Ilmu Ekofisiologi Tanaman
Ekofisiologi Tanaman adalah ilmu tentang respon fisiologis tanaman terhadap lingkungan. Fisiologi adalah ilmu yang mendeskripsikan tentang mekanisme fisiologis yang mendasari observasi ekologi. Di sisi lain, ilmuan ekologi atau fisiologi mengarahkan permasalahan ekologi tentang pengontrolan pertumbuhan, reproduksi, kemampuan bertahan hidup, dan penyebaran geografi tanaman sebagai proses yang diakibatkan oleh interaksi antara tanaman dengan mekanisme fisikanya, kimia, dan lingkungan biotik (Lambers, 1998).
Ekofisiologi melibatkan studi deskriptif tanggapan organisme dengan kondisi sekitar dan analisis mekanisme fisiologis yang sesuai secara ekologis bergantung pada setiap level. Pendekatan ekofisiologi harus memperhitungkan polimorfisme di respon individu, yang sebagian besar bertanggung jawab untuk kemampuan adaptasi dari setiap kelompok. Dalam hal ini, studi ekofisiologi menghasilkan informasi yang fundamental untuk memahami mekanisme yang mendasari strategi adaptasi. Pada studi ekofisiologi akan mengeksplorasi proses fisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, kelangsungan hidup, adaptasi, dan evolusi tanaman. Proses-proses fisiologis meliputi hubungan air, nutrisi mineral, transportasi zat terlarut, dan energetika (fotosintesis dan respirasi). Pengaruh faktor biotik dan abiotik, fisiologi stres dan konsekuensi ekologis untuk adaptasi dan evolusi tanaman juga termasuk dalam studi ekofisiologi tanaman (Ebbs, 2009).
Ekologi menyediakan pertanyaan dan permasalahan di sekitar kita, dan fisiologi menyediakan alat untuk mekanismenya. Teknik yang mengukur mikro tanaman, hubungan air dengan tanaman, dan pola pertukaran karbon menjadi ciri dari ekofisiologi. Sebagai contoh, pertumbuhan tanaman pada awalnya dijelaskan dalam hal perubahan dalam bobot tanaman. Pengembangan peralatan untuk mengukur pertukaran gas pada daun, untuk ahli ekologi dalam mengukur laju pemasukan dan pengeluaran karbon oleh tiap daun pada tanaman. Analisa pertumbuhan mengenai alokasi karbon dan nutrisi pada akar dan daun, seiring dengan laju produksi dan matinya tiap jaringan. Proses tersebut secara bersamaan memberi penjelasan yang menyeluruh mengenai perbedaan pertumbuhan tanaman pada lingkungan yang berbeda (Lambers, 1998).
Respon Tanaman Terhadap Lingkungan
Cekaman (stress) merupakan factor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman adalah kekurangan nitrogen, kelebihan logam berat, kelebihan garam dan naungan oleh tanaman lain (Lambers, 1998).
Kompensasi yang dilakukan tanaman untuk efek karena adanya cekaman, terjadi berbeda pada tiap tanaman untuk skala waktunya, karena mekanismenya berbeda-beda tergantung hal itu pada cekaman alami dan proses fisiologinya. Jika tanaman mampu menghadapi stress lingkungan pasti tanaman tersebut mempunyai ketahanan cekaman (stress resistance). Namun ketahanan terhadap cekaman sangat berbeda pada tiap-tiap spesies (Lambers, 1998).
Sebagai contoh adalah respon tanaman terhadap cekaman kekeringan dan salinitas; Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air pada tanah berkurang dan kondisi atmosfer menyebabkan terus berkurangnya air karena transpirasi dan evaporasi. Cekaman bisa terjadi pada sehari-hari tanamanatau periode waktu yang panjang (Hale, 1987). Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Saat stomata tertutup, maka tidak akan terjadi fotosintesis (Zoko, 2009). Menurut Jumin (1992), kekurangan air langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel tanaman ditentukan oleh tegangan turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran) yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.
Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapatmenurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2002).
Jika air hujan sedikit, garam tidak akan dilepaskan dari volume tanah, dimana hasil akan berkurang dengan bertambahnya jumlah garam. Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Tanggapan yang pertama kali dilakukan tanaman adalah menurunkan tekanan turgor. Penurunan tekanan turgor ini berdampak pada menurunnya kemampuan perkembangan dan perbesaran ukuran sel. Penurunan turgor ini diperkirakan sebagai proses yang paling sensitive pada tanaman dalam merespon adanya konmdisi cekaman kekeringan. Akibat dari menurunnya turgor ini bisa berpengaruh pada penurunan pertumbuhan yang meliputi pertambahan panjang batang, perluasan daun dan penyempitan stomata (Zoko, 2009).Respon lain yang diberikan oleh tanaman saat terjadi cekaman garam adalah dengan meningkatnya kadar hormone asam absisik (ABA). Konsentrasi endogenus ABA meningkat pada jaringan tanaman selama tanaman terkena cekaman, baik cekaman garam, kekeringan maupun dingin. (Moons, 1995)
Konsep dan Pendekatan Penelitian Ekofisiologi
Penelitian tentang pertumbuhan merupakan sebagian efek dari aklimasi oleh individu dan perbedaan genetik diantara populasi. Aklimasi dapat diperoleh dengan pengukuran fisiologi secara genetik hal ini mirip dengan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang berbeda. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menunjukkan tanaman yang tumbuh pada suhu yang rendah secara umum memiliki suhu optimal yang lebih rendah untuk fotosintesis dari pada tanaman yang tumbuh di suhu hangat. Kita dapat menjelaskan perbedaan genetik dengan tumbuhnya tanaman yang telah terkoleksi dari alpine dan elevasi habitat yang rendah dalam kondisi lingkungan yang sama. Tanaman alpine secara umum mempunyai suhu optimal yang lebih rendah untuk fotosintesis elevasi populasi yang rendah. Demikian, banyak tanaman alpine yang berfotosintesis dengan cepat, juga pada aklimasi dan adaptasi. Penelitian control lingkungan merupakan komplemen penting untuk observasi lapang. (Lambers, 1998).
Model ekologi dan modifikasi molekuler spesifik karakter adalah dua pendekatan yang selama ini digunakan dalam eksplorasi ekologi dari spesifik karakter. Model ekologi dapat dikisar dari hubungan empiris sederhana hingga model matematika komplek yang tergabung dalam pengaruh secara tidak langsung seperti perubahan nitrogen dan leaf area. Molekuler modifikasi gen dapat mengkode karakter. Pada cara molekuler modifikasi kita dapat mengekplorasi akibat dari perubahan kapasitas fotosintesis, sensitivitas pada hormone atau respon terhadap naungan(Lambers, 1998).
Referensi
Ebbs, Stephen. 2009. Plant Ecophysiology-Spring Semester. http://www.plantbiology.siu.edu/plb530/index_files/PLB530_Sp09.pdf
Jumin, H. B. , 1992, Ekologi Tanaman suatu Pendekatan Fisiologi, Rajawali Press, Jakarta.
Lambers, H., F. Stuart Chapin, Thijs L. Pons. 1998. Plant Physiological Ecology. Springer. New York.
Moonns. A. 1995. Molecular and Physiological Responses to Abscisic Acid Salts in Roots of Salt-Sensitive and Salt-Tolerant Indica Rice Varieties. Plant Physiol Vol 107: 177-186.
Zoko, G. 2009. Cekaman Kekeringan. Diakses dari gozomora.blogspot.com
Sinaga, S. 2002. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6. Diakses dari http://www.daneprairie.com
Ekofisiologi Tanaman adalah ilmu tentang respon fisiologis tanaman terhadap lingkungan. Fisiologi adalah ilmu yang mendeskripsikan tentang mekanisme fisiologis yang mendasari observasi ekologi. Di sisi lain, ilmuan ekologi atau fisiologi mengarahkan permasalahan ekologi tentang pengontrolan pertumbuhan, reproduksi, kemampuan bertahan hidup, dan penyebaran geografi tanaman sebagai proses yang diakibatkan oleh interaksi antara tanaman dengan mekanisme fisikanya, kimia, dan lingkungan biotik (Lambers, 1998).
Ekofisiologi melibatkan studi deskriptif tanggapan organisme dengan kondisi sekitar dan analisis mekanisme fisiologis yang sesuai secara ekologis bergantung pada setiap level. Pendekatan ekofisiologi harus memperhitungkan polimorfisme di respon individu, yang sebagian besar bertanggung jawab untuk kemampuan adaptasi dari setiap kelompok. Dalam hal ini, studi ekofisiologi menghasilkan informasi yang fundamental untuk memahami mekanisme yang mendasari strategi adaptasi. Pada studi ekofisiologi akan mengeksplorasi proses fisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, kelangsungan hidup, adaptasi, dan evolusi tanaman. Proses-proses fisiologis meliputi hubungan air, nutrisi mineral, transportasi zat terlarut, dan energetika (fotosintesis dan respirasi). Pengaruh faktor biotik dan abiotik, fisiologi stres dan konsekuensi ekologis untuk adaptasi dan evolusi tanaman juga termasuk dalam studi ekofisiologi tanaman (Ebbs, 2009).
Ekologi menyediakan pertanyaan dan permasalahan di sekitar kita, dan fisiologi menyediakan alat untuk mekanismenya. Teknik yang mengukur mikro tanaman, hubungan air dengan tanaman, dan pola pertukaran karbon menjadi ciri dari ekofisiologi. Sebagai contoh, pertumbuhan tanaman pada awalnya dijelaskan dalam hal perubahan dalam bobot tanaman. Pengembangan peralatan untuk mengukur pertukaran gas pada daun, untuk ahli ekologi dalam mengukur laju pemasukan dan pengeluaran karbon oleh tiap daun pada tanaman. Analisa pertumbuhan mengenai alokasi karbon dan nutrisi pada akar dan daun, seiring dengan laju produksi dan matinya tiap jaringan. Proses tersebut secara bersamaan memberi penjelasan yang menyeluruh mengenai perbedaan pertumbuhan tanaman pada lingkungan yang berbeda (Lambers, 1998).
Respon Tanaman Terhadap Lingkungan
Cekaman (stress) merupakan factor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman adalah kekurangan nitrogen, kelebihan logam berat, kelebihan garam dan naungan oleh tanaman lain (Lambers, 1998).
Kompensasi yang dilakukan tanaman untuk efek karena adanya cekaman, terjadi berbeda pada tiap tanaman untuk skala waktunya, karena mekanismenya berbeda-beda tergantung hal itu pada cekaman alami dan proses fisiologinya. Jika tanaman mampu menghadapi stress lingkungan pasti tanaman tersebut mempunyai ketahanan cekaman (stress resistance). Namun ketahanan terhadap cekaman sangat berbeda pada tiap-tiap spesies (Lambers, 1998).
Sebagai contoh adalah respon tanaman terhadap cekaman kekeringan dan salinitas; Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air pada tanah berkurang dan kondisi atmosfer menyebabkan terus berkurangnya air karena transpirasi dan evaporasi. Cekaman bisa terjadi pada sehari-hari tanamanatau periode waktu yang panjang (Hale, 1987). Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Saat stomata tertutup, maka tidak akan terjadi fotosintesis (Zoko, 2009). Menurut Jumin (1992), kekurangan air langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel tanaman ditentukan oleh tegangan turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran) yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.
Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapatmenurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2002).
Jika air hujan sedikit, garam tidak akan dilepaskan dari volume tanah, dimana hasil akan berkurang dengan bertambahnya jumlah garam. Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Tanggapan yang pertama kali dilakukan tanaman adalah menurunkan tekanan turgor. Penurunan tekanan turgor ini berdampak pada menurunnya kemampuan perkembangan dan perbesaran ukuran sel. Penurunan turgor ini diperkirakan sebagai proses yang paling sensitive pada tanaman dalam merespon adanya konmdisi cekaman kekeringan. Akibat dari menurunnya turgor ini bisa berpengaruh pada penurunan pertumbuhan yang meliputi pertambahan panjang batang, perluasan daun dan penyempitan stomata (Zoko, 2009).Respon lain yang diberikan oleh tanaman saat terjadi cekaman garam adalah dengan meningkatnya kadar hormone asam absisik (ABA). Konsentrasi endogenus ABA meningkat pada jaringan tanaman selama tanaman terkena cekaman, baik cekaman garam, kekeringan maupun dingin. (Moons, 1995)
Konsep dan Pendekatan Penelitian Ekofisiologi
Penelitian tentang pertumbuhan merupakan sebagian efek dari aklimasi oleh individu dan perbedaan genetik diantara populasi. Aklimasi dapat diperoleh dengan pengukuran fisiologi secara genetik hal ini mirip dengan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang berbeda. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menunjukkan tanaman yang tumbuh pada suhu yang rendah secara umum memiliki suhu optimal yang lebih rendah untuk fotosintesis dari pada tanaman yang tumbuh di suhu hangat. Kita dapat menjelaskan perbedaan genetik dengan tumbuhnya tanaman yang telah terkoleksi dari alpine dan elevasi habitat yang rendah dalam kondisi lingkungan yang sama. Tanaman alpine secara umum mempunyai suhu optimal yang lebih rendah untuk fotosintesis elevasi populasi yang rendah. Demikian, banyak tanaman alpine yang berfotosintesis dengan cepat, juga pada aklimasi dan adaptasi. Penelitian control lingkungan merupakan komplemen penting untuk observasi lapang. (Lambers, 1998).
Model ekologi dan modifikasi molekuler spesifik karakter adalah dua pendekatan yang selama ini digunakan dalam eksplorasi ekologi dari spesifik karakter. Model ekologi dapat dikisar dari hubungan empiris sederhana hingga model matematika komplek yang tergabung dalam pengaruh secara tidak langsung seperti perubahan nitrogen dan leaf area. Molekuler modifikasi gen dapat mengkode karakter. Pada cara molekuler modifikasi kita dapat mengekplorasi akibat dari perubahan kapasitas fotosintesis, sensitivitas pada hormone atau respon terhadap naungan(Lambers, 1998).
Referensi
Ebbs, Stephen. 2009. Plant Ecophysiology-Spring Semester. http://www.plantbiology.siu.edu/plb530/index_files/PLB530_Sp09.pdf
Jumin, H. B. , 1992, Ekologi Tanaman suatu Pendekatan Fisiologi, Rajawali Press, Jakarta.
Lambers, H., F. Stuart Chapin, Thijs L. Pons. 1998. Plant Physiological Ecology. Springer. New York.
Moonns. A. 1995. Molecular and Physiological Responses to Abscisic Acid Salts in Roots of Salt-Sensitive and Salt-Tolerant Indica Rice Varieties. Plant Physiol Vol 107: 177-186.
Zoko, G. 2009. Cekaman Kekeringan. Diakses dari gozomora.blogspot.com
Sinaga, S. 2002. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6. Diakses dari http://www.daneprairie.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar