Selasa, 24 Oktober 2017

Laporan Praktek Kerja Lapangan



PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Disusun Oleh :
NURUL SHOLEHUDDIN
NIM. 2014330069











PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Disusun Oleh :
NURUL SHOLEHUDDIN
NIM. 2014330069











PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

JUDUL                      : Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman  
Cabai Rawit ( Capsicum frutescens L. )
NAMA                       : Nurul Sholehuddin
NPM                           : 2014330069
PROGRAM STUDI : Agroteknologi
FAKULTAS              : Pertanian




Menyetujui :                                                  Mengetahui :
Dosen Pembimbing,                                      Ketua Program Studi Agroteknologi,



(Ir. Edyson Indawan, MP.)                          (Reza Prakoso D.J., SP. MP.)
NIP. 19630216199031004                             NIDN. 0717079001



Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian,


(Dr. Ir. Amir Hamzah., MP.)
  NIP. 196705272005011001



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha pengasih, atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktik  Kerja Lapangan (PKL) ini. Dengan lancar yang Berjudul “PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)” di Kelompok Tani Anjas Moro IV Dusun Jurangkuali Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Kegiatan ini dapat diselesaikan atas bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.   Bapak Mashudi Selaku Ketua Kelompok Tani Anjasmoro IV
2.   Bapak Ir. Edyson Indawan, MP. selaku Dosen Pembimbing
3.   Orang tua yang selalu mendukung penulis dalam berbagai hal, khususnya dalam dukungan material dan spiritual.
4.   Teman–teman yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini baik dalam segi penulisan maupun teknik penyajiannya, mengingat keterbatsan kemampuan penuis. Kritik bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.


Malang, 20 Oktober  2017


Penulis,

 

DAFTAR ISI
                                                                                      Halaman
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................               i
KATA PENGANTAR.......................................................................................               ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................               iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................               v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................               vi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................               vii
I. PENDAHULUAN.........................................................................................               1
1.1.   Latar Belakang.........................................................................................               1
1.2.   Tujuan......................................................................................................               2
1.3.   Manfaat....................................................................................................               2
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................               3
2.1.   Macam-macam  Hama dan Penyakit Beserta Pengendaliannya..............               3
2.2.   Taktik dan Strategi Pengendalian Penyakit yang Efektif........................               10
2.3.   Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.).....................................               13
2.4.   Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)...........               14
III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN............................................               16
3.1.   Tempat dan Waktu..................................................................................               16
3.2.   Metode dan Pengumpulan Data..............................................................               16
3.3.   Partisipasi Aktif dan Wawancara............................................................               16
3.4.   Analisis Data............................................................................................               16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................               17
4.1.   Hasil.........................................................................................................               17
4.2.   Pembahasan.............................................................................................               19

V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................               25
5.1.   Kesimpulan..............................................................................................               25
5.2.   Saran........................................................................................................               25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................               26
LAMPIRAN......................................................................................................               28




















DAFTAR TABEL
    Halaman
Tabel 1. Macam-macam penyakit yang menyerang  dalam green house............               18












DAFTAR GAMBAR
    Halaman
Gambar  1. Mengganti tanaman cabai rawit yang terserang penyakit lau fusarium
di luar green house..........................................................................               20

Gambar  2. Tanaman cabai rawit yang terserang penyakit embun tepung di dalam
green house.....................................................................................               22

Gambar  3. Wadah pembakaran blerang di dalam green house..........................               23





















DAFTAR LAMPIRAN
   Halaman
Dokumentasi Kegiatan  .....................................................................................               28


I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Cabai  rawit  (Capsicum  frutescens  L.)  merupakan  salah  satu  sayuran penting  di  dunia  dan  salah  satu  komoditas  unggulan  hortikultura  di  Indonesia. Tanaman  ini ditanam  di seluruh provinsi  di Indonesia dan  mendapat prioritas untuk dikembangkan  karena  memiliki nilai ekonomi yang sangat potensial. Cabai rawit tidak hanya dimanfaatkan sebagai bumbu masak, tetapi juga meluas sesuai dengan melebarnya cakrawala pandangan masyarakat masa kini serta mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi seperti dijadikannya obat-obatan, hal tersebut yang menyebabkan pemanfaatannyapun dapat beragam pula, sehingga tanaman ini mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti, maka perlu adanya penanganan budidaya secara intensif seperti pergiliran tanaman supaya memutus perkembang biakan hama dan penyakit  dengan hal tersebut produktivitasnya tidak menurun (Djarwaningsih, 2005).
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistika (BPS) (2014), produksi cabai rawit di Indonesia antara tahun 2012 hingga 2013 hanya naik sebesar 1,60%. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan luas lahan panen sebesar 3.30 ha  (2,48%), namun produktivitasnya mengalami penurunan sebesar 0,5 ton/ha  (0,87%) dibanding 2012.
Tanaman  cabai  rawit yang  merupakan  komoditas  unggulan hortikultura  ini  memiliki  produktivitas  yang  masih  sangat  rendah.  Rendahnya produktivitas  tanaman  cabai  tersebut  disebabkan  oleh  banyaknya  faktor  yang mempengaruhi. Rendahnya produksi cabai di lapangan disebabkan oleh berbagai faktor  diantaranya  adalah teknik  budidaya, kandungan  hara  dalam  tanah, dan serangan  hama  dan  penyakit.  Selain hal tersebut rendahnya produktivitas cabai di Indonesia disebabkan oleh petani melakukan penanaman secara-terus menerus sehingga serangan OPT meningkat maka petani menggunakan pestisida yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan tingginya residu petisida pada produksi yang dihasilkan serta mengganggu kelestraian lingkungan. Penggunaan pestisida berlebihan akan meningkatkan berbagai masalah agar tidak terjadi timbul masalah yang baru perlu dihindari oleh karena itu usaha budi daya cabai rawit harus dilakukan secara benar berwawasan lingkungan (Rahman, 2010). Arifin (2012), Menyatakan bahwa pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (HPT) dapat menjaga stabilitas ekosistem dengan baik.
1.2.    Tujuan
Mengetahui bentuk–bentuk pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) di Kelompok Tani Anjasmoro IV Dusun Jurangkuali Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
1.3.      Manfaat
            Menambah wawasan baik secara teori ataupun secara teknis langsung di lapang bagaimana pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit agar pertumbuhan dan produksinya maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Macam-macam Hama dan Penyakit Beserta Pengendaliannya
2.1.1. Hama
2.1.1.1. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Ulat merupakan jenis hama yang akan menjadi kupu-kupu yang biasanya meletakkan telur secara berkelompok di atas daun atau tanaman. Ciri khas dari larva (ulat) grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Larva akan menjadi pupa (kepompong) yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-kupu berkisar antara 30 - 61 hari. Telur akan menetas menjadi ulat (larva), mula-mula hidup berkelompok dan kemudian menyebar. Menyerang bersama-sama dalam jumlah yang sangat banyak. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman, termasuk menyerang tanaman cabai rawit. Serangan ulat grayak terjadi di malam hari, karena kupu-kupu maupun larvanya aktif di malam hari. Pada siang hari bersembunyi di tempat yang teduh atau di permukaan daun bagian bawah. Hama ulat grayak merusak di musim kemarau dengan cara memakan daun mulai dari bagian tepi hingga bagian atas maupun bawah daun cabe. Serangan hama ini menyebabkan daun-daun berlubang secara tidak beraturan; sehingga menghambat proses fotosintesis dan akibatnya produksi buah cabe menurun. Pengendalian dilakukan dengan menyemprot insektisida sistemik atau yang bersifat racun perut, sehingga tidak perlu pengendalian secara khusus (Tjahjadi, 1996).
2.1.1.2. Kutu Daun (Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun atau sering disebut Aphid tersebar di seluruh dunia. Hama ini memakan segala jenis tanaman (polifag), lebih dari 100 jenis tanaman inang, termasuk tanaman cabe. Kutu daun berkembang biak dengan 2 cara, yaitu dengan perkawinan biasa dan tanpa perkawinan atau telur-telurnya dapat berkembang menjadi anak tanpa pembuahan. Daur hidup hama ini berkisar antara 7-10 hari. Hama ini menyerang tanaman cabe dengan cara mengisap cairan daun, pucuk, tangkai bunga ataupun bagian tanaman lainnya. Serangan berat menyebabkan daun-daun melengkung, keriting, belang-belang kekuningan (klorosis) dan akhirnya rontok sehingga produksi cabe menurun. Kehadiran kutu daun di kebun cabe, tidak hanya menjadi hama tetapi juga berfungsi sebagai penular (penyebar) berbagai penyakit virus. Di samping itu, kutu daun mengeluarkan cairan manis (madu) yang dapat menutupi permukaan daun. Cairan manis ini akan ditumbuhi cendawan jelaga berwarna hitam sehingga menghambat proses fotosintesis. Serangan kutu daun menghebat pada musim kemarau, bahwasanya untuk pengendalian kutu daun dan tungau dilakukan penyemprotan insektisida kontak 4-5 hari sekali (Tjahjadi, 1996).
2.1.1.3. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel.)
Hama ini menyebabkan buah cabe mengalami kebusukan. Buah cabe yang diserang lalat buah akan menjadi bercak-bercak bulat, berlubang kecil dan kemudian membusuk. Buah cabe yang terserang akan dihuni larva yang menyebabkan semua bagian buah cabe rusak, busuk, dan berguguran (rontok). Serangga dewasa panjangnya kurang lebih 0.5 cm, berwarna coklat-tua, dan meletakkan telurnya di dalam buah cabe. Telur tersebut akan menetas, kemudian merusak buah cabe. Daur hidup hama ini lamanya sekitar 4 minggu, dan pembentukan stadium pupa terjadi di atas permukaan tanah. Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara   kultur teknik, yaitu dengan pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang lalat buah secara mekanis yaitu dengan memusnahkan buah cabai rawit yang terserang lalat buah, secara kimiawi yaitu dengan pemasangan perangkap beracun "metil eugenol" atau protein hydrolisat yang efektif terhadap serangga jantan maupun betina (Patty, 2012).
2.1.1.4. Thrips (Thrips sp L.)
Gejala serangan yang ditimbulkan oleh thrips adalah awalnya timbul noda-noda keperakan pada daun-daun muda, akibat adanya luka bekas serangan thrips. Noda-noda keperakan tersebut berubah menjadi coklat. Serangan berat dapat menyebabkan daun-daun mengeriting ke atas. Serangga ini mempunyai tipe mulut pemarut dan pengisap. Ia memarut jaringan daun atau bunga dan mengisap cairan yang keluar dari bagian itu. Serangan pada bunga sudah mekar akan timbul bercak cokelat. Sedangkan pada bunga masih kuncup, thrips menyebabkan bunga gagal mekar. Thrips memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Serangga dewasa berukuran kecil, panjang 0,8 mm – 0,9 mm, berwarna kuning kecoklatan kehitam-hitaman. hama ini berkembang biak secara tak kawin (partenogenesis). Telur berbentuk oval, diletakkan di dalam jaringan daun. Nimfa berwarna putih dan sangat aktif, diikuti dengan periode sebelum pupa dan kemudian pupa. Pupa dibentuk dalam tanah, kemudian menjadi serangga dewasa. Daur hidup berkisar antara 7 – 12 hari di dataran rendah, dan berkembang pesat populasinya pada musim kering (kemarau). Spesies Thrips sp L. yang sering ditemukan adalah T. tabaci yang hidupnya bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, yaitu dengan pergiliran tanaman atau mengatur rotasi tanaman yang bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang tepat, menggunakan mulsa plastik hitam perak pada lahan tanam dan mengunakan insektisida kimia apabila populasinya diambang batas (Meilin, 2014).
2.1.1.5. Tungau (Tarsonemus translucens Green.)
Tungau berukuran sangat kecil, tetapi bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Serangga dewasa panjangnya + 1 mm, bentuk mirip laba-laba, dan aktif di siang hari. Siklus hidup tungau berkisar selama 14-15 hari. Tungau menyerang tanaman cabe dengan cara mengisap cairan sel daun atau pucuk tanaman. Akibat serangannya dapat menimbulkan bintik-bintik kuning atau keputihan. Serangan yang berat, terutama di musim kemarau, akan menyebabkan cabe tumbuh tidak normal dan daun-daunnya keriting. Pengendalian tungau dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan musuh alami, menggunakan akarisida apabila daun sudah diketahui terserang tungau (Meilin, 2014).
2.1.2. Penyakit
2.1.2.1. Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.) Butler.)
Penyakit Antraknosa sering kali dijumpai tanaman cabe. Penyakit ini cukup berbahaya dan cepat menjalar, sehingga mampu menurunkan produktifitas yang signifikan. Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan bercak daun. Gejala serangan antraknosa ialah bercakbercak pada buah, buah kehitaman dan busuk kering pada buah, dan akhirnya rontok. Penyakit busuk buah kering yang disebabkan cendawan untuk menghambat timbulnya penyakit tersebut dapat menggunakan ekstrak rimpang kencur yaitu sebagai fungisida (Wiyatiningsih dan Wuryandari, 1998).

2.1.2.2. Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith.)
Pada tanaman tua, layu pertama biasanya terjadi pada daun  yang  terletak  pada  bagian  bawah  tanaman.  Pada tanaman  muda,  gejala  layu  mulai  tampak  pada  daun  bagian atas  tanaman.  Setelah  beberapa  hari  gejala  layu  diikuti  oleh layu  yang  tiba-tiba  dan  seluruh  daun  tanaman  menjadi  layu permanen, sedangkan warna daun tetap hijau, kadang-kadang sedikit  kekuningan.  Jaringan  vaskuler  dari  batang  bagian bawah  dan  akar  menjadi  kecoklatan.  Bila  batang  atau  akar dipotong  melintang  dan  dicelupkan  ke  dalam  air  yang  jernih, maka  akan  keluar  cairan  keruh  koloni  bakteri  yang  melayang dalam  air  menyerupai  kepulan  asap.  Serangan  pada  buah menyebabkan  warna  buah  menjadi  kekuningan  dan  busuk. Infeksi  terjadi  melalui  lentisel  dan  akan  lebih  cepat berkembang  bila  ada  luka  mekanis. Penyakit ini disebabkan oleh  Pseudomonas solanacearum E.F.Smiht, bakteri  ini  ditularkan  melalui  tanah,  benih,  bibit,  sisa-sisa tanaman, pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu,  bakteri  ini  mampu  bertahan  selama  bertahun-tahun  di dalam  tanah  dalam  keadaan  tidak  aktif. Pengendalian ini dengan kultur  teknis  dengan  pergiliran  tanaman,  penggunaan benih  sehat  dan  sanitasi  dengan  mencabut  dan memusnahkan tanaman sakit (Semangun, 1989).
2.1.2.3. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp Schlecht.)
Jamur  Fusarium oxysporum  f.sp.  Schlecht; merupakan patogen penyebab penyakit layu fusarium pada tanaman cabai, khususnya cabai rawit. Jamur patogen ini dapat menyerang tanaman cabai rawit mulai dari masa perkecambahan sampai dewasa. Adanya serangan Fusarium oxysporum  f.sp.  Schlech, menjadi salah satu pembatas yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi cabai. Kerugian akibat penyakit layu fusarium pada tanaman cabai cukup besar. Menurut Mahartha et al (2013). Pemanfaatan agens hayati untuk menekan serangan Fusarium oxysporum  f.sp.  Schlecht. tentu menjadi pilihan yang sangat dianjurkan. Salah satu agens hayati yang dapat digunakan ialah dengan memanfaatkan rizobakteri. Keberadaan rizobakteri dapat mengurangi populasi patogen tumbuhan melalui kompetisi serta produksi senyawa antimikroba.
2.1.2.4. Bercak Daun (Cercospora capsici Heald et Wolf.)
Penyebab penyakit bercak daun adalah cendawan yang gejala serangan penyakit ditandai dengan bercak-bercak bulat kecil pada daun dan batang. Berikutnya bercak akan meluas dengan garis tengah + 0,5 cm. Di pusat bercak nampak berwarna pucat sampai putih dan pada bagian tepinya berwarna lebih tua. Serangan yang berat (parah) dapat menyebabkan daun menguning dan gugur, ataupun langsung berguguran tanpa didahului menguningnya daun. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kebun, dan disemprot fungisida seperti Topsin, Velimek, dan Benlate secara berselang-seling (Tjahjadi,1996).
2.1.2.5. Busuk Batang (Phytophthora spp Leonian.)
Penyakit Phytophthora spp Leonian, dapat pula menyebabkan busuk batang, busuk buah dab busuk daun. Gejala serangan tampak pada daun yaitu bercak-bercak kecil di bagian tepinya, kemudian menyerang seluruh batang. Batang tanaman cabe juga dapat terserang penyakit ini, ditandai dengan gejala perubahan warna menjadi kehitaman. Buah cabe yang terserang menunjukkan gejala awal bercak-bercak kebasahan, kemudian meluas, dan akhirnya buah akan terlepas dari kelopaknya karena membusuk. Untuk mencegah timbulnya penyakit ini dapat dilakukan memilih karakter atau menyeleksi tanaman yang ingin ditanam agar tahan terhadap penyakit seperti dengan buah muda berwarna kuning genotype Jossy, Tidar, Wijaya dan Prentul menunjukkan kelas ketahanan dengan kriteria sedang dan peka (Dewi et al., 2016).
2.1.2.6. Penyakit Fisiologis
Penyakit fisiologis ini merupakan keadaan suatu tanaman menderita sakit atau kelainan, tetapi penyebabnya bukan oleh mikroorganisme beberapa contoh penyakit fisiologis pada tanaman cabe yang paling sering ditemukan adalah kekurangan unsur hara Kalsium (Ca), dan terbakarnya buah cabai rawit akibat suhu tinggi. Tanaman cabai rawit yang kekurangan unsur Ca akan menunjukkan gejala pada buahnya terdapat bercak hijau-gelap, kemudian menjadi lekukan bacah coklat kehitam-hitaman. Jaringan di tempat bercak menjadi rusak sampai ke bagian dalam buah. Bentuk buah cabai rawit menjadi pipih dan berubah warna lebih awal (sebelum waktunya). Biasanya kekurangan Ca pada stadium buah rusak akan diikuti tumbuhnya cendawan. Usaha pencegahan kekurangan Ca dapat dilakukan dengan cara pengapuran sewaktu mengolah tanah, diikuti pemupukan berimbang, dan pengairan kebun secara merata, apabila tanaman cabai sedang masa berbuah tetapi menunjukan gejala kekurangan Ca, maka dapat disemprot dengan pupuk daun yang banyak mengandung unsur Ca (Anonim,2012).
2.1.2.7. Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Secara Organik
Pestisida merupakan bahan kimia yang dapat membunuh hama dan penyakit tanaman cabe, namun disisi lain bahan kimia tersebut juga dapat mencemari buah cabe sebagai produk pangan. Pestisida merupakan racun yang berbahaya bagi manusia, hewan peliharaan, dan lingkungan bila salah dalam penggunaannya. Penggunaan bahan-bahan berbahaya yang tidak diorientasikan sebagai pestisida hendaklah tidak dilakukan seperti formalin dan lain-lain. Penggunaan pestisida harus sesuai dosis yang dianjurkan, tepat waktu, tepat cara, tepat sasaran dan tepat guna. Pengendalian hama dan penyakit, hal ini dilakukan jika terjadi serangan hama dan penyakit pada pertanaman cabe rawit dengan menggunakan metode yang ramah lingkungan atau menggunakan musuh alami dan menggunakan pestisida organik  terbuat dari tanaman yang mampu aktif secara efektif menurunkan populasi hama dan penyakit (Arifin, 2012).
Penggolongan pestisida secara diagramatik berdasarkan senyawa kimia, pestisida alami adalah pestisida organik namun belum tentu tergolong pestisida organik alami karena mungkin saja pestisida organik tersebut merupakan pestisida organi sintetik. Dalam konteks pembicaraan pertanian organik, penggunaan istilah pestisida organik kurang tepat. Istilah yang tepat adalah pestisida organik alami atau pestisida alami, walaupun penggunaan pestisida alami relatif aman bagi kesehatan manusia, namun pemakaiannya tetap harus berhati-hati, penggunaan pestisida alami pada tanaman sayuran harus dihentikan setidaknya 7 hari menjelang panen guna menghilangi resiko kesehtan akibat residu yang ditinggalkan. Selain itu sebagaimana halnya dengan pestisida sintetik ataupun pestisida organik, penggunaan pestisida alami secara intensif dapat menyebabkan hama dan penyakit berkembang menjadi resisten (Zulkarnain, 2010).
2.2. Taktik dan Strategi Pengendalian Penyakit yang Efektif
Menurut Fandicka. (2011), menjelaskan taktik dan strategi pengendalian penyakit tanaman yang cukup baik sebagai berikut:
1.   Strategi Pengendalian Secara Fisik
Pengendalian system ini murah namu pelaksanaannya tetap perlu di landasi pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi patogen sebab setiap jenis patogen punya batas toleransi terhadap faktor lingkungan fisik terutama suhu dan kelembapan. Seperti perlakuan panas yaitu perendaman benih/bibit dengan air panas, pembakaran sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang sakit dan Penggunaan penghalang (barrier) misalnya pemblongsongan buah.
2.   Strategi Pengendalian Kultur Teknis
Pengendalian ini mudah dilakukan untuk tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, dan mudah di kerjakan petani. Salahsatunya adalah sanitasi, membersihkan lahan dari sisa tanaman yang masih hidup, yang sudah mati, jenis tanaman lain yang dapat menjadi inang pengganti dan bercocok tanam seperti pengaturan jarak tanam, pemangkasan tanaman, membersihkan gulma dan memperbaiki sirkulasi udara dan pengembangan tanaman resisten penyakit.
3.   Strategi Pengendalian Secara Biologis
Usaha penanggulangan secara biologis menggunakan jasad lain yang ditujukan terutama untuk mengurangi aktifitas patogen. Efek ini bisa berupa biocidal (jasad yang satu mematikan jasad yang lain ) atau biostatic (jasad yang satu menghambat pertumbuhan jasad yang lain ). Semisal, Trichoderma lignorum dapat memarasiti cendawan.
4.   Strategi Pengendalian Secara Kimia
Cara pengendalian ini tergolong mahal namun cepat membasmi akan tetapi penggunaannya tetap harus diperhatikan agar lingkungannya tetap terjaga sehingga penyakit tidak resisten. Sitem ini disebut pestisida pengendalian ini adalah salah satu cara pengendalian yang paling akhir dilakukan.
5.   Strategi Pengendalian dengan Karantina Tumbuhan
Karantina tumbuhan yaitu merupakan upaya pencegahan patogen dengan jalan menghentikan pengiriman atau pemasukan secara resmi barang-barang yang diduga membawa patogen potensial yang amat berbahaya bagi daerah pengimpornya, sehigga segala tindakan yang mencegah masuknya patogen penyebab penyakit tanaman ke suatu wilayah yang disebut ekslusi.
Prinsip-prinsip dan taktik pelaksanaan pengendalian penyakit bertujuan mencegah berlangsungnya siklus hidup parasit dan patogen. Setiap tindakan pengendalian penyakit harus menunjukkan prinsip-prinsip dasar, dan setiap prinsip dasar mempengaru hi inokulum awal atau kecepatan infeksi. Selanjutnya, tindakan pengendalian penyakit ditujukan langsung kepada penyebab penyakit. Oleh karena itu, dasar pendekatan dalam usaha mencegah timbulnya epidemik adalah mereduksi inokulum awal dan memperlambat kecepatan infeksi, mereduksi atau memperlambat inokulum awal dilakukan dengan cara :
1.      Eksklusif, yaitu membebaskan semua patogen pada benih dengan cara memberikan perlakuan benih.
2.      Eradikatif, yaitu menggunakan pestisida yang dapat  membunuh spora cendawan yang mengkotaminasi permukaan benih
3.      Terapi (terapeutik), yakni menggunakan pestisida alami untuk membunuh bakteri atau cendawan yang menyerang embrio, kotiledon, atau endosperm di bawah kulit.
4.      Resistensi vertical, yakni dengan menanam varietas tanaman yang mempunyai kekebalan lapang.
5.      Proteksi, yakni menggunakan pestisida untuk mencegah masuknya cendawan tular tanah (soil borne) masuk dalam batang semai.
6.      Penghindaran (avoidance), yakni dengan menghindari penularan penyakit misalnya menanam tanaman yang letaknya di bawah angin agar tidak tertulari penyakit-penyakit yang terbawa oleh angin, menanam tanaman penghadang (barrier) atau tanaman perangkap (trap crop) hama yang berperan sebagai vektor penyakit.
7.      Resistensi horizontal, yakni dengan menanam varietas unggul tahan penyakit.
2.3. Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)
Tanaman  cabai  rawit  (Capsicum  frutescens  L.)  termasuk  tanaman hortikultura  semusim,  berbentuk  perdu  atau  setengah  perdu,  mempunyai  sistem perakaran agak  menyebar, batang utama tumbuh  tegak dan pangkalnya  berkayu. Ketinggiannya bisa mencapai 120 cm dengan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm,  daun cabai  umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap, daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun dan oval dengan ujung meruncing, tergantung dari jenis dan varietasnya. Tanaman cabai mempunyai akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral. Akar tanaman cabai rawit menyebar  tetapi  dangkal.  Akar-akar  cabang  dan  rambut-rambut  akar  banyak terdapat  dipermukaan  tanah,  semakin  ke  dalam  akar-akar  tersebut  semakin berkurang ujung perkarannya dapat menembus tanah sedalam 50  cm, akar  horizontal  cepat  berkembang  di  dalam  tanah  melebar  sampai 45 cm. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik merupakan bunga berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat satu tangkai, bunganya keluar dari ketiak daun (Ripangi, 2015).
Menurut  Rahman (2010),  cabai  rawit  (Capsicum  frutescens  L.) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom         :  Plantae
Subkingdom    :  Tracheobionta
Super Divisi    :  Spermatophyta
Divisi               :  Magnoliophyta
Kelas               :  Magnoliopsida
Sub Kelas        :  Asteridae
Ordo                :  Solanales
Famili              :  Solanaceae
Genus              :  Capsicum
Spesies            :  Capsicum frutescens L.
2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit
Tanaman  cabai  rawit  termasuk  tanaman  semusim  yang  tumbuh sebagai  perdu  dengan  tinggi  tanaman  mencapai  1,5  m. Tanaman  dapat ditanam  di dataran tinggi  dan di dataran rendah. Kondisi lingkungan  sangat  berpengaruh  terhadap  pertumbuhan  dan  produksi  cabai rawit.  Keadaan  iklim  dan  tanah  merupakan  dua  hal  pokok  yang  harus diperhatikan dalam menentukan lokasi penanaman cabai rawit Tanaman cabai rawit memerlukan tanah yang memiliki tekstur lumpur berpasir  atau  liat  berpasir,  dengan  struktur  gembur.  Selain  itu,  tanah  harus mudah  mengikat  air,  memiliki  solum  yang  dalam,  memiliki daya  menahan  air  yang  cukup  baik,  tahan  terhadap  erosi dan  memiliki kandungan  bahan organik  tinggi. Tanaman  cabai  rawit memerlukan derajat keasaman (pH) tanah antara  6-7 dan  memerlukan  sinar  matahari  penuh. Dapat tumbuh  dan  berproduksi  dengan  baik,  tanaman  cabai  rawit  cocok ditanam pada ketinggian 0-500 m dpl    dan curah hujan berkisar antara 1.000-3.000 mm per tahun. Kelembaban yang cocok untuk tanaman cabai rawit adalah 70-80%. Agar dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tanaman cabai rawit memerlukan suhu udara rata-rata tahunan berkisar antara 19-300C (Rahman, 2010).

III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

3.1 Waktu Dan Tempat
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan pada  24 Januari- 24 Februari 2017 bertempat di Kelompok Tani Anjasmoro IV Dusun Jurangkuali Desa Sumber Brantas Kota Batu.
3.2. Metode Pengumpulan Data
            Pengumpulan data meliputi kondisi lokasi, teknik pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) di Dusun Jurangkuali, dengan melihat tanaman yang terserang hama dan penyakit berdasarkan luas sampel 100 m2 lahan green house.
3.3. Partisipasi Aktif dan Wawancara
Pengumpulan informasi juga dilakukan dengan keikut sertaan dalam beberapa kegiatan budidaya cabai yang lain dan pengendalian hama penyakit di bidang tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.). data diperoleh melalui diskusi dan wawancara. Diskusi dan wawancara bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan pemahaman dari kegiatan yang dilakukan petani.
3.4. Analisis Data
            Data yang diperoleh dalam bentuk tabel dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan sampel tanaman terpilih pada lahan green house.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Sumberbrantas merupakan Desa yang terletak diwilayah barat daya lereng Gunung Arjuno yang merupakan daerah pegunungan dan mempunyai  hamparan lahan pertanian yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Desa Sumberbrantas. Penduduk Desa Sumberbrantas hampir keseluruhannya adalah petani yang pada umumnya menghasilkan produk pertanian sayur mayur dan Hortikultura. Di Desa Sumberbrantas terdapat mata air Sungai Brantas yang mengalir ke beberapa wilayah di Jawa Timur. Luas wilayah 541,1364 ha dan Batas Wilayahnya adalah Sebelah Utara Hutan atau Kabupaten Mojokerto Sebelah Timur Hutan Gunung Arjuno Sebelah Selatan Dusun Wonorejo Desa Tulungrejo dan Sebelah Barat Hutan atau Gunung Anjasmoro.
            Karakteristik geografis tempat berada pada ketinggian 1.400 m dpl  dengan suhu rata-rata 240C  dengan banyaknya curah hujan 200 mm/bulan. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan) jarak dari Pemerintah Kecamatan adalah 13 km dan  jarak ke pemerintah kota 18 km yang dapat ditempuh selama 30-45 menit.
4.1.2. Macam-macam Penyakit yang Menyerang
            Organisme pengganggu tanaman (OPT) memberikan dampak buruk terhadap pertumbuhan cabai rawit jika tidak dikendalikan secara maksimal maka akan menyebabkan kegagalan produksi, namun lingkungan menjadi faktor utama agar terhindar dari OPT yang menyerang sehingga hama perkembang biakannya tidak berkembang pesat. Berdasarkan pengamatan  selama satu bulan ditemukannya penyakit cabai rawit munculnya penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya lingkungan yang kurang dirawat dan kurangnya perawatan secara intensif, penyakit yang menyerang pada tanaman cabai rawit selama pengamatan dapat dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Macam-macam penyakit yang menyerang dalam green house.
No.
Jenis Penyakit
Keterangan
1.
Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.)
Layu fusarium menyerang tanaman cabai rawit kapan saja terutama pada musim hujan, jamur mudah berkembang biak sehingga menyerang tanaman dengan mudah dan menyebabkan tanaman mati.
2.
Embun Tepung (Powdery mildew Barley.)
Permukaan atas daun tampak bercak nekrotis berwarna kekuningan. Jika daun dibalik, tampaklah tepung berwarna putih keabu-abuan. serangan dimulai dari daun tua kedaun yang muda

Di musim hujan tanaman terancam oleh layu fusarium  sedangkan di musim kemarau, tanaman diintai penyakit embun tepung yang dapat merusak buah, penyakit tersebut sulit dikendalikan karena apabila sudah terserang maka tanaman akan layu kemudian mati. Pada musim penghujan serangan penyakit tanaman cabai rawit meningkat walaupun sudah memakai green house karena cendawan tersebut mudah menyebar bisa melalui peralatan pertanian, tangan  dan pakain petani bahkan dari udara ia bisa bertahan selama bertahun-tahun, Jika penyakit tersebut tidak dikendalikan secara baik, maka dapat menyebabkan petani mengalami kerugian. Beberapa data menunjukkan bahwasanya diketahui berbagai macam penyakit ini meningkat drastis apa bila perubahan cuaca yang tidak stabil, dengan penanaman yang terlalu rapat juga merupakan faktor utama munculnya berbagai penyakit utama tanaman cabai rawit (Azzamy, 2016).
Berdasarkan Tabel 1 diatas yang paling menurunkan produktivitas  tanaman cabai rawit adalah Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) dimana penyakit tersebut mampu berkembangbiak secara cepat sehingga tanaman mudah mati. Faktor  yang  menyebabkan  rendahnya  produktivitas  cabai rawit  salah  satunya adalah penyakit tanaman. Salah satu penyakit tanaman cabai rawit adalah  layu fusarium dimana ketika tanaman terserang penyakit tersebut tidak dapat diobati sehingga kegagalan panen akan terjadi karena fusarium mampu menyerang saat kecambah hingga dewasa (Mahartha et al., 2013).
4.2. Pembahasan
Pengamatan dalam satu bulan kami tidak menemukan hama karena adanya pencegahan yaitu dikendalikan dengan penyemprotan secara kimiawi dengan berkala selain menggunakan pestisida kimia petani mencegah dengan pemangkasan tanaman, dan menggunakan green house dimana hal ini mencegah lingkungan tercemar dari berbagai hama dan penyakit sehingga dapat mengatur suhu ruangan maka kelembaban tetap terjaga. Berbagai pencegahan untuk mengendalikan penyakit dilakukan namun lebih ditekankan penggunaan  kimiawi secara maksimal oleh kelompok tani Anjasmoro IV walaupun memperoleh hasil yang baik. Hasil pengamatan ada 2 penyakit yang paling dominasi menyerang yaitu penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) dan Embun Tepung (Powdery mildew Barley.) pada tanaman cabai di lahan green house tersebut, tetapi peggunaan kimiawi secara terus menerus akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan akan menyebabkan resistensi pada hama dan penyakit. Tingkat penyakit yang menyerang pada cabai rawit yang paling dominan adalah penyakit Layu fusarium prosentase serangan 11% (22 tanaman cabai rawit yang terserang) dengan jumlah 200 tanaman pada 100 m2 lahan green house serta jarak tanam 50x100 cm. Terlihat pada Gambar 1 tanaman cabai rawit yang terserang penyakit layu fusarium di bawah ini.
Gambar  1. Mengganti Tanaman cabai  rawit yang terserang penyakit layu fusarium di luar green house.







Layu fusarium sulit dikendalikan maka salah satu strategi penanggulan apabila sudah terjadi yang digunakan petani adalah mengganti tanaman yang terserang dengan tanaman baru di luar green house, karena dengan cara seperti ini dapat memutus bakteri yang berkembang pada tanaman tersebut namun, petani dalam mencegah timbulnya penyakit tesebut yaitu pengendaliannya masih menggunakan pestisida kimia dengan rutin setiap minggu sebagai pengendalian utama yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pengendalian Secara fisik merupakan pengendalian paling sederhana, seperti eradikasi yaitu  membasmi atau mengurangi jumlah inokulum patogen yang terdapat pada suatu area, tanaman atau bagian tanaman (benih atau akar) pada saat belum terjadi ledakan penyakit seperti memusnahkan tanaman yang terinfeksi ketika masih sering terjadi maka strategi selanjutnya system proteksi adalah membuat sekat antara patogen dan tanaman inang atau tanaman yang rentan terserang penyakit yaitu pengendalian dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang disebut “pestisida”. Pestisida yang digunakan tergantung pada jenis patogen yang menyerang. Bila patogen berasal dari golongan bakteri digunakan bakterisida bila patogen dari golongan cendawan digunakan fungisida dan untuk mengendalikan serangga digunakan insektisida (Fandicka, 2011)
Kerugian akibat penyakit  layu fusarium pada tanaman cabai cukup besar karena menyerang tanaman dari masa perkecambahan sampai dewasa. Penyakit ini bisa mengakibatkan kerugian yang cukup besar akan tetapi apabila ada pencegahan secara baik maka akan membuahkan hasil yang maksimal. Azzamy (2016), mengatakan bahwa untuk mengendalikan peyakit layu fusarium yang sudah menyerang tanaman cabai maka dengan memusnahkan tanaman cabai yang terinfeksi dengan tanaman baru, sanitasi yang baik, pergiliran tanaman, dan menggunakan benih tahan terhadap Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) penyakit ini sulit dimusnahkan namun mencegah dan mengurangi penyakit lebih baik agar perkembangannya tidak berkembang pesat.
Selanjutnya penyakit embun tepung (Powdery mildew Barley.) yang menjadi nomor kedua setelah penyakit layu fusarium yang sering menyerang pada tanaman cabai rawit di desa Sumberbrantas dengan Dusun Jurangkuali prosentase sekitar 7.45% (15 tanaman yang terserang). Terlihat pada Gambar 2 tanaman cabai rawit yang terserang embun tepung berikut ini.
Gambar 3. Tanaman cabai rawit yang terserang  penyakit embun tepung di dalam green house.









Embun tepung menyebabkan gugurnya daun-daun muda yang baru terbentuk sesudah tanaman meranggas (masa gugur daun tahunan). Gugurnya daun-daun baru karena embun tepung sering disebut gugur daun sekunder. Jika cuaca membantu, embun tepung dapat menyebabkan gugur daun beberapa kali. Tanaman terpaksa membentuk daun muda berulang-ulang dengan memakai banyak cadangan pati yang terdapat dalam batang. Penyakit ini disebabkan oleh Oidiopsis sicula Seal, Jamur ini mempunyai miselium tidak berwarna, yang menjalar pada permukaan epidermis daun, membentuk  haustorium yang menembus epidermis dan menghisap makanan dari sel-sel jaringan di bawahnya, menyebarnya penyakit ini adanya angin maka secara cepat embun tepung semakin menyebar. Selain angin percikan air hujan juga merupakan salah satu faktor yang menimbulkan spora embun tepung muncul kemudian berkembang secara meluas (Ginting, 2014).
Petani untuk mengendalikannya menggunakan fungisida secara rutin dengan sistem semprot setiap minggu satu kali, selain fungisida juga dengan menggunakan blerang dibakar karena mengandung bahan aktif kalsium  oksida  atau  kapur  berbentuk serbuk  amorf  atau  biasanya  dalam  bentuk gumpalan  berwarna  putih.  Senyawa  ini bersifat  sangat  reaktif, sehingga petani menggunakan mengenendalikannya dengan membakar blerang (S), namun pengendaliann sistem seperti ini kurang dimaksimalkan karena mahalnya bahan tersebut dan banyaknya menguras tenaga kerja sehingga pembakaran ini hanya dilakukan satu bulan sekali. Pembakaran blerang dibakar pada tempat wadah yang sudah disediakan dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.



Gambar 3. Wadah pembakaran blerang di dalam green house.
 


Blerang (S)  merupakan  salah  satu  bahan pestisida  tertua  yang  yang  sudah  dikenal  manusia karena bahan aktif blerang bersifat keratolik asap dari debu pembakaran blerang dapat membunuh virus dan bakteri pada tana
Foto 6. Pengendalian embun tepung dengan pembakaran blerang.
man (Anonim, 2017).
          Selain pembakaran blerang dan fugisida petani dalam mencegah penyakit tersebut menggunakan kultur teknis membersihkan lingkungan dengan sistem manual seperti mencabut rumput, membuat drainase aliran yang baik, sanitasi lahan dan taktik untuk menghindari masuknya pathogen dalam benih petani menggunakan varietas unggul yang tahan penyakit, apabila terdapat tanaman yang sudah terserang penyakit embun tepung maka petani memangkas sebagian tanaman untuk mencegah penularan penyakit ke tanaman yang lain. Menurut Fandicka, (2011) salah satu pengendalian yang efektif untuk mencegah timbulnya penyakit embun tepung sistem pengendaliannya adalah kultur teknis, pengendalian ini bertujuan mengelola lingkungan tanaman agar tidak atau kurang cocok bagi kehidupan perkembangbiakan patogen sehingga dapat mengurangi laju peningkatan populasi patogen dan kerusakan tanaman seperti memangkas tanaman yang terserang agar penularan penyakit berkurang, selanjutnya resistensi horizontal, yakni dengan menanam varietas tanaman yang mempunyai ketahanan lapang penggunaan benih unggul ini dapat mencegah masuknya pathogen yang akan menyerang karena ketahanannya sudah diuji sesuai standar nasional.


V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
            Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.  Pengendalian terhadap penyakit di Desa Sumberbrantas Dusun Jurangkuali menggunakan pestisida kimia secera terus menerus, penggunaan seperti ini memang cepat mencegah penyakit untuk berkembang akan tetapi pada tanaman cabai rawit di dalam green house masih ada dua penyakit tanaman yang ditemukan yaitu layu fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici Schlecht.) dan embun tepung (Powdery mildew Barley.), pengendalian penyakit tersebut sulit dikendalikan salah satu petani mengendalikannya dengan kimia setiap minggu, mengganti tanaman yang terserang, sanitasi lahan dan pembakaran blerang.
2. Penyakit yang menyerang adalah layu fusarium dengan tingkat serangan 11% (22 tanaman yang terserang) dan embun tepung 7.5% (15 tanaman yang terserang) dengan jumlah 200 tanaman cabai rawit pada 100 m2 lahan green house serta jarak tanam 50x100 cm, penyakit ini sulit dicegah apabila lingkungan tidak terawat maka penyakit tersebut akan semakin meningkat cara pengendaliannya yang efektif yaitu mengganti tanaman yang terserang agar memutus penyebaran penyakit.
5.2. Saran
Foto 8. Penyemprotan pestisida kimia pad tanaman cabai rawit dalam green house.
Berdasarkan pengamatan selama Praktik lapang, maka penulis menyarankan, sebaiknya penggunaan pestisida kimiawi dikombinasikan dengan pestisida nabati agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Mengenal Hama dan Penyakit Tanaman cabe Serta Pengendaliannya. http://www.agrotek.net/2014/01mengenal-hama-dan-penyakit-tanaman-cabe.- html/. Diakses pada tanggal 19 Mei 2017                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   

Anonim. 2017. 10 Manfaat Blerang yang Luar Biasa Pentingnya. http://kliping.co/manfaat-belerang/. Diakses pada tanggal 19 Mei 2017.
Arifin, M. 2012. Pengendalian Hama Terpadu Pendekatan dalam Mewujudkan Pertanian Organik Rasional. J. IPTEK Tanaman Pangan Vol 7 (2): 98-107.
Azzamy. 2016. Hama dan Penyakit Utama Tanaman Cabai Saat Musim Hujan. http://mitalom.com/hama-dan-penyakit-utama-tanaman-cabai-saat-musim-hujan/. Diakses pada tanggal 19 Mei 2017                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
Badan Pusat Statistika, 2014. Produksi cabai besar, cabai rawit, dan bawang merah tahun 2013 No.68/08/Th. XVII. 4 Agustus 2014.
Dewi, A. A.; Ainurrasjid.; D. Saptadi. 2016.  Identifikasi Ketahanan Tujuh Genotip Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Terhadap Phytophthora capsici (Penyebab Penyakit Busuk Batang). J. Produksi Tanaman Vol 4 (3): 174-179.
Djarwaningsih, T. 2005. Capsicum spp. (Cabai): Asal, Persebaran dan Nilai Ekonomi. J. Biodeversitas Vol 6 (4): 292-296.
Fandicka. 2011. Pengendalian  Hama dan penyakit. https://fandicka.wordpress.com/2011/04/04/pengendalian-hama-dan-penyakit/. Diakses pada tanggal 23 September 2017                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
Ginting, B. B. 2014. Penyakit Penting Tanaman Cabai. http://penelitianpertanian.blogspot.co.id/2015/07/penyakit-penting-tanaman-cabai.html. Diakses pada tanggal 19 Mei 2017
Hakim, L.; E. Surya.; A. Muis. 2016. Pengendalian Alternatif Hama Serangga Sayuran dengan Menggunakan Perangkap Kertas. J. Agro Vol III (2) : 21-33.
Mahartha, A, K.; K. Khalimi.; G. N. A. S. Wirya. 2013. Uji Efektivitas Rizhobakteria sebagai Agen antagonis terhadap Fusarium oxysporum  f.sp. capsici penyebab Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.). J. Agroekoteknologi Tropika Vol 2 (3): 145-154.
Meilin, A. 2014. Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai serta Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jambi

Patty, A. J. 2012. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) pada Pertanaman Cabai. J. Agrologia Vol 1 (1): 71-75.
Rahman, S. 2010. Meraup Untung Bertanam Cabai Rawit dengan Polybag. ANDI OFFSET. Yogyakarta.
Ripangi, A. 2015. Budidaya Cabai. Javalitera. Yogyakarta.
Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tjahjadi. N. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Witiyaningsih, S. dan Y. Wuryandari. 1998 Pengaruh Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap jamur colletotrichum capsici penyebab Penyakit Antraknosa pada Buah Cabai. J. MIP Vol VII (17): 67-71.
Zulkarnain. 2010. Dasar-dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.



LAMPIRAN
1.      Dokumentasi Kegiatan
Foto 1. Tanaman cabai rawit terserang penyakit layu fusarium.








Foto 2. Pengamatan tanaman yang terserang hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit.
Foto 5. Proses penyemprotan penggunakan pestisida kimia.
Foto 5. Proses penyemprotan penggunakan pestisida kimia.
Foto 6. Pengendalian embun tepung dengan pembakaran blerang.
Foto 6. Tanaman cabai rawit yang terserang penyakit embun tepung.
Foto 4. Tanaman cabai rawit terserang penyakit embun tepung.
Foto 4. Tanaman cabai rawit yang tumbuh normal.
Foto 3. Mengganti tanaman yang layu disebabkan oleh fusarium.
















Foto 7. Diskusi sekaligus pembibitan tanaman cabai rawit.
Foto 8. Penyemprotan pestisida pada tanaman cabai rawit
di dalam green house.
Foto 9. Diskusi tentang materi.






















Tidak ada komentar: