makalah tentang MANUSIA KOMUNIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kita sebagai manusia, pastinya tidak akan lepas dari masalah
komunikasi. Sebab secara factual, pemeran utama dalam proses komunikasi adalah
manusia. Psikolog memandang komunikasi pada perilaku manusia komunikan.
Psikolog membahas bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana
cara berfikir dan cara melihat manusia dipengaruhi oleh lambang-lambang yang
dimiliki. Fokus psikologi adalah komunikasi manusia komunikan.
2.
Rumusan Masalah
1.
Konsepsi Psikologi tentang Manusia
2.
Faktor-faktor Personal yang
Mempengaruhi Perilaku Manusia
3.
Faktor-faktor Situasional yang
Mempengaruhi Perilaku Manusia
3.
Tujuan
1. Untuk memahami Konsepsi Psikologi tentang Manusia
2. Untuk memahami Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
3. Untuk memahami Faktor-faktor Situasional yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsepsi Psikologi tentang Manusia
Teori persuasi
berlandaskan konsepsi psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk
yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Teori “jarum hipodermik”(media
massa sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia) dilandasi konsep behaviorisme
yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh lingkungan (Homo
Mechanicus). Teori pengolahan informasi dibentuk oleh konsepsi psikologi
kognitif yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan
mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi
interpersonal banyak dipengaruhi konsep psikologi humanistis yang menggambarkan
manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan
lingkungannya (Homo Ludens). Empat pendekatan psikologi yang paling dominan
adalah psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi
humanistis.
A.1 Konsepsi Manusia dalam
Psikoanalisis
Menurut Sigmund
Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian
manusia:Id, Ego, dan Superego.
1. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan–dorongan biologis dan
pusat instink manusia. Dalam diri manusia, terdapat dua instink yang dominan;
a. Libido
Instink reproduktif yang menyediakan
energi dasar untuk kegiatan-kegiatan yang konstruktif.L ibi do disebut sebagai
instink kehidupan;
b.
Thanatos
Instink destruktif yang agresif. Thanatos disebut
sebagai instink kematian.
Semua motif manusia adalah gabungan darilibido dan
thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle),
yakni ingin segera memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain,id adalah tabiat
hewani manusia.
2. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional
dan realistik.Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat
hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi yang normal).Ego
bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).
3. Superego adalah hati nurani(conscien ce ) yang merupakan internalisasi dari
norma- norma sosial dan kultural masyarakatnya.Supereg o memaksaego untuk
menekan hasrat- hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Id dan Superego berada dalam bawah sadar manusia. Egoberada
di tengah, antara memenuhi desakanid dan peraturansuperego. Secara singkat,
dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen
biologis(id), komponen psikologis(ego ), dan komponen sosial(sup er ego );
atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).
A.2 Konsepsi Manusia dalam
Behaviorisme
Behaviorisme menganalisa perilaku yang tampak, yang
dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori behavioris juga dikenal dengan
nama teori belajar. Belajar artinya perubahan perilaku manusia disebabkan oleh
pengaruh lingkungan. Dari situlah timbul konsep “manusia mesin” (Homo
Mechanicus).
Menurut kaum empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna
mental”. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian,
dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi (sensory experience). Pikiran
dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Hedonisme memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi
kebutuhannya, mencari kesenangan, dan menghindari penderitaan.
Utilititarianisme memandang seluruh perilaku manusia tunduk pada prinsip
ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonisme,
maka akan muncul apa yang disebut behaviorisme (Goldstein, 1980:17).
Kaum behavioris berpendirian:manusia dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial
atau psikologis; perilaku adalah hasil pengalaman; dan perilaku digerakkan atau
dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan.
Watson dan Rosalie Rayner melalui sebuah eksperimen telah membuktikan
betapa mudahnya membentuk atau mengendalikan manusia dan melahirkan metode
pelaziman klasik(classical conditioning). Pelaziman klasik adalah memasangkan
stimuli yang netral atau stimuli kondisi dengan stimuli tertentu (yang
terkondisikan/unconditioned stimulus) yang melahirkan perilaku tertentu
(unconditioned respons).
Jenis pelaziman lain ditemukan oleh Skinner, yaitu operant conditioning.
Dimana perilaku manusia dipengaruhi oleh proses peneguhan. Proses memperteguh
respons yang baru dengan mengasosiasikannya pada stimuli tertentu berkali-kali,
disebut peneguhan(reinf orcement ).
Menurut Bandura, tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman.
Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Menurut Bandura,
belajar terjadi karena proses peniruan(imitation). Dengan kata lain, melakukan
suatu perilaku ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk
melakukan ditentukan oleh peniruan.
A.3 Konsepsi Manusia dalam
Psikologi Kognitif
Dalam psikologi
kognitif, manusia dipandang sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami
lingkungannya dan makhluk yang selalu berfikir (Homo Sapiens). Descartes dan
Kant menyimpulkan bahwa jiwa(mind ) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan
alat indra. Jiwa menafsirkan pengalaman indrawi secara aktif: mencipta,
mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Manusia tidak
memberikan respons terhadap stimuli secara otomatis. Manusialah yang menentukan
makna stimuli itu, bukan stimui itu sendiri.
Menurut Lewin,
perilaku manusia harus dilihat dalam konteksnya. Dari Lewin terkenal rumus: B=
f (P,E), artinyaBehavior (perilaku) adalah hasil interaksi antaraperson (diri
orang tersebut) denganenviron ment (lingkungan psikologisnya). Lewin juga
menciptakan konsep dinamika kelompok, yaitu dalam kelompok, individu menjadi
bagian yang saling berkaitan dengan anggota kelompok yang lain.
Sejak pertengahan
tahun 1950-an, berkembang penelitian tentang perubahan sikap dengan kerangka
teoritis manusia sebagai pencari konsistensi kognitif. Dimana manusia dipandang
sebagai makhluk yang selalu berusaha menjaga keajegan dalam sistem
kepercayaannya dan diantara sistem kepercayaannya dengan perilaku, contohnya adalah
teori disonansi kognitif. Disonansi artinya ketidakcocokkan antara dua kognisi
(pengetahuan). Teori disonansi menyatakan bahwa orang akan mencari informasi
yang mengurangi disonansi dan menghindarkan informasi yang menambah disonansi.
Pada awal tahun 1970-an,
teori disonansi dikritik dan muncul konsepsi manusia sebagai pengolah
informasi. Dalam konsepsi ini, manusia bergeser dari orang yang suka mencari
justifikasi atau membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan
persoalan. Perilaku manusia dipandang sebagai produk strategi pengolahan
informasi yang rasional.
Contoh perspektif
ini adalah teori atribusi. Teori ini menganggap manusia sebagai ilmuwan yang
naif, yang memahami manusia dengan metode ilmiah yang elementer. Kenyataannya,
manusia tidak begitu rasional dalam memandang sesuatu. Seringkali malah penilaian
orang didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi.
Dimana manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menentukan keputusan.
Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya dalil-dalil kognitif(cognitive heuristics).
A.4 Manusia dalam Konsepsi
Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik
dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua
adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Psikologi humanistik menjelaskan aspek
eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitas,
nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. “Humanistic psychology is not just the
study of „human being‟; it is a commitment
to human becoming,”tulis Floyd W. Matson (1973:19).
Psikologi humanistik
mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang
manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara
subyektif. Menurut Alfreud Schutz, pengalaman subyektif dikomunikasikan oleh
faktor sosial dalam proses intersubyektifitas. Intersubyektifitas diungkapkan
pada eksistensialisme dalam hubungan dengan orang lain (I-thou Relationship).
I-thou Relationship menunjukkan hubungan pribadi dengan pribadi, bukan pribadi
dengan benda; subjek dengan subjek, bukan subjek dengan objek. Sedangkan
eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia.
Frank menyimpulkan
asumsi-asumsi psikologi humanistik: keunikan manusia, pentingnya nilai dan
makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya. Sedangkan pandangan
Carl Rogers menyebutkan:
a.
Setiap manusia hidup dalam dunia
pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia – sang Aku, Ku, atau Diriku (the I,
me, or myself)– menjadi pusat.
b.
Manusia berperilaku untuk
mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
c.
Individu bereaksi pada situasi sesuai
dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya.
d.
Anggapan adanya ancaman terhadap diri
akan diikuti oleh pertahanan diri.
e.
Kecenderungan batiniah manusia adalah
menuju kesehatan dan keutuhan diri.
B.
Faktor-faktor Personal yang
Mempengaruhi Perilaku Manusia
Menurut Edward E. Sampson (1976) terdapat dua
perspektif, yaitu perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dan
perspektif yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective).
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan
faktor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian,
sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua
faktor yang mempengaruhi perspektif yang berpusat pada persona:
a.
Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu
dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan
perilakunya. Aliran sosiobiologi (Wilson, 1975) memandang segala kegiatan
manusia berasal dari struktur biologinya. Menurut Wilson, perilaku sosial
dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa
manusia(epigenetic rules). Struktur genetis, misalnya mempengaruhi kecerdasan,
kemampuan sensasi, dan emosi. Sistem saraf mengatur pekerjaan otak dan proses
pengolahan informasi dalam jiwa manusia. Sistem hormonal bukan saja
mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga proses psikologis. Pentingnya
pengaruh biologis terhadap perilaku manusia dapat dilihat dalam dua hal berikut
ini:
ü
Telah diakui secara meluas adanya
perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan
atau situasi.
ü
Diakui adanya faktor-faktor biologis
yang mendorong perilaku manusia, yang biasa disebut motif biologis.
b.
Faktor Sosiopsikologis
Dari proses sosial, manusia memperoleh karakteristik yang mempengaruhi perilakunya,
yaitu:
ü
Komponen Afektif : Komponen afektif
merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Komponen afektif terdiri
dari motif sosiogenis, sikap, dan emosi.
ü
Komponen Kognitif : Komponen kognitif
adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari fakor sosiopsikologi.
ü
Komponen Konatif : Komponen konatif
adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak. Komponen konatif dari faktor sosiopsikologis terdiri dari kebiasaan
dan kemauan.
C.
Faktor-faktor Situasional yang
Mempengaruhi Perilaku Manusia
Delgado menyimpulkan bahwa respons otak sangat dipengaruhi oleh“ sett ing”
atau suasana yang melingkupi organisme (Packard, 1978:45). Edward G. Sampson
merangkumkan seluruh faktor situasional sebagai berikut:
1. Aspek-aspek objektif dari lingkungan
a.
Faktor ekologis
Kaum determinisme lingkungan menyatakan bahwa keadaan alam mempengaruhi gaya
hidup dan perilaku. Yang termasuk faktor ekologis:
ü
Faktor geografis
ü
Faktor iklim dan meteorologis
b.
Faktor desain dan arsitektural
Suatu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi perilaku komunikasi diantara orang-orang
yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu.
c.
Faktor temporal
Waktu dapat mempengaruhi bioritma manusia dalam kehidupan.
d.
Analisis suasana perilaku
Lingkungan dapat memberikan efek-efek tertentu terhadap perilaku manusia.
e.
Faktor teknologis
Revolusi teknologi seringkali disusul dengan revolusi dalam perilaku
sosial.
f.
Faktor sosial
Sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok
dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata
perilaku manusia. Secara singkat, pengelompokkannya adalah sebagai berikut:
ü
Struktur organisasi
ü
Sistem peranan
ü
Struktur kelompok
ü
Karakteristik populasi
2. Lingkungan psikososial
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan
atau mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan itu.
Berikut ini adalah jenis-jenis lingkungan psikososial:
a.
Iklim organisasi dan kelompok
b.
Ethos dan iklim institusional dan
kultural
3. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku
Terdapat situasi yang memberikan rentangan kelayakan perilaku(behavioral
appopriateness), seperti situasi di taman dan situasi yang memberikan kendala
pada perilaku, misalnya gereja. Situasi yang permisif memungkinkan manusia
untuk melakukan banyak hal tapa harus merasa malu. Sebaliknya, situasi
restriktif menghambat orang untuk berperilaku sekehendak hatinya. Jenis-jenis
stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku manusia adalah:
a.
Orang lain
b.
Situasi pendorong perilaku (Sampson,
1976:13-14)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dengan pembahasan paper tersebut, saya merasa sudah
lumayan cukup bagi pembaca untuk bisa memahami Konsepsi Psikologi tentang
Manusia, faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia serta faktor-faktor
situasional yang mempengaruhi perilaku manusia, semoga paper ini bisa memuaskan
bagi pembaca dan bisa menambah sedikit pengetahuan bagi pembaca.
2. Masukan
1.
Karena paper ini merupakan tugas dari
Dosen Psikologi Komunikasi, maka masukan dari saya, bagaimana untuk pembahasan
Karakteristik Manusia Komunikan yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya
bisa dipertahankan, karena setelah saya perhatikan pembahsan tersebut sudah sangat
bisa membantu mahasiswa/I untuk memahami Konsepsi Psikologi tentang Manusia,
faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia serta faktor-faktor
situasional yang mempengaruhi perilaku manusia.
2.
Untuk pembaca paper ini, karena kita
merupakan manusia komunikan , maka alangkah baiknya apabila kita bisa memahami Konsepsi
Psikologi tentang Manusia, faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku
manusia serta faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia.
REFERENSI : Rakhmat, J. “ Psikologi Komunikasi”
PT. REMAJA ROSDAKARYA Bandung : 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar