal terbentuk oleh hasil ekstraksi logam dari batuan pembawanya, misalnya batuan pelitik (lempung, lanau) atau basalt pada proses pembentukan pegunungan (orogenesa). Ekstraksi logam khususnya emas dikontrol oleh penyangga karbon dioksida (diistilahkan sebagai sekresi metamorfik). Jadi, kalau kita mendapatkan conto urat kuarsa dan dianalisis inklusi fluidanya akan diperoleh inklusi yang kaya akan CO2. 
2.2.3. Mineral Liat Tanah
 Mineral liat tanah merupakan mineral sekunder yang sangat berperan dalam membentuk kesubuan tanah.tipe dan struktur Kristal mineral liat tersebut sangat menentukan sifatnya dalam mempengaruhi sifat da ciri tanah.
a.    Tipe Mineral Liat
Pada dasarnya mineral liat dapat di bedakan atas dua kelompok senyawa,yaitu liat selikat dan liat bukan selikat.liat selikat kemudian di bedakan dengan tiga tipe, 1 : 1, 2 : 1 dan tipe 2 : 2 . tipe dalam hal ini menunjukan perbandingan antara Si-tetraeder Al-oktaeder. Dengan mengetahui tipe mineral liat dan juga  dapat menentukan tingkat kehancuran suatu tanah. Tanah  yang mengandung liat 1 : 1 menunjukan suatu tanah yang lebih tua dari pada tanah yang bertipe  2 : 1 karena Si telah habis tercuci.
b.    Struktur Kimia dan Kristal Mineral Liat
Melalui analisa kuantitatif ahli kimia telah dapat menentukan rumus kimia dari berbagai mineral.melihat rumus kimia yang terkandung di dalam mineral liat,ternyata liat hanya mengandung K,Mg, dan Na.sedangkan kita mengetahui bahwa didalam liat tersimpan sejumlah besar hara yang di butuhkan tanaman. Akan tetapi dengan mengingat sifat mineral liat bermuatan negative pada umumnya bermuatan positif, maka pengadaan hara dari mineral liat lebih mudah di pahami. Adanya kation-kation dan anion-anion yang dapat di jerap dan di pertukarkan oleh mineral liat adalah faktor penentu penyediaan hara bagi tanaman.
c.    Sumber Muatan Negatif
Sumber muatan negative liat yang utama adalah subsitusi isomorfik.di samping itu juga akibat patahnya pinggiran lempeng Kristal liat, Dan juga berasal  dari permukaan koloid  liat yang mempunyai gugus oksigen dan hidroksil yang tersembul,sehingga menimbulkan titik – titik bermuatan negative.
2.3. Peranan Mineral Tanah
Ø  Mineral kalsit dan dolomit dapat di jadikan pupuk kapur atau bahan pengapuran untuk memperbaikikesuburan tanah ber pH rendah.
Ø  Sebagai penyangga dalam tanah,karenanya reaksi tanah tidak berubah secara melonjak.
Ø  Sebagai penyerap dan mempertukarkan ion, sehingga unsur hara yang tersedia bagi tanaman dan terhindar dari bahaya pencucian.
Ø  Dan juga berkemampuan besar dalam menahan air ,sehingga tanah tidak mudah kehilangan air.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mineral merupakan bahan anorganik tanah yang tersusun dari berbagai unsur kimia baik yang di perlukan tanaman maupun yang tidak diperlukan.
Mineral merupakan  sumber hara tanaman yang di peroleh melalui pelapukan dan pelarutan ,atau sumber hara setelah di jadikan pupuk .khusus untuk mineral liat ,berperan dalam mengatur penyediaan har bagi tanaman, lempeng Kristal liat. Juga berasal dari permukaan koloid lat yang mempunyai gugus oksigen dan hidroksil yang tera dan air.
DAFTAR PUSTAKA
Buchman, Harry O. and Nyle C.Brady, 1969. Terjemahan Prof .Dr. Soegiman 1982. Ilmu Tanah . Penerbit Bhratara Karya Aksara – jakarta.
Soeparti, Coeswono 1983. Sifat dan ciri Tanah. Bogor.
Berry , L.G and B.mason. 1959. Mineralogy. Concepta, Discription, Ditermination. W. H. Freeman andco.san Francisco.

Tidak ada komentar: